Isu Terkini

Panduan Reformasi Buat Kamu yang Belum Lahir Waktu Mei 1998

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Ketika Indonesia dilanda kerusuhan pada pertengahan Mei 1998, usia Reynaldi Rifaldo masih berusia kurang dari dua pekan.

Dia masih ingat cerita ibunya yang mengatakan, pasca melahirkan pada 1 Mei 1998 di sebuah rumah sakit di Mangga Besar, Jakarta Barat, orangtuanya sempat dilanda kekhawatiran mengingat banyak orang berlarian di jalan, sementara ayahnya hanya bisa menemani ibunya terbaring di rumah sakit.

Akibat kerusuhan yang menyasar etnis Tionghoa itu, ayah Reynaldi pernah terbersit keinginan untuk melarikan diri ke luar negeri, namun niat itu diurungkan.

“Papa ada rencana untuk ke luar, tapi enggak bisa karena Mama habis melahirkan,” kata Reynaldi kepada Asumsi.

Sebagai bagian dari generasi millennials, Reynaldi sedikit banyak kurang mengetahui dan memahami mengenai apa yang terjadi pada masa Orde Baru.

“Memang zaman Soeharto selama 32 tahun, aku lihat ada peningkatan dari sebelumnya,” katanya merujuk pada sebutan presiden RI ke-2 itu sebagai Bapak Pembangunan.

Namun ia tak berharap jika Indonesia kembali ke pada masa di bawah kepemimpinan Soeharto, seperti yang belakangan muncul jargon “Penak Jamanku, Toh?”

“Menurut sebagian orang mungkin lebih enak zaman dulu, tapi kalau kita balik lagi dan dipimpin sama orang seperti Soeharto, enggak bisa. Aku rasa kita udah cukup bisa berkembang di zaman sekarang,” kata pria berusia 20 tahun itu.

Peristiwa reformasi 1998 memang jadi tonggak bersejarah bagi bangsa Indonesia. Transisi dari era Orde Baru ke Reformasi membuat keran demokrasi terbuka dan kebebasan yang dihirup sampai hari ini adalah buah perjuangan panjang itu.

Nah, tahu kah kalian, bahwa Reformasi 1998 itu bukan hanya perkara aksi demo mahasiswa saja saat mendesak Presiden Soeharto untuk mundur. Tapi, ada banyak hal yang luput dan kerap kali jarang diketahui oleh kebanyakan dari generasi millennials yang belum lahir kala itu.

Terkait pentingnya informasi soal Reformasi 1998 bagi generasi saat ini, di peringatan 20 tahun reformasi kali ini, Asumsi berbincang dengan Pamflet, organisasi yang fokus pada pergerakan anak muda, soal cara memahami dan panduan reformasi buat kalian, anak muda masa kini.

Metode Kampanye Pamflet

Pamflet punya cara sendiri dalam menyampaikan hal-hal yang berbau sejarah. Tentang reformasi 1998 sendiri, Pamflet memilih menuangkan cerita dan sejarah dalam bentuk buku.

“Sebenarnya buat Reformasi 1998 kita punya produk buku, judulnya Di Bawah Bendera Reformasi 1998. Kita mengikuti buku Di Bawah Bendera Revolusi milik Soekarno,” kata Akbar Restu, salah satu pengurus Pamflet kepada Asumsi, pada 14 Mei.

Baca Juga: Refleksi 20 Tahun Reformasi Kita: Maju-Mundur Demokrasi

Pamflet membuat buku Di Bawah Bendera Reformasi dengan tujuan agar bisa dipahami dengan mudah oleh anak-anak muda. Narasi yang dibuat memang tak terlalu berbeda dengan yang lain, tapi pembahasannya dikemas lebih “muda” karena masih banyak anak muda yang masih tidak tertarik dengan isu-isu tersebut.

“Kita memilih membuat karya-karya ilustrasi seperti komik, agar anak-anak muda bisa lebih tertarik untuk membacanya. Kita buat komik sederhana soal 1998,” katanya.

Hal-hal yang Identik dengan Reformasi 1998

Menurut Pamflet, ada beberapa kata kunci penting yang perlu diketahui anak muda masa kini soal sejumlah hal terkait reformasi 1998 dan Orde Baru.

Yang pertama, memahami istilah Orde Lama dan Orde Baru. Sederhananya, Orde Lama merupakan era di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno dan Orde Baru adalah era kepemimpinan Presiden Soeharto yang represif dan mengekang kebebasan.

Yang kedua, ada juga istilah Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Kebijakan ini dianggap kontroversi karena dituding sebagai upaya pemerintahan Soeharto dalam membungkam daya kritis mahasiswa.

Yang ketiga adalah soal adanya gerakan mahasiswa yang mengorganisir diri, mengorganisir teman-teman mahasiswa lain di daerah Jabotabek,Jawa Tengah, Jawa Timur, dan daerah-daerah lainnya untuk turun ke jalan.

