Internasional

Eskalasi Tekanan Israel Terhadap Palestina, Ini yang Perlu Kamu Tahu

Irfan — Asumsi.co

featured image
YouTube/Al Jazeera

Palestina kembali membara. Dalam beberapa pekan terakhir terjadi eskalasi tekanan dari Israel atas Palestina, terutama di daerah Sheikh Jarrah, Jerussalem. Perlawanan warga sipil Palestina kepada aparat yang disokong kawanan nasionalis sayap kanan Israel pun tak terhindarkan.

Tekanan ini lantas diiringi dengan penyerangan ke Masjid Al Aqsa yang dilakukan Israel saat sejumlah umat Islam sedang beribadah. Para jemaah ditembaki oleh peluru karet dan dilempari granat. Tak pelak, aksi brutal Israel yang terjadi dalam beberapa hari terakhir itu membuat perlawanan dari Palestina menguat.

Terkini, Hamas, salah satu faksi perjuangan di Palestina, menembakkan rudal ke kawasan Israel sebagai jawaban atas teror kelompok zionis itu di Masjid Al Aqsa. Teror Israel di Masjid Al Aqsa itu dikabarkan melukai sekitar 300 orang.

Namun tak lama, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menugaskan serangan balasan. Mengutip Reuters, Israel menembakkan sejumlah roket dan serangan udara ke arah Gaza sejak Senin (10/5/2021) waktu Palestina. Serangan ini menyebabkan 20 warga Gaza meregang nyawa.

Baca juga: Polisi Israel dan Warga Palestina Bentrok, 178 Warga Terluka! | Asumsi

Sementara ratusan orang Palestina masih bertahan di Sheikh Jarrah untuk menolak pencaplokan tanah mereka oleh Israel.

Dipicu Pengusiran di Sheikh Jarrah

Sheikh Jarrah adalah rumah untuk 28 keluarga Palestina yang semuanya merupakan pengungsi dari aksi pembersihan etnis oleh Israel pada perang 1948. Perang yang dikenal sebagai peristiwa Nakba ini membuat 3.000 orang Palestina tercerai-berai.

Sheikh Jarrah lantas dipilih sebagai tempat aman bagi sebagian keluarga Palestina. Hal ini berdasarkan perjanjian antara Yordania dengan salah satu badan Persatuan Bangsa Bangsa yang menangani pengungsi Palestina, UNRWA (United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees) pada 1956. Dalam perjanjian tersebut, para pengungsi dijanjikan perumahan dan lahan yang bisa mereka terima setelah tiga tahun sejak penyelesaian konstruksi.

Namun, alih-alih mendapat hak atas rumah dan tanahnya, mengutip AP News, Israel mendaku lahan tersebut. Israel mengklaim lahan tersebut telah dimiliki sejak 1885.

Pada 1967, Yerussalem Timur, yang di dalamnya termasuk Sheikh Jarrah, ikut dicaplok Israel bersama dengan Tepi Barat dan Gaza lewat sebuah aksi yang tak diakui secara internasional. Pencaplokan ini mencegah pendaftaran rumah atas nama keluarga yang membuat kesepakatan Yordania-UNWRA untuk 28 keluarga Palestina tadi terganggu.

Perebutan Panjang


Pada 1970, Undang-Undang tentang Urusan Hukum dan Administrasi di Israel menetapkan bahwa orang Yahudi yang kehilangan harta benda di Yerusalem Timur pada 1948 dapat mengklaim kembali harta miliknya. Namun, UU tersebut tak mengizinkan warga Palestina untuk mengklaim kembali properti mereka yang hilang di Israel pada 1948.

Baca juga: Itzik Saidian Bakar Diri: Gimana Stres Pascatrauma Bayangi Tentara Israel Saat Ini? | Asumsi

Kondisi ini membuat Pengadilan Israel menganggap warga Palestina yang tinggal di Sheikh Jarrah sebagai penyewa lahan. Akibatnya, ancaman penggusuran bisa terjadi kapan saja.

Secara periodik, penggusuran kepada warga Palestina di Sheikh Jarrah pun memang dilakukan secara bertahap. Pada November 2008, keluarga al-Kurd terusir dari rumah mereka, diikuti dengan penggusuran keluarga Hanoun dan al-Ghawi pada Agustus 2009. Rumah mereka diambil alih oleh Israel yang dengan cepat mengibarkan bendera, sekaligus menandai fase baru penderitaan Palestina di lingkungan Sheikh Jarrah.

