Isu Terkini

Di Balik Pernyataan Jokowi Minta Indonesia Berwatak Trendsetter Bukan Follower

Tesalonica — Asumsi.co

featured image
ANTARA/HO-Biro Pers Sekretariat Presiden

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut Indonesia tidak boleh memiliki watak follower, melainkan trendsetter atau selalu terdepan dan berpengaruh. Jokowi mendorong seluruh masyarakat termasuk pemerintahan untuk siap sedia melompat maju untuk bisa melebihi pencapaian negara lain.

Pernyataan itu disampaikan Jokowi melalui Kongres DPP Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) tahun 2021 di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, pada Senin (6/12/21).

Ambisi Jokowi muncul lantaran ia tidak ingin negara lain yang sudah lebih maju mendahului negara Indonesia. Menurutnya, setiap negara saat ini semakin kompetitif.

Karena itu, Jokowi menyarankan Indonesia harus memiliki inovasi dan ambisi untuk menemukan jalur dan cara-cara yang baru. “Tidak mungkin Indonesia mendahului negara lain dengan jalur dan cara yang sama,” kata Jokowi.

Peningkatan Mobilitas Gagasan

Jokowi menilai gelombang globalisasi tidak dapat dihindari lagi. Mobilitas gagasan dan pengetahuan wajib ditingkatkan kembali melalui ranah digital, tidak hanya mobilitas fisik antara negara yang semakin tinggi atau mobilitas barang dan uang yang semakin mudah.

Lebih lanjut, mantan Walikota Solo itu menyoroti hal ini sebagai bagian dari memperjuangan kedaulatan. Itu sebabnya, ia mengatakan kedaulatan harus diperjuangkan dengan inovasi serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

“Kita harus memenangkan kompetisi dalam negeri, pasar global, dan pasar luar negeri. Kita harus lebih unggul dari negara lain dan mampu mendahului negara lain dalam dunia yang semakin kompetitif saat ini,” kata Jokowi. 

Namun, Jokowi juga mengingat tantangan yang perlu dilalui dengan inovasi adalah revolusi industri jilid keempat dan pandemi COVID-19. Lebih lanjut, menurutnya, situasi seperti ini perlu dimanfaatkan untuk mengembangkan ulang cara dan normalitas baru di Indonesia.

Masih Tertinggal

Berdasarkan IMD World Digital Competitiveness Ranking, Indonesia tercatat berada pada posisi 56 dari 63 negara. Sementara, Global Innovation Index, Indonesia tercatat berada pada posisi 85 dari 131 negara sejak 2018 hingga 2020.

Sebelumnya, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang PS Brodjonegoro mengungkap faktor-faktor yang membuat Indonesia saat ini tertinggal dalam urusan inovasi dibanding negara lain.

Bambang menyoroti faktor institusi sebagai faktor utama. Ia menilai masih banyak institusi di Indonesia yang belum mampu mendorong dan ramah terhadap lahirnya inovasi tersebut di dalam lembaga sendiri.

Lebih lanjut, Bambang menambahkan faktor kedua, yakni faktor kapital dan sumber daya manusia (SDM). Inovasi dapat hadir bersamaan dengan kebutuhan SDM yang handal dan mumpuni di bidangnya masing-masing.

Bambang pun menyarankan lembaga-lembaga riset mengambil peran penting dalam mengatasi kelemahan di faktor SDM ini. Menurutnya, faktor ketiga disebabkan karena jenis bisnis di Indonesia masih belum sophisticated.

Apalagi, aktivitas-aktivitas bisnis yang ada di Indonesia masih sangat sederhana dan mengandalkan praktis dasar jual beli atau assembling (perakitan). Misalnya, ia menyoroti bisnis handphone yang fitur-fiturnya tidak akan tercipta tanpa ada inovasi atau riset yang kuat sebelumnya.

Bukan Sekedar Istilah

Bambang mengatakan makna inovasi digital tidak hanya sekedar istilah. Namun, sebagai patokan atau pegangan untuk masa depan Indonesia. Mengingat target pemerintah yang ingin pada 2045 mendatang, Indonesia tidak terikat dari jebakan pendapatan kelas menengah ke atas.

Menurutnya, Indonesia harus bangkit menjadi negara maju dengan pendapatan rata-rata yang tinggi. Bambang juga menyampaikan, perlu mengubah pola pikir secara mendasar dari pihak-pihak yang masih mengandalkan kegiatan ekonomi berbasis natural resources menjadi inovasi.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkap Pandemi COVID-19 dan kemajuan teknologi memaksa setiap negara untuk segera memanfaatkan teknologi digital untuk mendorong lahirnya profesi baru yang berbasis digital. Ia juga menyoroti daya saing digital Indonesia yang jauh tertinggal.

Berangkat dari pernyataan tersebut, pemerintah akan mengupayakan perbaikan peringkat daya saing digital Indonesia dengan menyusun Peta Jalan Indonesia Digital 2021 hingga 2024. Upaya ini mengusung visi Indonesia Emas 2045, yakni Indonesia sebagai negara berdaulat, maju, adil, dan makmur.

Terutama, terdapat empat pilar guna mencapai visi tersebut, yakni pembangunan manusia serta penguasaan iptek, pembangunan ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan, serta pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintah.

Karena itu, Airlangga berharap melalui cara ini akan terjadi penambahan pertumbuhan PDB sebesar satu persen, UMKM terdigitalisasi sebesar 50 persen, tersedia 2,5 juta lapangan kerja baru, dan 600 ribu talenta digital yang terlatih setiap tahunnya.

Masih Berpeluang

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nizam juga sepakat Indonesia tidak boleh hanya menjadi konsumen digital, namun menjadi pemain bahkan produsen digital. Nizam menyoroti pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini berhubungan dengan perkembangan digital yang terus bertransformasi.

Kabar baiknya, transformasi ekonomi digital di Indonesia termasuk dalam kategori cepat. Jumlah startup di Indonesia terbukti terbesar kelima di dunia karena sikap adaptabilitas dan kreativitas anak-anak muda Indonesia.

Chief Of Marketing Halodoc Dionisius Nathaniel menyebut peluang membangun ekosistem digital di Indonesia sekarang masih terbuka lebar. Menurutnya, permasalahan di Indonesia masih banyak yang belum selesai dan butuh solusi yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat.

Baca Juga

Dimensi Politik Pengelolaan Riset di Indonesia Saat Ini

Menerawang Potensi Youtubers dan Selebgram di Dunia Politik, dari Awkarin Sampai Raditya Dika

Sengkarut Harga PCR, Efek Minim Transparansi dan Inovasi

Share: Di Balik Pernyataan Jokowi Minta Indonesia Berwatak Trendsetter Bukan Follower