Politik

Geliat Perubahan Politik di Israel, Partai Arab Raih Lima Kursi

Desika — Asumsi.co

featured image
Unsplash.com

Raam, Partai Arab yang berafiliasi pada ideologi Islam di Israel secara mengejutkan mampu mengamankan lima kursi di Knesset atau Parlemen Israel pada Pemilihan Umum, Selasa (24/3/2021) lalu. Dikutip dari The New York Times, kemenangan Raam ini mengejutkan karena Raam adalah partai Arab yang berakar pada gerakan Islam yang sama dengan Hamas, kelompok militan di Jalur Gaza.

Namun, pada Pemilu kali ini, Raam memiliki potensi karena pemimpin Raam, Mansour Abbas menyatakan tidak menutup peluang partainya bergabung dengan pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu jika menang lagi pemilu.Geliat Partai Arab di Israel.

Pernyataan Mansour yang membuka diri pada kelompok Netanyahu adalah hal yang sebetulnya tidak biasa. Menyitir The New York Times, selama ini Raam punya sikap yang sama seperti Partai Arab di Israel lainnya yang enggan bekerja sama dengan pemerintah Israel.Namun langkah Mansour untuk membuka diri dengan Netanyahu adalah kelanjutan atas keluarnya Raam dari koalisi Arab Joint-List yang pada Pemilu tahun lalu terdiri dari empat Partai Arab di Israel.

Dilansir dari VoA, tiga partai Arab lain yang selama ini ada di koalisi tak sepakat dengan langkah Raam mengingat Netanyahu dan para pemimpin Israel lainnya bertanggung jawab atas segregasi yang menimpa warga Arab di Israel. Tiga partai Arab yang tersisa lantas membentuk koalisi baru United Arab List.

Arab Minoritas

Komunitas Arab di Israel meski minoritas, sebetulnya mereka punya jumlah lumayan. Dalam artikel bertajuk “The Arab Minority in Israel and the Knesset Elections” yang diakses dari laman Washington Institute, komunitas Arab memiliki seperlima dari 5,8 juta total populasi Israel.

Tetapi meski kewarganegaraan mereka penuh, masih sering terjadi diskriminasi kepada komunitas Arab. Apalagi ras mereka di Israel pun sering jadi kecurigaan orang Yahudi yang merupakan mayoritas di Israel.

Partai-partai Arab ini lantas hadir untuk melawan diskriminasi itu.Terlepas dari perpecahan elektoral yang kerap terjadi di antara partai-partai ini, sejatinya partai Arab berjuang untuk tujuan yang sama dan berjuang melawan masalah yang sama yang telah menimpa warga Arab di Israel selama beberapa dekade.

Khader Sawaed peneliti Middle Eastern affairs and Arab-Jewish relations di Israel at the Institute for National Security Studied (INSS), Universitas Tel Aviv menyebut permasalahan itu seperti alokasi anggaran yang tidak adil, pengucilan orang Arab dari berbagai bidang kehidupan publik dan ketidaksesuaian perwakilan Arab di parlemen.

Partai-partai ini juga harus menghadapi kenyataan bahwa anggota Knesset (MK) mayoritas tidak dianggap anggota dari partai-partai Arab sebagai mitra yang wajar atau sah dalam mengatur koalisi.

Partai politik juga berjuang melawan penyediaan layanan yang buruk untuk kota mayoritas Arab, kekurangan lahan yang dialokasikan untuk pembangunan, dan pembongkaran rumah yang dibangun tanpa izin pemerintah karena fakta bahwa kota mayoritas Arab sering kekurangan rencana induk perkotaan. Selain itu, mereka telah bekerja untuk mengatasi kekerasan, kejahatan terorganisir, dan prevalensi senjata api tanpa izin di komunitas Arab.

“Ini adalah masalah yang tidak banyak diselesaikan oleh polisi dan pemerintah Israel, meskipun ada kebijakan yang berlebihan dan penggunaan kekuatan yang tidak semestinya terhadap warga Arab. Deputi Arab telah berupaya semaksimal mungkin untuk mengatasi masalah ini dan masalah lain yang dihadapi oleh warga Arab Israel,” kata Khader.

Keraguan Masyarakat

Namun terlepas dari upaya ini, tingkat partisipasi Arab dalam pemilihan Knesset telah menurun tajam selama dua dekade terakhir. Ini seiring meningkatnya pembicaraan tentang boikot Pemilu yang didorong oleh kampanye di negara-negara Arab.Faktor internal yang menurunkan tingkat partisipasi orang Arab dalam pemilu adalah keraguan bahwa politisi Arab Israel benar-benar bertujuan untuk melayani kepentingan warga Arab, alih-alih mewakili kepentingan pribadi atau partai.

Pandangan ini telah berkembang pesat selama beberapa tahun terakhir sehubungan dengan perselisihan di koalisi Partai Arab sendiri. Pada gilirannya, krisis fragmentasi telah menurunkan kepercayaan publik terhadap partai politik dan wakilnya dan diperkirakan akan meningkatkan jumlah orang yang berniat memboikot pemilu sebagai cara untuk menghukum partai-partai Arab.

Hentikan Diskriminasi

Khader Sawaed menilai segregasi yang terjadi pada Arab di Israel mestinya tak lagi terjadi karena selain akan merugikan Arab sebagai minoritas juga berpotensi lebih luas pada Isreal. Integrasi orang Arab ke semua bidang kehidupan akan menawarkan keuntungan politik, diplomatik, dan ekonomi.

Selain membantu memperbaiki situasi minoritas Arab di Israel, orang Arab Israel, yang akrab dengan budaya Arab dan Israel, dapat bertindak sebagai jembatan untuk rekonsiliasi antara Israel dan Palestina. Untuk tujuan ini, kepemimpinan Israel harus berhenti meminggirkan orang Arab, dimulai dengan merangkul mereka dalam kehidupan politik.

Terlepas dari hasil pemilu, kepemimpinan minoritas harus menuntut integrasi politik dan menggunakannya untuk mendorong kondisi yang lebih baik bagi warga Arab di Israel, serta menampilkan diri mereka sebagai bagian dari solusi daripada bagian dari perjuangan antara Israel dan rakyat Palestina, di mana orang Arab mau tidak mau adalah bagiannya

“Integrasi politik ini merupakan langkah fundamental untuk menyelesaikan masalah konstituen mereka. Lebih baik mereka menjadi bagian dari solusi daripada bagian dari masalah,” kata Khader.

Penulis: Muhammad Irfan

Share: Geliat Perubahan Politik di Israel, Partai Arab Raih Lima Kursi