Internasional

Itzik Saidian Bakar Diri: Gimana Stres Pascatrauma Bayangi Tentara Israel Saat Ini?

Irfan — Asumsi.co

featured image
Unsplash/Timon Studler

Publik Israel dibuat kaget oleh aksi bakar diri yang dilakukan Itzik Saidian (26), seorang mantan tentara yang sempat ditugaskan di Gaza, Palestina, pada tahun 2014. Peristiwa yang terjadi pada Senin (12/4/2021) itu menjadi ironi karena bertepatan dengan Hari Peringatan Israel untuk tentara yang gugur dan korban serangan.

“Dia menyiram dirinya dengan cairan yang mudah terbakar dan menyalakannya,” kata seorang tentara, seperti dikutip dari AFP, Selasa (13/4).

Aksi yang dilakukan Itzik diduga dipicu oleh PTSD (post-traumatic stress disorder) atau gangguan stres pascatrauma yang dialaminya selepas tugas militer di Gaza. Berdasarkan laporan AFP, sekitar 2.250 warga sipil Palestina tewas dalam perang pada tahun itu. Sementara di kubu Israel, 74 orang tewas dimana  sebagian besar di antaranya adalah tentara

Sesaat setelah membakar diri, Itzik segera dilarikan ke unit perawatan intensif Rumah Sakit Tel Hashomer dekat Tel Aviv. Namun, pihak rumah sakit mengatakan, Iztik dalam kondisi kritis akibat luka bakar yang dalam di sekujur tubuhnya.

Tindakan Itzik memicu kontroversi mengenai sistem dukungan untuk tentara yang terluka atau sakit psikologis. Sistem dukungan yang ada saat ini dianggap tidak efisien dan birokratis. Avi Saidian, saudara Itzik, menyebut selama ini Itzik mengalami hal yang mengerikan dan tidak ada yang merawat.

Dikutip dari Haaretz.com, seorang teman Itzik, menyebut bahwa Itzik merasa terhina setiap kontak dengan Kementerian Pertahanan.

Sementara, Menteri Pertahanan Benny Gantz telah mengumumkan penyelidikan menyeluruh untuk menemukan alasan peristiwa tragis ini. Kementeriannya berjanji untuk secara substansial meningkatkan perlakuan terhadap tentara pascatrauma.

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan, sangat terkejut dengan kejadian tersebut seraya berjanji akan melakukan perubahan total dalam merawat para mantan tentara.

“Saya bertekad untuk melakukan reformasi total dalam cara kita merawat para veteran yang cacat dan terluka,” ujarnya.

Memicu Protes

Apa yang dilakukan Itzik mengundang simpati dari para veteran militer Israel lainnya. Dilansir dari Haaretz, pada Rabu (14/4/2021), lusinan orang, termasuk veteran militer Israel yang cacat dan menderita gangguan stres pasca-trauma, berdemonstrasi di depan klinik rehabilitasi Kementerian Pertahanan di Israel tengah.

Para demonstran mengangkat poster bertuliskan “Kami semua adalah Itzik Saidian” dan meminta kementerian untuk berhenti “mengubur” mereka yang menderita PTSD. Protes itu juga diadakan saat Israel memperingati Hari Peringatan bagi tentara yang tewas dalam perang dan korban terorisme.

“Orang-orang datang ke sini karena apa yang Itzik lakukan membangunkan anda. Saya minta maaf, tetapi kami adalah orang-orang yang menderita viktimisasi hanya setelah mengalami guncangan hebat,” kata Shlomo Ivgy dari Organisasi Veteran Penyandang Cacat. Shlomo mengatakan, organisasinya juga berencana mengadakan protes lain pada hari Minggu di depan markas militer di pusat Tel Aviv.

Yoav, seorang veteran penyandang disabilitas yang menghadiri protes tersebut, mengkritik birokrasi yang menghalangi petugas kesehatan untuk memberi bantuan pada mereka. Yoav bahkan menyebut kalau departemen-departemen yang ada hanyalah penipuan dan kejahatan.

“Bagaimana mereka mengubah pejuang menjadi compang-camping? Mengapa Itzik membakar dirinya sendiri? Mereka sangat menyakitinya, mereka sangat mengkhianatinya,” kata Yoav.

Belakangan ini, Israel melihat adanya peningkatan kebutuhan dalam hal pendampingan kesehatan jiwa dan keuangan bagi bala tempurnya. Panglima militer Israel menyebut wilayah itu harus melakukan segalanya untuk para veteran yang cacat.

