Covid-19

Ivermectin Tak Lagi Layak Jadi Obat COVID-19, Punya Efek Samping Serius

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
ANTARA/HO-Kementerian BUMN/am

Di tengah penyebaran varian COVID-19 Omicron  yang kian masif di tanah air, muncul imbauan
untuk tak menggunakan sejumlah obat dalam proses penyembuhannya. Salah satunya,
Ivermectin yang selama ini diyakini bermanfaat untuk diberikan sebagai obat
bagi yang terpapar virus Corona.

Adapun pernyataan yang menyebutkan Ivermectin tak bermanfaat
untuk melawan COVID-19 disampaikan oleh Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zubairi Djoerban.

Adapun Ivermectin merupakan salah satu obat yang selama ini
banyak direkomendasikan pejabat negara sebagai obat untuk bagian dari
penyembuhan virus Corona. Misalnya, Kepala Staf Kepresidenan RI Moeldoko yang
mengatakan, Ivermectin manjur digunakan oleh angota HKTI yang menjadi pasien
Covid-19 di Depok hingga Bekasi.

Ia juga mengklaim, obat tersebut juga menyembuhkan 40 kasus
virus corona di Semarang Timur, 25 orang pasien di Sragen dan 13 orang di
Kudus.

Bahkan, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir
mengungkapkan rencana pemerintah memproduksi massal Ivermectin sebagai obat
untuk pencegahan dan penyembuhan dari COVID-19.

Efek Samping Serius

Melalui cuitan di akun Twitter @Profesor Zubairi, ia
menyebutkan kalau penggunaan Ivermectin dalam pengobatan COVID-19, justru bisa
memicu efek samping yang serius.

Tak hanya Ivermectin, ia mengatakan obat-obatan lainnya yang
diyakini bisa menjadi obat virus Corona bahkan kini juga tak layak diberikan
kepada para penderitanya.

“Ivermectin, Klorokuin, Oseltamivir, Plasma
Convalescent, Azithromycin yang dulu dipakai untuk Covid-19 kini terbukti tidak
bermanfaat, bahkan menyebabkan efek samping serius pada beberapa kasus,”
cuitnya.

Zubairi menambahkan, obat-obatan yang diberikan kepada para
pasien COVID-19 yang menjalani rawat inap ini tak lagi disetujui penggunaannya
oleh Badan Pengawas Obat & Makanan Amerika Serikat (FDA), Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), hingga regulator obat Uni Eropa.

“Banyak laporan pasien yang memerlukan perhatian medis,
termasuk rawat inap, setelah konsumsi Ivermectin,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Zubairi menerangkan Klorokuin atau Chloroquine
yang sempat dianggap bisa menjadi obat COVID-19 ini, bahkan berbahaya bagi
kesehatan jantung. Sayangnya, kedua jenis obat ini sudah dikonsumsi oleh
ratusan ribu penderita COVID-19  di
dunia.

“Malah berbahaya untuk jantung. Manfaat antivirusnya
justru enggak ada. Jadi, klorokuin tidak boleh dipakai lagi,” terangnya.

Pilihan Obat

Sementara itu, untuk Oseltamivir, lanjut dia saat ini juga
belum dapat dipastikan secara ilmiah mampu melawan virus Corona. Sebab obat
ini, selama ini hanya dimanfaatkan untuk obat influenza.

WHO, kata dia sudah menyatakan obat ini tidak berguna untuk
proses penyembuhan COVID-19 kecuali saat terpapar virus mematikan ini,
penderitanya juga terbukti positif Influenza. Maka, dirinya menyarankan supaya
obat ini tak lagi dikonsumsi penderita COVID-19.

Zubairi menyarankan, ada beberapa obat yang dinilai bisa
dimanfaatkan sebagai antivirus COVID-19. Ia mengatakan Avigan atau Favipiravir,
Molnupiravir, dan Remdesivir masih diperbolehkan menjadi pilihan obat.

Namun, ia mengatakan obat mana yang nantinya bisa diberikan
kepada pasien COVID-19 akan disesuaikan berdasarkan rekomendasi dari dokrter
yang menanganinya.

Sementara itu, Zubairi mengatakan Azithromycin merupakan
jenis obat ini yang sifatnya hanya bermanfaat untuk melawan bakteri dan tak
dianjurkan sebagai bagian dari terapi penyembuhan.

“Obat ini juga tidak bermanfaat sebagai terapi
COVID-19, baik skala ringan serta sedang. Kecuali ditemukan bakteri-selain
virus penyebab Covid-19 dalam tubuh Anda. Kalau hanya Covid-19, maka obat ini
tidak diperlukan,” katanya.

Sedangkan, terapi Plasma Konvalesen yang juga diyakini
efektif menjadi terapi penyembuhan virus Corona juga tidak bermanfaat. Zubairi
menyebutkan pemberian Plasma Konvalesen membutuhkan biaya yang mahal dengan
prosesnya lama.

“Plasma Konvalesen oleh WHO tidak direkomendasikan
kecuali dalam konteks uji coba acak dengan kontrol,” ungkapnya.

Zubairi pun mengonfirmasi cuitan yang disampaikannya lewat
Twitter ini. Ia menegaskan kalau Ivermectin sudah tidak boleh lagi digunakan
untuk pengobatan COVID-19.

“Ya, betul. Memang sudah semestinya tidak lagi
digunakan dalam pengobatan pasien COVID-19 saat ini,” ucapnya kepada
Asumsi melalui pesan singkat.

Dipengaruhi Reaksi Obat

Epidemiologi FKM Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko
Wahyono pun mengamini kalau Ivermectin memiliki efek samping berbahaya bagi
pasien penderita virus Corona yang mengonsumsinya.

Begitu pula dengan Klorokuin, Oseltamivir, serta
Azithromycin yang efek samping penggunaannya sama berbahayanya dengan
Ivermectin. Ia menyarankan obat-obatan ini tak lagi digunakan dalam terapi
pengobatan pasien.

“Ivermectin itu kan, sedari awal saya sampaikan itu
obat cacing ya. Efek sampingnya itu, busa menyebabkan penyakit jantung hingga
gangguan ginjal. Ada efek samping ini,” ujarnya saat dihubungi terpisah
melalui sambungan telepon.

Yunis mengatakan, efek samping Ivermectin bisa muncul tanpa
dipengaruhi jumlah dosis yang diberikan. Sebab, menurutnya efek sampingnya
muncul karena reaksi kandungan obat tersebut di dalam tubuh.

“Jadi bukan karena dosisnya. Memang reaksi obatnya yang
bisa bikin efek samping. Potensi terjadinya efek samping parah ini memang bisa
terjadi pada 1:1.000 kasus pasien. Meski perbandingan kecil, tapi bahaya efek
samping tetap mesti diwaspadai,” terangnya.

Sementara itu, ia mengatakan Favipiravir, Molnupiravir, dan
Remdesivir memang bisa menjadi pilihan obat bagi penderita COVID-19. Namun, tak
bisa asal diberikan kepada pasien.

“Tentu enggak bisa sembarangan dikasih. Tetap harus ada
pengawasan dokter. Sebetulnya, kalau kita kena COVID-19 dan enggak ada gejala
penyakit parah, cukup isoman dan menjaga kondisi tubuh dengan makan sehat,
cukup istirahat, dan menjaga imun,” imbuhnya.

Baca Juga

Share: Ivermectin Tak Lagi Layak Jadi Obat COVID-19, Punya Efek Samping Serius