Dentuman keras masih terdengar di atas langit rumah warga yang terjebak konflik kelompok Palestina-Israel di Jalur Gaza. Suara militer Israel di udara itu telah mengaburkan lantunan takbir di malam kemenangan. Tak ada lebaran di Gaza.
Suka cita masyarakat muslim dalam merayakan Idulfitri di seluruh dunia tidak dirasakan warga Gaza. Kegembiraan itu saat ini berubah menjadi ketakutan. Tidak ada tempat aman bagi mereka,
Roket berterbangan di atas kediaman mereka, tidak ada tempat aman. Rumah pun bahkan bisa menjadi kuburan bagi mereka jika sewaktu-waktu peluru raksasa datang menghantam. Sementara itu, para tenaga medis dan relawan makin disibukkan dengan kedatangan para korban serangan Israel.
Seorang warga negara Indonesia yang tinggal di Gaza, Husen mengatakan, tak ada perayaan lebaran di wilayahnya. Warga ketakutan lantaran serangan terus menerus terjadi.
Baca juga: Lebih dari 30 Warga Palestina Tewas dalam Serangan Roket Israel, AS Diminta Tegas
“Yang pasti tampaknya tahun ini tak ada Lebaran di Gaza. Warga Palestina terpaksa menerima kondisi ini.” kata Husen yang merupakan aktivis kemanusiaan sekaligus wartawan seperti dikutip BBC Indonesia.
Selama di Gaza, Husen telah merasakan tiga kali agresi militer Israel. Namun, agresi itu tidak pernah mendapat perhatian dunia. Baru setelah terjadi eskalasi serangan, korban berjatuhan, anak-anak dilarikan ke rumah sakit, dunia mulai membuka matanya terhadap warga Palestina. “Ini sangat menyedihkan, warga Gaza harus berdarah dulu, harus agresi dulu, baru dunia mau melihat warga Palestina,” kata Husen.
Husen memperkirakan agresi akan berlanjut setelah menteri pertahanan Israel mengatakan akan mengerahkan 5.000 tentara cadangan. Karenanya, warga bisa meninggal di mana saja karena tak memiliki tempat berlindung.
“Gaza tak punya bungker, sementara di Israel sana ada tempat perlindungan, jadi warga di sini bisa meninggal di rumah atau di mana mereka berada karena hantaman rudal,” kata dia.
Korban Berdatangan ke Rumah Sakit Indonesia
Hal senada diungkapkan Farid, WNI yang menjadi relawan medis di Rumah Sakit Indonesia di Gaza. Menurutnya, warga Gaza hanya bisa berdiam diri di rumah lantaran serangan yang terus menerus berdatangan. Bahkan, kian hari, serangan kian dekat ke permukiman mereka.
“Warga Gaza di Hari Raya Idulfitri ini mereka tidak pergi kemana-mana dan mereka hanya berdiam diri di rumah-rumah. Biasanya mereka pergi ke kerabat, saudara-saudaranya, teman-teman dan keluarganya untuk merayakan hari kemenangan,” kata Farid seperti diberitakan di kanal youtube BBC Indonesia.
Dalam serangan ini, Farid beserta sejumlah tenaga medis lainnya disibukkan dengan banyaknya korban milisi Israel. Mereka dibawa ke RS Indonesia di Gaza dengan kondisi yang mengenaskan.
“Kebanyakan korban mendapatkan luka bakar yang cukup serius hingga kepala mereka. Bahkan sampai ada organ-organ tubuh yang hancur yang disebabkan oleh roket-roket zionis Israel,” kata dia.
Rumah Kami Bisa Menjadi Kuburan
Salah seorang warga Gaza menceritakan bagaimana tidurnya tak lagi tenang. Ketakutan dia rasakan setiap hari, setiap waktu. Bahkan dia sendiri tak yakin rumah yang ditinggalinya bisa melindungi dia beserta suami dan lima anaknya.
“Malam-malam sangat menakutkan bagi kami, bagi anak-anak kami. Setiap saat rumahmu bisa jadi kuburanmu,” kata Najwa Sheikh-Ahmad.
