Krisis Palestina tidak hanya membuat panas Yerusalem dan Gaza. Tidak hanya menewaskan ratusan nyawa. Riuhnya juga menimbulkan banyak ketegangan di media sosial lewat propaganda dan pembingkaian. Media sosial memainkan peran, dengan TikTok menjadi salah satu bagian pentingnya.
Dengan pengguna aktif mencapai 700 juta, TikTok yang semula dianggap sekadar media sosial berbagi video dengan konten utama tarian, kini justru jadi corong utama dari edukasi dan informasi. Namun tak dimungkiri bahwa tantangan disinformasi, bahkan kabar bohong, juga bisa disebar di sini.
Pentingnya peran TikTok, terutama untuk anak muda, menjadi hal yang membedakan antara krisis Palestina hari ini dengan masa lalu.
Baca juga: Bukan Kecerdasan Buatan, Bu Ira Jadi Guru Virtual Hari Bumi di TikTok | Asumsi
Beberapa video yang bikin ramai di antaranya tiga kendaraan Palestina di desa Beit Iksa, Tepi Barat, yang dibakar, bersama dengan grafiti bertuliskan: ‘Yahudi, ayo menang’. Di sisi lain, ada juga video dua remaja di Yerusalem Timur yang menampar dua anak laki-laki Yahudi Ortodoks di transportasi umum.
Mengutip BBC, Chris Stokely-Walker, penulis “TikTok Boom: China, the US and the Superpower Race for Social Media”, mengatakan bahwa kemudahan penggunaan TikTok dan popularitasnya yang luas memungkinkan penyebaran konten dengan cepat. Belum lagi membuat video melalui aplikasi ini sangat sederhana sehingga siapa pun dari usia 12 sampai 90 tahun benar-benar bisa melakukannya sendiri, tanpa perlu memiliki banyak keahlian teknis.
”Ini juga karena ukuran audiens. Kita tahu bahwa TikTok memiliki sekitar 732 juta pengguna aktif bulanan di seluruh dunia. Jadi, jika Anda mengunggah sesuatu, maka kemungkinan besar itu akan dilihat oleh banyak orang,” kata Chris.
Pengguna TikTok –serta situs media sosial lainnya, seperti Facebook, Instagram dan Twitter– menggunakan tagar #SaveSheikhJarrah di samping rekaman bentrokan dengan pasukan keamanan Israel, serta situasi di lapangan di Gaza.
Satu video menunjukkan orang-orang yang diduga melarikan diri dari serangan Israel di Gaza, diunggah dengan tagar tersebut oleh situs berita Muslim yang berbasis di AS, dan telah dilihat oleh lebih dari 44 juta orang di TikTok.
Unggahan lain oleh pengguna TikTok, Sabrina Abukhdeir, memperlihatkan anak-anak Palestina yang menangis dan penghancuran gedung bertingkat tinggi di Gaza. Unggahan dengan sematan tulisan “Kalian tahu apa yang harus dilakukan” ini telah dilihat oleh lebih dari 1,5 juta orang.
Baca juga: Situasi Mencekam, Tak Ada Lebaran di Gaza | Asumsi
Di sisi lain, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) turut aktif di media sosial. IDF memiliki 1,3 juta pengikut di Twitter dan lebih dari 70.000 di TikTok. Lewat aplikasi ini mereka juga menggunggah video aksi dan adegan pasukannya dari dalam Israel.
Satu video, misalnya, menanyakan pemirsa “Apa yang akan Anda lakukan jika ini adalah kota Anda?” telah dilihat lebih dari 300.000 pengguna Twitter.
Dr Gabriel Weimann dari Universitas Haifa di Israel mengatakan, ada pertempuran “hati dan pikiran” secara daring. Namun, kata Weimann, apa yang disampaikan Israel melalui media sosialnya kurang kuat, tidak terorganisir, dan kurang persuasif. “Mungkin karena di Israel tidak ada yang mengira TikTok akan menjadi platform yang kuat atau penting,” ucap dia.
