Eksklusif

Yang Ikut Berebut Pundi-pundi Idul Fitri: Cerita Para Pemulung Musiman

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Foto: Asumsi

Pemandangan orang-orang yang berjejer di tepi trotoar, berpakaian agak sedikit lusuh karena debu jalanan, membawa gerobak, serta karung berbagai jenis, semakin terlihat di berbagai sudut Ibu Kota, menjelang Hari Raya Idul Fitri. 

Dalam sekejap mata, orang lain pasti mengenali mereka sebagai pemulung. Namun, tak semua dari mereka merupakan pemulung yang sebenarnya. 

Ada sebagian yang merupakan pemulung musiman alias cuma muncul saat bulan Ramadan dan menjelang Lebaran. Mereka sibuk mencari uang dan benda di sekitar yang sekiranya bisa ditimbang untuk dijual, demi menambah pundi-pundi saat hari raya.

Seperti Artiyah (46) dan Andi (52) yang mengaku setiap menjelang Idul Fitri, selalu turun ke jalan untuk menjadi pemulung musiman di sekitar Tebet, Jakarta Selatan. .Mereka berbagi cerita kepada Asumsi.co soal perjalanan hidup mengais rezeki di jalan 

Dapat Rp100 Ribu Sampai Rp2 Juta

Artiyah menuturkan, bila tidak menjadi pemulung musiman, kesehariannya disibukkan sebagai ibu rumah tangga.

Baca juga: Potret Penukar Uang Jalanan, Penghasilan Bisa Beli Mobil Sampai Rumah | Asumsi

“Saya mengurus rumah dan suami di rumah. Kalau saya mencarinya (uang dari kerja pemulung musiman) di bulan puasa saja. Lebih menguntungkan bagi saya. Setelah bulan puasa, balik awal lagi. Saya mengurus rumah tangga. Mengurus anak saya,” ujarnya.

Ia mengatakan, menjadi pemulung musiman dilakukannya atas keinginan sendiri. Selama ini, dirinya selalu nebeng atau meminjam gerobak milik pemulung sungguhan.

Pasalnya, menurut dia, orang tidak akan memberikan uang atau sembako kepada pemulung jika tak terlihat gerobak di dekatnya. Apalagi kalau hanya bawa karung, ia akan dilewati oleh orang yang mau berbagi rezeki.

“Kalau saya tidak dekat gerobak, saya tidak pernah dapat. Berebutan saja, untung-untungan. Kalau dapat syukur, kalau tidak ya, sudah. Kebanyakan orang yang dikasih gerobak. Kalau tidak memakai gerobak, kita pakai karung, kita dilewatkan sedangkan sama-sama butuh,” jelasnya.

Biasanya, lanjut Artiyah, orang yang bawa mobil adalah yang suka berhenti, dan membuka jendela untuk membagikan uang atau sembako.

“Kalau yang sudah-sudah, tahun yang lalu, saya dapat Rp2 juta. Itupun selama bulan Ramadhan. Alhamdulillah, saya jalan pagi biasanya dapat Rp100 ribu sampai malam,” pungkasnya.

Sementara itu, Andi mengungkapkan, selalu meminjam gerobak buat tampil sebagai pemulung musiman. Sama dengan Artiyah, hal itu hanya dilakukannya setiap bulan Ramadan, menjelang Idul Fitri. 

“Kalau bukan Ramadan saya bawa karung. Kalau ada orang memberi sembako kan, berat. Jadi, tidak mungkin bawa karung. Kalau pakai gerobak kan enak, ada roda tinggal didorong,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, gerobak yang dipakai pemulung musiman biasanya mulai dari meminjam sampai ada yang membeli sendiri. “Kalau untuk mereka (pemulung musiman) beli (gerobak) ada yang seperti itu, mereka ada. Nanti setelah Idul Fitri dijual lagi,” ucapnya. 

Pria bertubuh kurus ini mengaku sama sekali tidak pernah menargetkan jumlah uang yang didapatkannya setiap tahun sebagai pemulung musiman.

