Kemelut calon kepala daerah (cakada) yang ditetapkan jadi tersangka masih terus jadi polemik bagi pemerintah maupun Komisi Pemilihan Umum (KPU). Merujuk dari UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada dan Peraturan KPU (PKPU) tentang pencalonan, calon kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka di tengah pelaksanaan pilkada enggak bisa ngundurin diri. Bahkan partai politik pengusung pun enggak boleh menarik dukungan kepada calon yang diusungnya.
Pergantian hanya dapat dilakukan jika terjadi tiga hal, yaitu, jika cakada sakit parah sehingga enggak bisa lagi beraktivitas, meninggal dunia, atau telah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Sejauh ini, sedikitnya telah ada enam calon kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka adalah:
Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali bilang bahwa KPU udah enggak bisa lagi ngerevisi Peraturan KPU (PKPU) yang ngatur mekanisme pergantian cakada dalam Pemilihan Kepala (Pilkada) Serentak 2018. Menurut Zainudin, KPU enggak boleh merevisi aturan main di tengah rangkaian pelaksanaan Pilkada.
Sehingga, kata Zainudin, KPU harus tetap mengacu pada peraturan yang ada, yakni PKPU yang dibuat berdasarkan Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Hal serupa juga berlaku untuk Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“Saya kira itu satu hal yang tidak mungkin dilakukan oleh KPU atau Bawaslu [mengubah PKPU],” kata Zainudin di Gedung DPR, dilansir dari CNNIndonesia.com pada Selasa, 3 April.
Menurut Zainudin, Pilkada serentak 2018 akan tetap dilaksanakan berdasarkan aturan-aturan dalam UU tersebut. Oleh sebab itu, pihaknya enggak punya rencana untuk merevisi UU tentang Pilkada demi mengakomodasi pergantian calon kepala daerah yang terjerat korupsi.
“Saya kira sudah enggak, karena tahapan sudah jalan. Apalagi Pilkada semua sudah jalan,” ujarnya.