Sejumlah destinasi wisata di Indonesia kebanjiran wisatawan
pada libur Idulfitri kemarin. Meski diklaim wisatawan yang datang adalah
wisatawan dari dalam kota, bertumpuknya mereka di satu tempat tetap jadi
sorotan. Mengingat saat ini pandemi Covid-19 masih menghantui.
Dua objek wisata yang viral di
antaranya Pantai Ancol di DKI Jakarta dan Pantai Pangandaran di Jawa Barat.
Saking membludaknya pengunjung yang datang, tak tampak lagi kemungkinan bisa
menerapkan protokol kesehatan.
Sayangnya, ketika masyarakat
sudah datang, berlibur, dan menciptakan kerumunan, aturan penutupan baru
diterapkan. Seperti latah, satu per satu pemerintah daerah pun melakukan
peraturan penutupan wisata yang sama.
Seolah-olah, dibiarkan viral
dulu, baru aturan diciptakan dan berlaku.
Baca juga: Karantina Hingga Tes Acak, Antisipasi Oleh-Oleh Covid-19 di Arus Balik | Asumsi
Mengomentari ini, pakar kebijakan
publik Trubus Rahadiansyah menyebut kalau pemerintah, baik pusat maupun daerah,
tidak mungkin buta pada potensi keramaian di objek wisata. Apalagi, ini
berbarengan dengan libur panjang lebaran dan ketidakkonsistenan pemerintah sejak
awal di mana mudik dilarang namun tempat wisata dibuka.
Trubus lantas beranggapan kalau
pemerintah daerah melakukan pembiaran. Saat terjadi kritik, perilaku masyarakat
lah yang disalahkan.
“Ya itu menurut saya ada
unsur kesengajaan bahwa pemerintah dan pemda itu tidak mengantisipasi
titik-titik di mana masyarakat berkumpul terutama tempat wisata,” kata
Trubus kepada Asumsi, Senin (17/5/2021).
Menurut dia, karena tidak ada
aturan baku soal penutupan tempat wisata, sedari awal semestinya pemerintah sudah
menyiapkan langkah preventif dan mitigasi. Mereka harus bisa memetakan daerah
mana saja yang rawan didatangi wisatawan untuk mengisi liburan.
“Jadi ada kesan bahwa
pemerintah enggak mau disalahkan. Kesalahan ada di publik. Pemerintah
menganggap peraturan sudah ada, tapi tidak diikuti. Padahal peraturan ini tidak
diinformasikan dan diedukasikan kepada masyarakat. Jadi seperti melempar handuk
kepada publik,” ucap dia.
Baca juga: Yang Ikut Berebut Pundi-pundi Idul Fitri: Cerita Para Pemulung Musiman | Asumsi
Dengan sumber informasi yang
terpadu dari tingkat RT, tidak mungkin pemerintah daerah berdalih tidak tahu
potensi kerumunan ini. Kalau pun lokasi wisata tetap akan dibuka, mestinya
sudah ada pengetatan sejak awal sehingga tidak menimbulkan kerumunan yang
berlebihan.
“Tapi, saya rasa Pemda itu
enggak mau juga mengeluarkan biaya. Kalau misalnya menjaga tempat wisata dalam
penegakan prokes kan harus membayar relawan dan aparat. Padahal anggarannya
ada, sesuai dengan instruksi Kemendagri soal re-focusing anggaran. Tapi
kan penyimpangan masih berpotensi terjadi,” ucap dia.
Karena sudah kecolongan sejak
awal, maka penutupan objek wisata yang dilakukan setelah masa liburan usai
menjadi tidak berguna. Di sisi lain, kebijakan yang tiba-tiba dan tidak terukur
ini malah akan memukul lagi industri pariwisata yang sejatinya sedikit demi
sedikit sudah mulai bergeliat.
“Sebenarnya ditutup sekarang
sudah enggak efektif. Itu kan merugikan tempatnya juga. Di Tanah Abang,
misalnya, itu ada lonjakan, terus viral, dan tiba-tiba ditutup. Langsung sepi
pengunjung. Harusnya ketika rugi pemerintah pun memikirkan adanya
kompensasi,” ucap dia.
Pembuatan aturan yang terkesan
mendadak dan tergesa-gesa setelah satu peristiwa jadi sorotan atau viral pun
disebut Trubus tak lepas dari laku pencitraan para pimpinan. Mereka selalu
ingin dianggap peduli pada satu hal yang dianggap ramai dan jadi perbincangan
publik.
Baca juga: Miris, Lurah-lurah Ini Dicopot Usai Minta THR Lebaran | Asumsi
“Padahal kalau mereka mau
peduli sejak awal sudah dipersiapkan kebijakan yang akan diterapkan beserta
dampak dan solusinya,” ucap dia.
Evaluasi
Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno menyatakan akan berkoordinasi dengan
pemerintah daerah dan tempat wisata untuk mengevaluasi kunjungan wisatawan yang
melampaui kapasitas. Berdasarkan keterangan pers, Senin (17/5/2021), Sandi
mengaku selama ini sudah berupaya agar sektor pariwisata bisa berjalan
berdampingan dengan upaya pengendalian Covid-19 lewat peluncuran panduan Cleanliness,
Health, Safety, and Environment Sustainability (CHSE).
Sejumlah tempat wisata juga
disertifikasi sebagai jaminan protokol kesehatan diterapkan ketat dan disiplin.
Faktanya, banyak pengelola tempat wisata yang tak mampu membatasi pengunjung
yang datang. Maka, tindakan selanjutnya adalah evaluasi dengan bekerja sama
dengan aparat dan pemerintah daerah.
Baca juga: Warga Dibuat Bingung Lantaran Menag Larang Mudik, tapi Wapres Minta Dispensasi | Asumsi
Menurut Sandi, memang tidak semua
pelaku parekraf sudah menerapkan pandan CHSE. Untuk itu, pihaknya bersama Pemda
akan memberikan pelatihan dan pendampingan bagi pengelola tempat wisata yang
belum siap menerapkan protokol kesehatan yang tepat dan benar. Menurut dia, hal
itu bertujuan agar kondisi ekonomi yang kini mulai pulih, terutama sektor
pariwisata dan ekonomi kreatif, dapat terjaga.
Sandi juga meminta agar protokol
kesehatan yang sudah disosialisasikan sebelum lebaran kembali diperketat oleh
para pengelola destinasi wisata. Panduan CHSE bisa diunggah secara online
dan para pengelola bisa mengajukan permohonan sertifikasi sebagai jaminan dan
keselamatan bagi wisatawan.
Langkah tersebut, menurutnya,
penting agar sektor parekraf tidak selalu dianggap jadi sumber masalah,
melainkan bagian dari solusi atas pandemi Covid-19. “Harapan kami agar
sektor pariwisata dan ekonomi kreatif ini bangkit dan pulih, membuka lapangan
kerja seluas-luasnya, patuh terhadap protokol kesehatan dan mampu untuk menjadi
lokomotif, agar kita bisa melihat SDM-SDM yang diberi pelatihan mampu untuk
mengawal program pemerintah yang tepat sasaran, tepat manfaat dan tepat
waktu,” ucap dia.