Direktur jenderal kementerian Pertahanan Amir Eshel menugaskan kepala direktorat perencanaan kementerian, Jenderal Eliezer Karni, untuk memimpin tim investigasi yang bertugas menyajikan kesimpulan awal dalam beberapa hari mendatang. Pada saat yang sama, direktur jenderal berjanji untuk memberikan semua bantuan yang diperlukan untuk Itzik dan keluarganya.

Dalam wawancara dengan radio publik Kan Bet, Eshel mengatakan bahwa kantornya bertanggung jawab atas kondisi Itzik. “Itzik adalah tentara cacat dalam perawatan kami, kami bertanggung jawab, dan saya, sebagai direktur jenderal kementerian, bertanggung jawab.”

“Ini adalah sesuatu yang kami tangani dengan sangat serius, dengan pemahaman bahwa kami harus berusaha dengan segala cara untuk mencegahnya terulang kembali,” ujarnya menambahkan.

Diabaikan

Dalam pemberitaan The Guardian pada 2019, Pemerintah Israel sempat disebut menelantarkan tentara dengan PTSD. Padahal, satu dari 12 tentara melaporkan gejala penyakit mental ini. Mereka juga mengalami kurangnya pengakuan untuk masalah kesehatan mental sehingga hal ini menyebabkan banyak mantan personel tentara menghadapi penyakitnya tanpa perawatan.

“Saya menembak orang pertama saya sebelum saya berusia 19 tahun. Saya memiliki orang-orang yang tewas di pelukan saya,” kata Or Eilon, seorang petugas medis tempur dan komandan unit Israel. Dia mengalami gejala PTSD yang parah dan dibebaskan dari wajib militer 32 bulan pada tahun 2016.

“Saya mulai menjadi gila. Saya membakar barang-barang. Saya memukul ibu saya. Saya terbangun dengan air seni di seluruh tempat tidur saya. Menakutkan.”

Setelah Or dibebaskan, dia didiagnosis dengan PTSD. Meski demikian, dia berjuang selama tiga tahun untuk diakui oleh Kementerian Pertahanan. “Mereka ingin Anda menyerah, mereka membuat Anda mengalami banyak hal,” katanya.

Selama dekade terakhir, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) telah menjalani tiga perang besar di Gaza, yang semuanya dinodai oleh tuduhan pelecehan. Mereka juga mempertahankan pendudukan militer yang melumpuhkan Tepi Barat Palestina. Pada awal 2019, PBB juga menyebut tentara sengaja menembaki warga sipil yang memprotes di perbatasan Gaza.

Seorang mantan tentara, Ben Goor Levy, kepada The Guaridan berkata bahwa dirinya mengalami PTSD setelah menembak dan membunuh seorang pria. Tetapi, perlu waktu delapan tahun bagi Kementerian Pertahanan untuk menyetujui pelayanan kesehatan buatnya.

“Mereka mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab. Mereka berkata, ‘Jadi bagaimana jika Anda menembak seseorang? Kami melatih Anda untuk melakukan itu’,” kata Ben.

Untuk mendapatkan pengakuan resmi atas diagnosis PTSD seringkali tentara harus menghadapi tagihan hukum yang besar. Guy Konforti, seorang pengacara dan mantan penasihat hukum militer menyebut, prosesnya menghabiskan banyak uang dan bisa memakan waktu bertahun-tahun.

“Para korban harus membuktikan bahwa luka tersebut terjadi selama dinas militer. Ubah sistem sehingga beban pembuktian ada di Kementerian Pertahanan,” ucap dia.

Ben Goor Levy mendirikan organisasi Soldiers for Life bersama Ido Gal Razon, mantan tentara yang bersaksi di depan komite parlemen tentang kurangnya pengobatan PTSD. Organisasi tersebut membantu para veteran lain dengan proses yang mahal untuk mendapatkan pengakuan atas PTSD mereka.

Psikiater Danny Brom mendirikan LSM Metiv, Pusat Perawatan Psikotrauma Israel pada tahun 1989, untuk mencoba mengisi celah dalam pelayanan trauma bagi mantan tentara. Tidak ada penyaringan aktif oleh tentara untuk mendeteksi orang-orang dengan kondisi tersebut.

“Orang-orang keluar dari ketentaraan dan mengatakan bahwa pemerintah mengusir kami. Apa yang kami perjuangkan?” Kata Brom.

Eyal Fruchter, peneliti dan direktur divisi kesehatan mental di Kampus Perawatan Kesehatan Rambam, mengatakan, pemerintah mengabaikan tanggung jawabnya. “Saya pikir Kementerian Pertahanan memperlakukan orang dengan buruk,” katanya.

Share: Itzik Saidian Bakar Diri: Gimana Stres Pascatrauma Bayangi Tentara Israel Saat Ini?