General

Alasan KPU Berencana Larang Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg di Pemilu 2019

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus menggodok sejumlah aturan jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Salah satu usulan yang muncul adalah soal larangan mantan narapidana kasus korupsi maju jadi calon legislatif (caleg) di Pemilu 2019 nanti.

Rencana larangan mantan narapidana untuk mencalonkan diri di Pemilu 2019 itu sendiri tertulis di draf Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan pada Pemilu 2019. Sejauh ini, wacana tersebut masih dibahas bersama Komisi II DPR RI.

Berkaca dari Cakada Tersangka di Pilkada 2018

Ketua KPU RI Arief Budiman mengatakan bahwa wacana itu muncul setelah melihat fenomena beberapa calon kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi saat proses Pilkada Serentak 2018 sedang berjalan.

“Sebetulnya itu kan merespons apa yang berkembang saat pencalonan pilkada setelah dicalonkan, kemudian ditetapkan sebagai tersangka karena kasus dugaan tindak pidana korupsi,” kata Ketua KPU RI Arief Budiman usai rapat di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin, 2 April.

Dua Usul Untuk Perketat Seleksi Caleg

Nah, guna mencegah terjadinya masalah yang sama di Pemilu 2019 mendatang, KPU pun memiliki dua usul guna memperketat seleksi caleg. Usulan pertama adalah bakal calon anggota DPR, DPRD, dan DPD diminta melampirkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) saat mendaftar sebagai kandidat.

Laporan harta tersebut diminta agar caleg lebih berhati-hati. Lalu, Arief menjelaskan usulan kedua yakni KPU akan meminta mantan narapidana korupsi tidak diperkenankan mencalonkan diri.

“Ini kami usulkan, nanti silakan publik menilai. Kalau disepakati bersama ya kami gunakan,” ujar Arief Budiman.

Arief menjelaskan diusulkannya ketentuan tersebut merupakan upaya pencegahan tindak korupsi yang dilakukan oleh caleg yang akan maju di Pemilu 2019. KPU menginginkan agar calon yang akan maju di Pileg 2019 benar-benar bersih dari kasus-kasus korupsi.

“Kemudian ya kita mau menyediakan, menyajikan calon-calon yang memang tidak tersentuh dengan kasus-kasus korupsi, makanya kita masukan juga syarat itu,” ungkapnya.

Draf PKPU Pencalonan untuk Pemilu 2019 itu sendiri akan diuji publik terlebih dulu oleh KPU. Selain itu, penyelenggara juga akan membawa rancangan PKPU itu dalam rapat konsultasi bersama Komisi II DPR RI.

“Tetapi ini kan masih masuk proses pembahasan dan masih usulan yang akan diajukan dalam rapat konsultasi. Kita pun juga akan bicarakan ini dalam uji publik dengan kelompok masyarakat. Kita lihat hasilnya nanti seperti apa,” ujarnya.

UU Pemilu Saat Ini Bolehkan Siapa Saja Maju

Seperti diketahui, peraturan soal pencalonan bakal anggota legislatif di pemilu telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam Pasal 240 beleid, bakal caleg harus tidak pernah dipenjara berdasarkan putusan inkracht dengan ancaman pidana 5 tahun atau lebih, kecuali telah terbuka mengaku kepada masyarakat.

Menurut Ketua Komisi II DPR RI Zainuddin Amali, Undang-Undang Pemilu yang ada saat ini masih memperbolehkan siapa pun yang akan maju sebagai caleg. Termasuk pihak yang berstatus tersangka sekalipun.

Amali menilai usulan PKPU tersebut belum bisa diterima. Sebab, jika KPU berkaca pada Pilkada yang berpedoman pada UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, masih memperbolehkan mantan terpidana untuk maju di pemilihan umum.

“Ya itu kan aturan UU-nya seperti itu. Jadi KPU tidak bisa memberlakukan aturan yang di luar norma UU. UU masih menyatakan, walaupun dalam status tersangka, dia tetap masih bisa ikut (pencalonan legislatif),” kata Zainuddin.

Sekadar informasi, pendaftaran caleg untuk Pemilu 2019 sendiri akan dimulai Juli 2018. Penetapan caleg akan dilakukan bersamaan dengan capres dan cawapres pada 20 September 2018. lalu, pada 23 September 2018, mereka bisa melakukan kampanye hingga tiga hari sebelum pemungutan suara berlangsung pada 17 April 2018.

Baca juga:

Share: Alasan KPU Berencana Larang Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg di Pemilu 2019