Isu Terkini

Dilaporkan Pegawai, Ini Risiko yang Bisa Dihadapi Pimpinan KPK

Irfan — Asumsi.co

featured image
Twitter/KPK RI

Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri kini menghadapi serangan bertubi-tubi. Tindakannya mengeluarkan SK penonaktifan 75 pegawai yang tak
lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) berujung aduan. Terkini, 75 pegawai KPK yang
“kena SK Firli” melaporkannya ke Ombudsman, setelah sebelumnya aduan
yang sama dilayangkan juga ke Dewan Pengawas KPK.

Pimpinan KPK sebelumnya memang di atas
angin. TWK yang kontroversial berhasil mengeliminasi 75 pegawai yang selama ini
dikenal sebagai andalan lembaga anti rasuah itu. Namun, SK jadi tidak relevan
setelah Presiden Joko Widodo buka suara. Dalam pernyataan resminya, Jokowi
menyebut TWK tak bisa serta merta menjadi dasar memberhentikan bagi 75 pegawai
KPK yang tak lulus tes tersebut.

Pegawai KPK menyambut baik
“pembelaan” Jokowi dan meminta Firli segera mencabut SK tersebut.
Namun, beberapa hari berselang setelah Jokowi buka suara, Firli belum juga
mengambil sikap.

Pidana Hingga Dicopot

Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti
Abdul Fickar Hadjar, kepada Asumsi, menyebut laporan yang dilayangkan 75
pegawai KPK kepada Ombudsman akan berkonsekuensi teguran buat Firli. Namun,
jika teguran itu tidak diperhatikan, dan ternyata apa yang dia lakukan memenuhi
unsur pelanggaran hukum, maka bukan tidak mungkin dilanjutkan ke proses hukum.

Baca juga: Aktivis Penolak TWK-KPK Diretas Serentak, Hak Digital Semakin Terancam | Asumsi

Proses hukumnya bisa beragam. Jika ada
pelanggaran unsur pidana, maka diproses ke pengadilan. Jika ada kerugian
perdata, digugat juga ke pengadilan. “Begitu juga jika ada pelanggaran
administrasi negara, maka prosesnya di PTUN. Kalau etika ke Dewan Pengawasan
KPK,” ucapnya.

Pelaporan Firli atas tindakannya kepada
KPK bisa juga membuat marwah kepemimpinannya jadi diragukan. Bahkan tak menutup
kemungkinan posisinya dicopot.

“Yang paling berat, usulan
pemberhentian kepada Presiden,” kata Fickar.

Menurut Fickar, selama ini ada salah
penafsiran dalam penerapan UU KPK yang baru, terutama terkait alih status
pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Menurutnya, begitu UU yang
baru berlaku, maka dengan sendirinya seluruh pegawai KPK langsung menjadi ASN.
Hal ini mengingat tes masuk KPK harus dianggap sebagai bagian dari tes masuk
ASN.

“Karena itu, jika ada kelemahan
dalam wawasan kebangsaan dengan ukuran hasil tes, maka seharusnya dilakukan
penambahan wawasan. Bukan memutus hak pegawai KPK sebagai ASN,” kata Fickar.

Oleh karena itu, tidak beralasan jika
menjadi dasar menonaktifkan 75 pegawai KPK. Apalagi UU jelas mengatur bahwa
alih status tak boleh merugikan pegawai KPK. Jika pimpinan KPK, khususnya ketua
KPK, memaksakan diri, maka itu sudah jadi tindakan yang sewenang-wenang.

“Pernyataan Presiden pun sudah
cukup, bahwa semua pegawai KPK itu harus di-ASN-kan sesuai yang diamanatkan UU.
Tes itu fungsinya untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas sebagai ASN.
Artinya, tes hanya menjadi dasar perbaikan bukan penolakan menjadi ASN,”
ucap dia.

Diduga Lakukan Maladministrasi

Sebelumnya, Direktur Pembinaan Jaringan
Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko mewakili 75 pegawai KPK
yang dinonaktifkan melaporkan lima pimpinan ke Ombudsman terkait dugaan
maladministrasi. Setidaknya ada enam pelanggaran yang dilakukan oleh pimpinan
KPK, yaitu terkait metode alih status Pegawai KPK yang bertentangan dengan
prisnip-prinsip hukum dan hak asasi manusia, serta kepastian hukum.

