Isu Terkini

Eks Koruptor Emir Moeis Jadi Komisaris Dinilai Jatuhkan Kehormatan Anak Usaha BUMN

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Foto: pim.co.id

Izedrik Emir Moeis ditunjuk Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengisi jabatan komisaris Pupuk Iskandar Muda, sejak Februari 2021. Ia merupakan bekas terpidana kasus korupsi proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Tarahan, Lampung. Kabar ini pun memicu polemik. 

Dihukum Tiga Tahun Penjara 

PT Pupuk Iskandar Muda merupakan perusahaan yang masih berada di bawah naungan BUMN. Ia merupakan anak usaha dari PT Pupuk Indonesia. Penunjukan Izedrik Emir Moeis sebagai salah satu komisaris perusahaan tersebut, diketahui dari situs resmi Pupuk Iskandar Muda, pim.co.id. Ia diketahui baru menjabat posisi tersebut pada awal tahun ini.

“Sejak tanggal 18 Februari 2021 ditunjuk oleh Pemegang Saham sebagai Komisaris PT Pupuk Iskandar Muda,” demikian dikutip dari situs tersebut.

Dari profil yang diperlihatkan di situs tersebut, diketahui sebelum mengisi posisi penting di Pupuk Iskandar Muda, Izedrik Emir Moeis, diketahui memulai karier pada tahun 1975 sebagai dosen di Fakultas Teknik Universitas Indonesia, dan Manager Bisnis di PT Tirta Menggala. 

Baca Juga: Rektor UI Mundur dari Jabatan Wakil Komisaris Utama BRI | Asumsi

Pria kelahiran Jakarta, 27 Agustus 1950 ini, diketahui merupakan salah satu koruptor yang pernah dijatuhi hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp150 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada tahun 2014. Mengutip Kompas.com, sanksi hukum atas perbuatannya diputuskan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni 4 tahun 6 bulan penjara dan membayar denda Rp200 juta subsider 5 bulan kurungan penjara. 

Pria yang merupakan salah satu kader PDI Perjuangan ini dijerat dalam kasus suap proyek pembangunan proyek PLTU di Tarahan, Lampung, tahun 2004. Hakim menilai, Emir yang kala itu merupakan anggota Komisi VIII DPR, kedapatan menerima USD $357.000 dari PT Alstom Power Incorporated Amerika Serikat, dan Marubeni Incorporate Jepang melalui Presiden Pacific Resources Inc., Pirooz Muhammad Sarafi. 

Atas perbuatannya, Emir dianggap melanggar Pasal 11 Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001. 

Memangnya Boleh Eks Narapidana Jadi Komisaris Pelat Merah?

Penunjukan bekas narapidan menjadi pejabat di perusahaan pelat merah memang bukan kali ini terjadi. Sebelumnya, mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang statusnya merupakan mantan narapidana kasus penistaan agama, ditunjuk sebagai Komisaris Utama PT Pertamina.

Kala itu, hal ini juga menjadi polemik. Namun, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD buru-buru membela Ahok. Mahfud mengatakan Ahok tetap bisa menjabat komisaris. 

“Pejabat publik itu adalah pejabat negara yang dibagi jadi dua. Pertama, pejabat yang ditunjuk berdasarkan pemilihan, kedua berdasar penunjukan dalam jabatan publik. Seorang napi masih bisa menjadi pejabat publik dengan syarat dia dipilih. Namun jika napi itu mau menjadi pejabat publik dengan penunjukan maka tidak boleh. BUMN itu bukan badan hukum publik, dia (BUMN) badan hukum perdata,” kata Mahfud seperti dikutip dari Tempo

Baca Juga: Mundur Sebagai Wakomut BRI, Rektor UI Masih Bisa Tersandung Persoalan Lain | Asumsi

Menko Polhukam menerangkan, status BUMN sebagai badan hukum perdata, hanya tunduk pada undang undang PT atau undang-undang perseroan terbatas, dan tidak tunduk kepada undang-undang aparatur sipil negara. 

“Nah ini (dalam kasus Ahok) pemerintah kan menunjuknya dalam jabatan publik, komisaris, kan dikontrak,” ucapnya.

Namun secara tegas, Indonesia Coruption Watch (ICW) menegaskan, kalau Emir Moeis yang notabene eks narapidana kasus korupsi, tidak boleh jadi komisaris di perusahaan atau anak usaha milik BUMN.

Koordinator ICW Adnan Topan Husodo menilai, hal ini merupakan kemunduran dalam pengelolaan BUMN di negeri ini. Ia menegaskan, keputusan penunjukan hal ini sama sekali tidak bisa ditoleransi. 

“Merekrut komisaris (pengawas) dari latar belakang eks napi korupsi menunjukkan kalau tidak heran kalau BUMN kita sebagian besarnya tidak berkinerja baik. Banyak yang merugi karena tata kelolanya buruk,” ucap Adnan melalui pesan singkat kepada Asumsi.co, Jumat (6/8/2021).