“Kalau buat target sih saya tidak ada. Semua kan, pemberian Allah. Kalaupun ada target, cuma bercanda-canda saja sama teman. Jadi, buat menghilangkan rasa jenuh,” kata Andi.

Apa Kata Pemulung Beneran Soal Kehadiran Mereka?

Boim (47), pemulung sungguhan yang kerap mangkal di sekitar kawasan Tebet, mengaku tidak pernah terganggu dengan kehadiran para pemulung musiman ini.

“Kalau saya, sih, tidak terganggu. Pokoknya yang penting kalau dia tidak mengganggu saya, saya tidak akan mengganggu dia. Kadang-kadang ditanya, ‘Sudah dapat banyak ini?’ Paling begitu menyapanya,” ujarnya. 

Ia menuturkan, pemulung musiman biasanya cuma muncul saat menjelang Lebaran. Mereka biasanya lebih rusuh saat mengambil bantuan dari orang yang lewat saat malam takbiran. 

Baca juga: Sampai Jadi Abu: Kisah Para Pembakar Jenazah | Asumsi

“Banyak pemulung baru itu hanya memanfaatkan untuk di malam Idul Fittri saja. Di malam takbiran, saya berkurang pendapatannya. Sudah dicegah dari depan. Kadang kalau kita sudah mau dikasih, direbut duluan (sama pemulung musiman). Misalnya, saya dipanggil tuh dari mobil, itu datang orang baru, sudah duluan dia mendekat. Ciri-cirinya, gerobaknya masih baru. Isinya tidak ada, isinya belum dapat, paling hanya 2 lembar kardus. Buat mencari sembako modusnya,” kata Boim.

Bahkan Kokom, teman Boim, menyebut para pemulung musiman ini sering membuat orang yang mau bagi-bagi rezeki jadi ketakutan. “Kalau pemulung baru, itu mobil berhenti dia sudah langsung mengejar. Jadi, seharusnya mau dapat sembako, jadi orang yang memberi kabur,” ucapnya.

Boim mengakui, rezeki paling banyak datang buat para pemulung ketika  H-1 Idul Fitri. Namun sejak malam takbiran menjelang Lebaran tahun lalu, situasinya berubah karena pandemi Covid-19.

“Kalau mau menjelang takbiran, itu banyak mobil hilir mudik itu membagi rezeki. Bukan dalam bentuk sembako, tapi amplop. Kalau malam takbiran itu bentuknya masakan, kadang kue yang sudah jadi. Kalau uang paling besarnya Rp150 ribu. Saya pernah merasakan malam Idulfitri tahun 2019, mendapatkan uang Rp500 ribu. Kalau komplek-komplek seperti ini ada sih yang kasih Rp20 ribu sampai Rp30 ribu,” tuturnya. 

Meski merasa tak terganggu, namun Boim pernah merasa dongkol dengan sikap nyinyir pemulung musiman yang dialamatkan kepadanya. Suatu hari, ia pernah disindir oleh pemulung musiman kalau rezeki yang didapatkan lebih banyak karena posisinya sebagai pemulung yang sudah mangkal di jalanan sejak lama. 

“Kadang saya menjawab, ‘kamu kan baru keliling, saya pun baru keliling juga, kan sama tidak dapat’. Kadang dia pun menghina saya dengan bilang, ‘ah masa orang lama tidak dapat, tidak percaya. Biasanya orang lama dapatnya banyak.’ Kan, beum tentu, sekarang lagi musim Covid-19,” lanjut Boim.

Di lubuk hati terdalam, sebenarnya Boim ingin berhenti menjadi pemulung. Ia lebih ingin mendapatkan rezeki dari hasil berjualan daripada minta-minta seperti ini. 

“Kalau rencana untuk berhenti ada, tapi mau bagaimana lagi? Perjuangan harus seperti ini. Lebih baik saya jualan kalau ada yang kasih rejeki,” pungkas dia.

Share: Yang Ikut Berebut Pundi-pundi Idul Fitri: Cerita Para Pemulung Musiman