Sejauh ini, 12 keluarga Palestina di lingkungan itu telah menerima perintah penggusuran yang dikeluarkan oleh pengadilan pusat dan hakim Israel. Baru-baru ini, empat keluarga Palestina mengajukan petisi ke Mahkamah Agung guna menentang keputusan pengusiran mereka. Namun, putusan yang rencananya akan dibacakan Senin (10/5/2021) ditunda untuk 30 hari ke depan.

Provokasi Sayap Kanan

Mengutip dari Arabnews, ancaman penggusuran sejumlah keluarga di Sheikh Jarrah diperkeruh oleh provokasi Yahudi Sayap Kanan dari kelompok Otzma Yehudit dan Gerakan Lehava. Dengan validasi politisi Israel, seperti anggota Knesset, Itama Ben-Gvir, dan Wakil Walikota Yerusalem Arieh King, mereka mengejek pengunjuk rasa Palestina yang berhadapan dengan aparat Israel.

Di lapangan, ekstremis Yahudi ini meneriakkan kata-kata tak pantas, seperti “Matilah Orang Arab”. Ben-Gvir, si politisi pemantik rusuh, juga tampak di sebuah video sedang meneriaki demonstran yang kena tembak dengan teriakkan “Abu Hummus, bagaimana lukamu?” Teriakan ini dijawab oleh King: “Sayang sekali tidak masuk ke sini”, sambil menunjuk kepalanya. Hummus adalah salah satu hidangan khas Palestina.

Kebijakan Apartheid

Ramzy Baroud, jurnalis dan editor The Palestine Chronicle, menyebut kalau eskalasi serangan Israel ke Palestina tak bisa dilihat hanya sebagai ulah dari sebagian Yahudi ekstremis saja. Lebih dari itu, masalah panjang di Palestina adalah hasil dari kebijakan apartheid yang dilakukan imperialis Israel. Semua pemukiman yang kini berdiri di Israel dibangun lewat penggusuran-penggusuran, seperti yang terjadi di Sheikh Jarrah sekarang.

Baca juga: Geliat Perubahan Politik di Israel, Partai Arab Raih Lima Kursi | Asumsi

“Bagaimanapun, pembersihan etnis Palestina pada tahun 1948 bukanlah pekerjaan segelintir Zionis ekstremis. Demikian pula pendudukan ilegal di Yerusalem Timur, Tepi Barat, Jalur Gaza pada tahun 1967, dan usaha pemukiman besar-besaran yang mengikutinya bukanlah gagasan dari beberapa individu ekstremis. Kolonialisme di Israel adalah proyek yang dijalankan negara, yang pada akhirnya bertujuan untuk mencapai tujuan yang sama dengan yang diinginkan dalam Sheikh Jarrah, pembersihan etnis Palestina untuk memastikan mayoritas demografis Yahudi,” kata Baroud.

Untuk mengamankan jabatannya, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu juga terus-menerus memanipulasi subjek demografi untuk memajukan kepentingan pemilih Yahudinya. Dia sangat percaya pada negara Yahudi eksklusif dan juga sepenuhnya sadar akan pengaruh politik pemukim Yahudi. Tak lama sebelum pemilihan bulan Maret, misalnya, Netanyahu membuat keputusan untuk memberi lampu hijau pada pembangunan 540 unit pemukiman ilegal di daerah yang disebut Har Homa E (Gunung Abu Ghneim) di Tepi Barat dengan harapan memperoleh sebanyak mungkin pemukim yang berimplikasi pada raihan suara.

Sayangnya, dalam memperjuangkan haknya, warga Palestina dan pendukungnya bukan hanya berhadapan dengan alat berat dan moncong senjata, tetapi juga sensor media. Salah satu video yang awalnya disensor oleh Instagram adalah video Muna Al-Kurd, seorang perempuan Palestina yang kehilangan rumahnya di Sheikh Jarrah karena seorang pemukim Yahudi bernama Yakub.

“Pada kenyataannya, seluruh Palestina adalah tentang Muna dan Yakub, yang pertama mewakili Palestina dan yang terakhir Israel. Agar keadilan bisa dicapai, Muna harus diizinkan untuk merebut kembali rumahnya yang dicuri dan Yakub harus bertanggung jawab atas kejahatannya,” ucap Baroud.

Share: Eskalasi Tekanan Israel Terhadap Palestina, Ini yang Perlu Kamu Tahu