Isu Terkini

Duduk Perkara Jokowi Digugat Warga Padang Rp60 Miliar Gegara Utang Pemerintah Tahun 1950

Tesalonica — Asumsi.co

featured image
ANTARA FOTO/IPPHOS/1945

Presiden Joko Widodo digugat atas utang Pemerintah RI sejak 1950 oleh seorang warga asal Padang, Sumatera Barat bernama Hardjanto Tutik. Tak hanya Jokowi, Menteri Keuangan dan DPR RI juga ikut terseret soal gugatan serupa ke Pengadilan Negeri Padang.

Sebelumnya, salah satu pengusaha rempah Lim Tjiang Poan yang merupakan ayah kandung dari Hardjanto sempat meminjamkan uang kepada pemerintah pada tahun 1950.

Pinjaman darurat Soekarno: Seiring dikeluarkannya Undang-Undang darurat RI Nomor 13 tahun 1950 tentang pinjaman darurat, membuat proses utang piutang ini terjadi. Kala itu, UU ini ditandatangani oleh Presiden RI Soekarno, pada 18 Maret 1950 di Jakarta.

“Dengan adanya Undang-Undang itu dan negara sedang dalam kesulitan, maka saat itu Lim Tjiang Poan meminjamkan uangnya kepada Pemerintah RI,” ucap Mendrofa, dikutip dari Kompas.

Siapa Lim Tjiang Poan: Adapun pemberi pinjaman, Lim Tjiang Poan merupakan pengusaha rempah yang cukup berada, sehingga mampu membantu negara dengan meminjamkan uangnya saat itu.

Lebih lanjut, Mendrofa mengatakan uang yang dipinjam sebesar Rp80.300 dengan bunga 3 persen per satu tahun, berdasarkan peraturan perundang-undangan. Bukti penerimaan uang ini telah ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sjafruddin Prawiranegara tahun 1950.

Bunga Berbunga hingga Rp60 miliar: Dari pokok pinjaman Rp80.300 terdapat bunga pinjaman 3 persen per satu tahun. Sementara bunga satu tahun ialah Rp2.409 dan bunga pinjaman pokok dikonversikan pada emas murni menghasilkan emas seberat 0,603 kilogram per satu tahun.

Menurut keterangan, pinjaman pemerintah terhitung dari tanggal 1 April 1950 hingga 2021. Sehingga utang tersebut sudah 71 tahun dan bunga yang dikonversikan dengan emas 0,633 kg adalah sebanyak 42,813 kg emas murni.

“Jika diuangkan sekarang mencapai Rp60 miliar,” lanjut Mendrofa.

Permintaan ditolak negara: Usai dipinjamkan, Lim ternyata belum sempat mengambil bunga dan pinjaman pokoknya. Mendrofa mengungkap saat itu Lim peduli dengan kondisi pemerintah yang sulit dalam keuangan.

Lambat laun Lim mulai sakit-sakitan pada 1975 dan meninggal dunia pada 2011, sehingga anak-anaknya mendapatkan warisan Lim termasuk Hardjanto. Usai menerima warisan, Hardjanto baru mengetahui tentang keberadaan surat utang negara tersebut.

Hardjanto dengan sigap segera minta uang itu ke negara, tetapi nihil. Mendrofa mengungkap permintaan kliennya itu ditolak negara dengan alasan sudah kadaluarsa.

Kecewa dipersulit: Melalui bantuan ini, Mendrofa menilai seharusnya negara memberi penghargaan kepada kliennya sebab telah memberikan bantuan pinjaman saat pemerintah sedang diujung tanduk.

Hal ini membuat Hardjanto dan lainnya berharap agar pemerintah tidak mempersulit proses pengembalian uang pinjaman tersebut.

Pemerintah tak bersedia: Namun, Hardjanto tetap membawa kejadian ini ke jalur hukum. Meskipun, pihak Pengadilan Negeri Padang telah menggelar mediasi antara Hardjanto dengan Jokowi, tetap saja tindakan ini tak berhasil.

Sebagai fasilitator mediasi, Hakim Reza Himawan Pratama tak menemukan jalan tengah antara penggugat dengan tergugat. Diketahui, Jokowi dan tergugat lainnya tidak bersedia untuk membayar utang tersebut.

Pernyataan ini telah tertuang dalam jawaban tertulis Menteri Keuangan yang diwakili 12 orang pengacara itu disebutkan berdasarkan ketentuan Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 466a/1978 diatur surat obligasi yang telah lewat waktu lima tahun sejak tanggal ditetapkannya keputusan pelunasan tanggal 28 November 1978, namun jika tidak diuangkan maka akan kadaluarsa.

“Berdasarkan hal tersebut di atas oleh karena surat obligasi yang diklaim oleh penggugat sebagai mana mestinya tidak dimintakan/ditagihkan pelunasannya paling lambat lima tahun sejak KMK tersebut, maka surat obligasi tersebut jadi daluarsa sehingga proposal permohonan penggugat tidak dapat kami penuhi,” tulis Didik Hariyanto dan lainnya.

Alasan tidak logis: Karena ditolak, Mendrofa mengaku kecewa dengan tindakan yang dilakukan tergugat. Ia menilai seharusnya Jokowi dan Menteri Keuangan membayar dan setidaknya memberi penghargaan kepada kliennya itu.

Bahkan, Mendrofa merasa aneh karena alasan pemerintah tak mau membayar karena kadaluarsa. Padahal, KMK tersebut berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2022 tentang surat utang negara (obligasi) tahun 1950, menyebutkan program rekapitalisasi bank umum, pinjaman luar negeri dalam bentuk surat utang, pinjaman dalam negeri dalam bentuk surat utang, pembiayaan kredit program, yang dinyatakan sah dan tetap berlaku sampai surat jatuh tempo.

“Dalam undang-undang sudah dinyatakan sah, kenapa di KMK bisa disebut kadaluarsa. Aneh, utang kok bisa kadaluarsa,” tegas Mendrofa.

Apalagi, menurutnya UU sudah jelas lebih tinggi tingkatnya dibanding KMK yang belum didaftarkan dalam lembaran negara RI. Gagalnya proses mediasi inilah yang membuat kasus ini bakal dilanjutkan ke persidangan. (zal)

Baca Juga:

Target Tercapai, Tidak Ada Lelang SUN dan SBSN di Sisa 2021

Rincian UU APBN 2022, Target Pertumbuhan Ekonomi Naik Jadi 5,2 Persen

Menimbang Sisi Positif dan Negatif Pembangunan IKN Baru Pakai APBN

Share: Duduk Perkara Jokowi Digugat Warga Padang Rp60 Miliar Gegara Utang Pemerintah Tahun 1950