Baca Juga: Hari-hari Seorang Tionghoa Semarang Saat Mei ’98: Menanti Imbas Kerusuhan Jakarta

Gerakan mahasiswa ini muncul sebagai bentuk respon dan kritik terhadap pemerintahan korup Presiden Soeharto. Mereka kompak menuntut mundurnya Soeharto yang dianggap gagal dan membuat situasi ekonomi rakyat semakin terpuruk.

Apa aja sih permasalahan yang menyebabkan munculnya Reformasi 1998? Misalnya saja, ada masalah krisis moneter, inflasi, pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran, dan sebagainya.

Yang keempat, puncak aksi mahasiswa pada Mei 1998 itu adalah situasi berubah jadi mencekam. Aparat keamanan bertindak brutal.

Yang kelima, ada empat mahasiswa Universitas Trisakti yang tertembak peluru aparat di dalam kampus pada 12 Mei 1998. Keempatnya adalah Elang Mulia Lesmana (Fakultas Arsitektur, angkatan 1996), Heri Hertanto (Fakultas Teknik Industri, angkatan 95), Hendriawan Sie (Fakultas Ekonomi, angkatan 96), dan Hafidin Royan (Fakultas Teknik Sipil, angkatan 95).

Yang keenam, bahwa bobroknya pemerintahan Soeharto diikuti dengan peristiwa-peristiwa mengerikan seperti represi terhadap mahasiswa, pembungkaman pers, sampai kasus pemerkosaan perempuan dari etnis Tionghoa, dan sebagainya.

Sisi Positif dari Era Orde Baru

Meski lebih banyak sisi negatif yang ditimbulkan pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto, Pamflet juga tetap menyertakan sisi positifnya. “Kita juga tidak menafikan terkait hal-hal positif yang ada di zaman Orde Baru,” kata Akbar.

Baca Juga: Reformasi Dari Pinggir: Bermula Demo BBM di Medan Sampai Rumah Harmoko di Solo Dibakar

Hal positif pertama versi Pamflet misalnya seperti pembangunan jalan tol dan swasembada pangan.

“Ya, walaupun swasembada pangannya tidak sustain ya pada waktu itu, kayak revolusi hijau, tapi itu kan sudah pernah membuat Indonesia jadi salah satu lumbung padi terbesar di Asia,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa revolusi hijau memang hanya bertahan beberapa tahun saja. Namun, dampaknya terhadap masyarakat saat itu bisa dirasakan selama bertahun-tahun lebih lama.

Hal positif yang kedua adalah adanya program Keluarga Berencana (KB) yang bertujuan menekan angka pertumbuhan penduduk. “Itu menurut kami juga prestasi sih, hal positif dari Orde Baru, tapi memang dampaknya hampir sama seperti permasalahan revolusi hijau tadi,” kata Akbar.

Hal-hal Lain Apa yang Perlu Diketahui Anak Muda?

“Selain lewat buku komik, medium kampanye kita kan di media sosial itu pasti, seperti kita punya Instagram, Facebook, Twitter, YouYube, kita sebarin lewat itu,” kata Akbar.

“Tapi lagi-lagi dibanding kita membahas soal politiknya yang ribet dan kurang disukai anak muda, kita lebih memilih sisi-sisi penjelasan permukaannya yang ringan dulu, ketika akhirnya tersentuh anak mudanya baru kita beri referensi yang lebih berat dalam arti yang lebih serius lagi, jadi memang ada levelnya dibagi,” ujarnya.

Selain itu, Pamflet ingin mengingatkan ke anak muda di seluruh Indonesia bahwa kebebasan atau informasi yang didapatkan hari ini bukanlah sebuah kebetulan. Bahwa ada perjuangan dari mahasiswa zaman itu yang memperjuangkan hak-hak untuk mendapatkan informasi dan berorganisasi.

“Nah, itu yang kita coba angkat juga. Jadi selain mereka tahu posisinya, mereka juga tahu bahwa ada tragedi 1998, tapi juga ada perjuangan anak muda supaya hal-hal negatif yang ada saat itu diperbaiki, diperjuangkan, ya dibenerinlah,” ujar Akbar.

Pamflet juga ikut memperkenalkan tokoh-tokoh penting bangsa Indonesia. Strateginya adalah dengan menyebarkan quote atau kutipan misalnya dari penyair Wiji Thukul atau sastrawan Pramoedya Ananta Toer.

“Karena misalnya kita ambil kutipan atau puisi Wiji Thukul, minimal kita bisa memantik anak-anak muda untuk mencari tahu, siapa sih sebenarnya Wiji Thukul ini? Minimal mereka akan mencari referensi soal itu,” demikian Akbar.

Dengan laporan Abdul Qowi Bastian

Share: Panduan Reformasi Buat Kamu yang Belum Lahir Waktu Mei 1998