Isu Terkini

Agar RUU TPKS Tak Sekadar Menghukum Pelaku, Tapi Juga Pemulihan Korban

Tesalonica — Asumsi.co

featured image
ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Kasus kekerasan seksual masih banyak terjadi di Indonesia. Menurut Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute, Nisaaul Muthiah salah satu penyebabnya adalah budaya patriarki yang menganggap bahwa perempuan adalah jenis kelamin nomor dua (the second sex).

Selain itu, kurangnya komitmen negara untuk menangani kekerasan seksual juga menjadi penyebab tingginya kasus kekerasan seksual. Hal ini disampaikannya dalam Webinar The Indonesian Forum yang diadakan oleh The Indonesian Institute, Kamis (27/1/2022).

Empat hal penting: Menurut Nisa, terdapat empat hal penting yang menyebabkan lemahnya penanganan kekerasan seksual. Pertama, masih mengabaikan hak korban.

Kedua, sistem peradilan yang tidak ramah pada korban. Ketiga, belum fokus pada pemulihan korban, sedangkan keempat minimnya pengetahuan mengenai kekerasan seksual.

Pengesahan RUU TPKS: Saat ini landasan hukum dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan baik itu di tingkat internasional maupun di tingkat nasional sebenarnya sudah ada. Faktanya, kekerasan seksual terhadap perempuan masih saja terjadi.

Nisa menilai hal itu menunjukkan bahwa landasan hukum yang ada masih belum mampu menjadi payung hukum yang komprehensif untuk mencegah dan menangani tindak kekerasan terhadap perempuan. Sementara masih adanya judicial stereotyping dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

“Maka dari itu, RUU TPKS harus segera disahkan. Ini dapat mengakomodir aspek pemulihan korban, diantaranya meliputi pemulihan fisik, psikis, ekonomi, sosial, dan budaya,” ucap Nisa, dalam keterangan tertulis yang didapat Asumsi.co, Kamis (27/1/2022).

Apa saja yang diperlukan RUU TPKS: Dalam kesempatan yang sama, Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Siti Aminah Tardi mengatakan ada enam elemen kunci yang harus ada dalam RUU TPKS. Keenamnya ialah pencegahan, pemantauan, hak korban, hukum acara khusus, sanksi pidana, dan tindak pidana.

“Jika salah satu dari enam elemen tersebut tidak dimasukkan dalam RUU TPKS, maka proses penghapusan kekerasan seksual akan menjadi tidak utuh,” kata Siti Aminah.

Judul tidak boleh diubah: Sebelumnya, dalam sidang paripurna DPR saat menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi RUU inisiatif, Fraksi Gerindra memberi catatan agar kata “kekerasan” dihapus. Terkait hal itu, Siti Aminah mengatakan judul Tindak Pidana Kekerasan Seksual tidak boleh diubah.

“Judul tersebut mencakup isi dari undang-undang tersebut dimana kekerasan seksual yang terdapat unsur pidana di dalamnya. Jadi tidak boleh diubah,” katanya.

Sanksi yang efektif: Dalam webinar itu juga, Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati mengatakan ada tiga aspek penting yang perlu dikuatkan dalam RUU TPKS yaitu pengaturan ketentuan pidana, penguatan hak korban, dan penguatan pengaturan hukum acara.

Terkait sanksi yang efektif, Maidina mengatakan tidak setuju dengan penetapan hukuman mati pada pelaku kekerasan seksual. Menurutnya, untuk menghapuskan tindak kekerasan seksual, yang paling diperlukan adalah menghapus cara pandang pelaku.

“Dalam hal ini, ICJR menentang penghukuman mati untuk kasus apapun, termasuk dalam kasus kekerasan seksual,” ucapnya.

Proses pengesahan RUU TPKS: Terkait terkait perancangan dan pengesahan RUU TPKS yang masih digodok DPR, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Diah Pitaloka, memberi gambaran soal proses politik yang ada.

Menurutnya, saat ini terdapat banyak pandangan dan banyak paradigma diantara berbagai fraksi di DPR.

“Permasalahannya adalah bagaimana kita menyepakati setiap pasal-pasal di dalamnya dengan tetap membawa paradigma yang sama. Walaupun begitu, harapannya RUU TPKS dapat segera disahkan dan menjadi kemajuan dalam perjuangan hak-hak korban kekerasan,” pungkas Diah. (zal)

Baca Juga:

Puan Minta Jokowi Segera Kirim Surpres RUU TPKS

Paripurna DPR Setujui RUU TPKS jadi RUU inisiatif

DPR Usir Komnas Perempuan dari Rapat: Telat dan Tak Beretika

Share: Agar RUU TPKS Tak Sekadar Menghukum Pelaku, Tapi Juga Pemulihan Korban