Baca juga: 75 Pegawai KPK Minta Namanya Direhabilitasi dan SK Penonaktifan Dicabut | Asumsi

Lewat aduan ini, 75 pegawai KPK yang tak
lulus UKW meminta Ombudsman memeriksa Firli Bahuri dan Komisioner KPK lainnya
atas kebijakan TWK yang bertentangan dengan UUD 1945, UU Ombudsman, UU
pelayanan Publik, UU ASN dan UU KPK.

Mengutip Suara.co, Ketua Ombudsman
RI Mokhamad Najih menyebut pihaknya punya kewenangan untuk memeriksa siapapun
yang dilaporkan kepada mereka. Termasuk lima pimpinan KPK. Meski begitu, kata
Najih, lembaga yang dipimpinnya terlebih dahulu akan mendalami laporan yang
kini telah diterima dari 75 pegawai KPK.

Dari pemanggilan itu, nantinya diharapkan
mampu mengetahui adanya dugaan maladministrasi yang dilakukan pimpinan KPK atau
tidak. “Kami akan dalami dulu karena semua laporan ada mekanismenya.
Karena kami juga belum tahu detail isi laporan, tentang pihak-pihak yang perlu
kami periksa. Nanti pemeriksaan selanjutnya akan jadi kewenangan dari
keasistenan utama bidang VI,” kata Najih.

Firli Yang Kontroversial

Kehadiran Firli di KPK memang
kontroversial sejak awal. Dipilih oleh DPR pada 16 September 2019 lalu, banyak
suara sumbang yang menyebut kalau Firli diragukan independensinya. Kontroversi
pimpinan saat itu juga dibumbui oleh proses pemilihan pimpinan KPK yang
berlangsung cukup singkat di hari-hari terakhir DPR RI periode 2019-2024 dengan
bermacam regulasi yang penuh penentangan publik. Salah satunya Revisi UU KPK.

Seperti sudah diberitakan di banyak
media, Firli ditengarai pernah melanggar kode etik saat masih bertugas di KPK.
Anggota Polri ini bertemu dengan Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi yang
saat itu sedang jadi saksi terkait perkara divestasi Newmont yang dikaji KPK.
Hal tersebut memicu dikembalikannya Firli ke institusi asal, yakni Polri.

Hal tersebut sempat ditanyakan oleh
Komisi III saat uji kepatutan dan kelayakan Capim KPK. Anggota Komisi III DPR
RI dari FPDIP Arteria Dahlan, misalnya, menanyakan perihal pertemuan-pertemuan
yang membuat independensi Firli dipertanyakan. Dalam forum itu, Firli menjawab
pertemuan dengan TGB adalah pertemuan terbuka dan tak ada pembicaraan kasus di
sana.

Baca juga: Cerita Tata, Tak Lolos TWK KPK Kini Status Kepegawaiannya Menggantung | Asumsi

Tetapi, sejak awal, pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan kepada Firli dianggap basa-basi. Soalnya, alih-alih dicecar
seperti sembilan capim lainnya, proses uji kepatutan dan kelayakan Firli
relatif mulus dan bahkan banjir pujian. Setelah Firli selasai memaparkan
makalahnya tentang penguatan supervisi antar lembaga dengan KPK serta
mengedepankan pencegahan, misalnya, Anggota Komisi III DPR-RI Fraksii PDIP
Arteria Dahlan mengapresiasi makalah pemaparan Firli yang dinilai sangat
komprehensif dan sangat baik untuk diterima publik.

Arsul Sani dari PPP juga menyanjung Firli
dengan menyatakan, kualitas makalah visi misi jenderal bintang dua ini sekelas
dengan seleksi untuk mengisi kursi Kepala Kepolisian Republik Indonesia
(Kapolri).

Seluruh anggota Komisi III memang sangat
puas dengan pemaparan Firli. Bahkan saat diberi kesempatan untuk mendalami
pemaparan, Masinton Pasaribu dari PDIP menyebut pemaparan Firli sudah sangat
cukup dan bisa didalami saat Firli menjabat. Padahal, saat itu belum ditentukan
siapa yang akan jadi pimpinan KPK. Hujan tepuk tangan dari para anggota Komisi
III pun silih berganti memeriahkan ruang rapat saat Firli menyampaikan
kata-kata penutup.

Jelang pergantian hari, tepatnya Jumat
(13/9/2019) dini hari, Komisi III menetapkan lima pimpinan KPK, yakni Firli
Bahuri, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango, serta Nurul
Ghufron sebagai pimpinan KPK periode 2019-2023. Firli didapuk sebagai Ketua.

Share: Dilaporkan Pegawai, Ini Risiko yang Bisa Dihadapi Pimpinan KPK