Najwa tinggal bersama suami dan lima anaknya, yang berusia 11 hingga 22 tahun, di pinggiran kamp pengungsi di tengah Jalur Gaza – sebidang tanah kecil yang padat di kawasan Mediterania tempat tinggal 1,8 juta orang.
Saban hari daerah yang ditinggalinya diguyur rudal mematikan. Dia adalah salah satu dari banyak penduduk di Israel dan Gaza yang dicekam ketakutan, ketika kelompok militan Palestina dan pasukan Israel terus melakukan baku tembak, dan saat kekerasan di jalanan antara orang-orang Yahudi dan warga Arab Israel meletus di banyak kota di Israel.
Sepanjang hari, dia bisa mendengar deru jet tempur Israel yang terbang di atas, bersamaan dengan suara ledakan rudal dan bom. “Semuanya berguncang di sekitar kami. Dan kami juga gemetar karena kami sangat takut,” katanya kepada BBC Indonesia.
Ketika ratusan rudal Israel menghantam Gaza pada Rabu malam, keluarga Najwa Sheikh-Ahmad berlindung di ruangan tengah lantai pertama rumah mereka. Mereka khawatir bagaimana jika rudal berikutnya ‘berkunjung’ ke rumahnya dan meluluhlantakkannya.
“Anda mungkin setiap saat akan terkena serangan bom, menargetkan rumahmu atau menargetkan lingkungan tempat tinggalmu. Ini kemungkinan mengubah tempat di mana Anda seharusnya aman menjadi kuburan bagi Anda dan anak-anak Anda, bagi mimpi-mimpimu, bagi segala kenanganmu, bagi segalanya,” kata dia.
Najwa tidak yakin seberapa banyak yang harus dia beritahukan kepada anak-anaknya perihal kekerasan yang terjadi di sekitar mereka. Dia sendiri tidak ingin memberikan rasa takut bahkan mungkin trauma bagi anak-anak mereka. Namun, kondisi yang mencekam ini tidak bisa dihindari.
Baca juga: Eskalasi Tekanan Israel Terhadap Palestina, Ini yang Perlu Kamu Tahu
“Saya berhenti mengatakan apa pun kepada mereka. (Tapi) tidaklah mudah menyembunyikan ketakutanmu. Karena kamu tidak tahu apakah ini tempat yang aman atau tidak,” ucap dia.
Ketakutan Dirasakan Warga Israel
Tova Levy terpaksa harusnya meninggalkan kediamannya di Kota Lod, sekitar 15 kilometer dari Tel Aviv. Hal itu dilakukan lantaran telah terjadi aksi protes yang berujung rusuh oleh mereka yang menolak kekerasan di Gaza. Kerusuhan ini melibatkan warga keturunan Arab-Israel dan Yahudi-Israel.
Levy mengatakan bentrokan terjadi hingga aksi pembakaran di sejumlah titik. Bahkan serangan udara pun sempat menghantam wilayah itu. Tova khawatir keluarganya hanya akan terus terjebak dalam konflik yang semakin parah. “Kami semua adalah warga sipil dan kami berperang satu sama lain,” katanya. “Itu menakutkan; itu sangat, sangat menakutkan,” kata dia.
Dua pihak yang bertikai, Israel dan Hamas, saling tuduh dalam peristiwa ini. “Kami tidak akan mentolerir serangan atas wilayah kita, ibu kota kita, rakyat dan tentara kita. Mereka yang menyerang kita akan membayar mahal,” kata Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Sedangkan dari pihak Hamas menyebut serangan roket mereka adalah balasan kepada Israel sejak ancaman pengusiran atas warga Palestina di kawasan Sheikh Jarah dan bentrokan berdarah di Masjid Al Aqsa, Jumat (7/5/21).
Kementerian Kesehatan Gaza, seperti dikutip Sindonews, mengatakan jumlah korban dari pertempuran itu telah meningkat menjadi 119 orang tewas, termasuk 31 anak-anak dan 19 wanita, dengan 830 luka-luka. Kelompok militan Hamas dan Jihad Islam telah mengkonfirmasi 20 kematian dalam barisan mereka, meskipun Israel mengatakan jumlah itu jauh lebih tinggi. Tujuh orang tewas di Israel, termasuk seorang anak laki-laki berusia 6 tahun dan seorang tentara.