Namun, kemungkinan Weimann tak lantas membuatnya jadi adil. Karena, TikTok juga sempat dituding bermitra dengan okupansi yang dilakukan oleh Israel atas Palestina. Ini menyusul dihapusnya akun Quds News Network, salah satu kantor berita terkemuka di Palestina pada Januari lalu.
Penghapusan akun yang memiliki lebih dari 50.000 pengikut dan 7 juta tampilan ini dilakukan tanpa pemberitahuan. Hamzah al Shobaki, manajer akun tersebut, mengatakan akun itu dihapus setelah membagikan 1.200 unggahan terkait dengan kesepakatan normalisasi hubungan Arab-Israel yang kontroversial baru-baru ini dan pendudukan Israel.
Tantangan Disinformasi
Bulan ini, sebuah video menjadi viral di TikTok dan Twitter yang menunjukkan orang-orang Yahudi menari dan bersorak saat sebatang pohon terbakar di kompleks masjid Al-Aqsa di Yerusalem. Pengguna media sosial mengeklaim mereka sedang merayakan penghancuran masjid.
Baca juga: Eskalasi Tekanan Israel Terhadap Palestina, Ini yang Perlu Kamu Tahu | Asumsi
Dikutip dari BBC, mereka diklaim berkumpul untuk merayakan Hari Yerusalem, dan masjid tersebut tidak rusak akibat kebakaran.Polisi Israel mengatakan itu karena kembang api yang dipicu oleh pengunjuk rasa Palestina, sementara para demonstran mengatakan itu karena granat setrum yang digunakan oleh petugas.
Namun, mengutip Haifa Institute, berdasarkan amatan peneliti Timur Tengah dari Universitas Princeton, Elizabeth Tsurkov, peringatan Hari Yerusalem tidak menutup fakta bahwa di video itu orang Israel menyanyikan lagu kebencian terhadap Palestina.
Pada Kamis malam, Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz meminta Facebook dan TikTok menghapus unggahan tersebut dari situs mereka. Menurutnya itu dapat mendorong kekerasan.
Shaydanay Urbani, yang bekerja untuk First Draft News, sebuah organisasi yang dibentuk untuk melawan kesalahan dan disinformasi online, menyebut kalau dalam krisis seperti ini akan banyak unggahan lama yang muncul kembali, padahal konteksnya berbeda dengan situasi kekinian.
”[Cerita] beredar dari waktu dan tempat yang sama sekali berbeda.”
Salah satu contoh paling menonjol adalah rekaman yang dibagikan secara luas tentang orang-orang Palestina yang diduga memalsukan pemakaman. Oleh orang-orang pro-Israel, video tersebut dinarasikan sebagai drama yang dibangun oleh orang Palestina untuk mendapat perhatian dan simpati.
Padahal, video yang ditonton ratusan ribu kali di TikTok dan sepertinya menunjukkan sekelompok orang membawa mayat di pundak mereka sebelum menjatuhkannya ketika sirene berbunyi, dan mayat itu langsung hidup dan melarikan diri adalah video lama yang diambil di Yordania.
Baca juga: Sempat Diblokir AS, Seberapa Efektif DK PBB Hadapi Isu Palestina? | Asumsi
Kejadiannya pun sudah terjadi setahun lalu sebagai upaya warga Yordania mengakali larangan keluar rumah.
Sensor Konten
Dilaporkan The Print, TikTok telah menerima kritik dari pihak Israel dan Palestina terkait ujaran kebencian dan sensor. Mereka pun berjanji untuk selalu bertindak cepat dan efektif untuk mencegah hasutan di jaringan mereka.
Sementara mengenai anggapan sensor, juru bicara TikTok mengatakan kepada The Print bahwa identifikasi pelanggaran Pedoman Komunitas yang membuat satu unggahan dihapus terkadang dapat menyebabkan tindakan yang salah pada konten atau akun. Namun, pihaknya selalu mengizinkan pengajuan banding dalam aplikasi.
“Dan menilai kembali tindakan kami sebagaimana mestinya. Ini adalah kasus untuk [penghapusan] akun yang dipermasalahkan, yang telah dipulihkan.”