Ia khawatir, hal ini bisa memicu sikap pemerintah ke depan, yang menganggap wajar masalah korupsi. Sebab, pada akhirnya mereka memiliki kesempatan yang sama untuk memangku jabatan di perusahaan yang ada di bawah naungan BUMN. 

“Saya khawatir nantinya korupsi sudah dianggap masalah biasa, masalah kecil, yang tidak membawa resiko apapun bagi bangsa ini. Padahal kebijakan seperti ini sudah melanggar prinsip dasar dari pemerintahan yang kredibel dan pemerintahan yang bersih. Seperti Indonesia ini tidak punya calon lain yang lebih kredibel untuk ditunjuk sebagai pengawas BUMN. Kita jadi seperti kekurangan orang yang bagus, bersih, dan kompeten. Sementara yang bagus-bagus malah dipecat,” tuturnya.

Didesak Diganti

Adnan Topan mengingatkan kalau Kementerian BUMN mengatur syarat calon komisaris anak usaha BUMN. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-03/MBU/2012, tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan BUMN, sebagaimana telah diubah oleh Permen BUMN Nomor PER-04/MBU/06/2020.

“Ada syaratan formil di dalamnya yang harus dipenuhi yakni soal integritas. Jabatan publik itu membutuhkan standar etika dan integritas yang tinggi karena power tends to corrupt. Berbagai aturan telah menegaskan pentingnya standar tinggi para pejabat publik. Nah, ini kok ya yang dipilih eks napi korupsi,” tegasnya.

Peneliti ICW Laola Easter mendesak, supaya Menteri BUMN Erick Thohir segara membatalkan keputusan kontroversial itu, dan mengganti Emir moeis dengan sosok lainnya.

“Iya harus diganti, jika pemerintah serius mau menjaga kredibilitas dan performa BUMN. Ada banyak figur lain yang rasanya punya kapasitas untuk duduk di posisi komisaris PT. PIM. Kecuali kalau pengisian jabatan tersebut hanya soal bagi-bagi kue kekuasaan,” ujar Laola saat dihubungi terpisah.

Baca Juga: Seberapa Efektif Suntikan PMN Rp72,44 T ke BUMN? | Asumsi

Pakar kebijakan publik Universitas Indonesia (UI), Lisman Manurung, angkat bicara soal penunjukan Emir sebagai pejabat di anak perusahaan BUMN. Ia menyebut, hal ini semestinya tidak terjadi karena sama seperti membunuh integritas perusahaan tersebut. 

“Dilihat dari segi etika bisnis di mata publik tentu ini aneh, karena namanya bisnis itu erat kaitannya dengan nilai-nilai integritas. Komisaris adalah unsur dari perusahaan yang memberikan keteladan. Sedangkan, orang-orang selalu mengaitkan perilaku korupsi dengan ketidak jujuran. Itulah sisi beratnya,” katanya melalui sambungan telepon.

Jatuhkan Kehormatan BUMN

Lisman menambahkan, komisaris merupakan sosok yang dikenal publik terhormat dari sebuah perusahaan. Menaruh koruptor sebagai pejabat di perusahaan, kata dia, sama saja menjatuhkan kehormatan BUMN dan anak usahanya. 

“Komisaris adalah sosok terhormat yang juga harus tampil di depan publik. Dia itu etalase perusahaan. Heran saya, kok bisa koruptor jadi komisaris? Saya rasa perusahaan swasta saja enggak berani mengambil keputusan ini. Ini perusahaan milik negara malah ambil keputusan begini. Kan, kacau,” kata Lisman.

Lebih lanjut, Lisman menyebut, penunjukan Emir Moeis sebagai komisaris bisa memicu preseden tersendiri, dan polemik berkepanjangan jika tidak disikapi pemerintah secara serius.

Oleh sebab itu, dirinya meminta supaya Emir segera diberhentikan dan diganti dengan sosok yang lebih kompeten, seraya Kementerian BUMN menyampaikan permohonan maaf kepada publik atas terungkapnya hal ini. 

“Terserah Menteri BUMN mau bagaimana, mau hati-hati atau tidak, bersikap setelah ini (Emir jadi komisaris anak perusahaan (BUMN) terbuka? Dengan segala hormat, sebaiknya diganti. Ini bisa menjadi preseden, artinya nanti terpidana korupsi, koruptor yang lain juga mau dapat jabatan karena melihat, ‘Kok dia bisa?’ Kalau memang mau jadi sesuatu yang baru, ya sekalian saja perusahaan BUMN lainnya ada koruptornya juga yang menjabat,” tandas Lisman.

Share: Eks Koruptor Emir Moeis Jadi Komisaris Dinilai Jatuhkan Kehormatan Anak Usaha BUMN