Budaya Pop

Tren Merawat Boneka, Antara Perilaku Eksentrik dan Budaya Supranatural

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Istock/Unsplash

Memiliki boneka yang diperlakukan seperti anak manusia, belakangan sedang menjadi tren di kalangan pesohor tanah air. Hal ini mengundang perbincangan publik, bahkan dikaitkan dengan kondisi kejiwaan pemiliknya.

Dibuatkan Medsos

Tren memiliki boneka bayi mirip manusia tersebut, bahkan dikaitkan publik dengan ketertarikan seseorang memiliki boneka arwah. Salah satu figur publik yang diketahui mengikuti tren ini ialah desainer Ivan Gunawan.

Ivan memiliki dua boneka anak yang dinamakan Miracle Putra Gunawan dan Marvelous Putra Gunawan. Bahkan, ia membuatkan akun media sosial Instagram pribadi dengan admin khusus, @anakputramahkota untuk dua boneka ini.

Dari identitas profil akunnya, Ivan menuliskan kalau Miracle lahir pada 16 Desember 2021, sedangkan marvelous lahir pada 23 Desember lalu. Dari unggahan foto-fotonya, terlihat kedua boneka tersebut digendong dan diperlakukannya seperti bayi manusia asli.

Tak hanya Ivan, selebritas lain yang juga memiliki boneka yang menyerupai anak manusia adalah Celine Evangelista. Mantan istri Stefan William ini bahkan memperkenalkan boneka miliknya sambil digendong, seperti anak yang baru lahir.

“Syukur atas segala hikmat yang Tuhan berikan kepadaku dan keluarga sehingga hatiku bergerak untuk menambah satu lagi momongan bayi kecil mungil putra ketigaku. Mudah-mudahan kehadiranmu selalu menjadi kebahagiaan keluarga,” tulis Celine di akun Instagram pribadinya.

Bukan Supranatural

Menyikapi ramainya perbincangan soal boneka miliknya, Ivan Gunawan mengaku heran dengan pandangan publik, khususnya warganet di jagat maya yang menganggap boneka miliknya adalah boneka arwah.

Padahal menurutnya, kehadiran Marvelous dan Miracle sekadar untuk lucu-lucuan usai di hadiahi sahabatnya, Ruben Onsu yang pulang dari Rusia.

“Ini kan, awalnya Ruben punya duluan namanya Robi. Aku gemas banget sama si Robi. Aku minta beliin sama dia dari Rusia jadi kado ulang tahun aku. Ini bukan boneka arwah seperti yang orang kira,” katanya kepada Asumsi.co melalui sambungan telepon, Senin (03/01/2022).

Ia memastikan tidak ada motif supranatural yang menarik minatnya memiliki Miracle dan Marvelous serta menganggap keduanya seperti bayi manusia.

“Jadi, saya bukan beli di Indonesia. Saya juga bukan beli dari orang-orang spiritual, memang itu boneka yang 90 persen mirip manusia. Buat lucu-lucuan saja. Biarin saja lah netizen menganggapnya seperti itu,” ujarnya.

Ivan turut mengomentari soal Celine yang disebut ikutan tren memiliki boneka mirip manusia ini. Menurutnya, justru Celine lebih dulu memilikinya dibandingkan dirinya.

“Celine malah punya duluan. Celine belinya malah yang di Indonesia. Bonekanya itu sama, enggak bisa ngomong,” imbuhnya.

Perilaku Eksentrik

Fenomena memiliki boneka dan memperlakukannya seperti anak manusia pun membuat psikiater dari Klinik Psikosomatik RS Omni Alam Sutera, Andri angkat bicara.

Ia mengatakan memiliki boneka mirip anak manusia ini belakangan menjadi sorotan publik karena faktor artis yang memamerkannya melalui media sosial.

Melalui unggahan akun Twitternya, ia menyebutkan tak salah jika muncul persepsi publik kalau boneka adalah medium supranatural. Hal inilah yang menyebabkan munculnya eksistensi boneka arwah.

“Spirit Doll di Indonesia itu ya Jelangkung. Datang tak diundang, Pulang tak diantar. Apa yang membuat boneka arwah menjadi populer belakangan ini, ya karena yg memilikinya dan memamerkannya itu figur publik yang punya akses ke media sosial, jadi makin banyak yg lihat,” cuitnya.

Bahkan, penggunaan boneka sebagai penghubung arwah sudah menjadi bagian kebudayaan manusia. Misalnya, ia menyebutkan di kebudayaan Tionghoa diketahui patung-patung yang ada di Kelenteng diyakini dihuni para arwah leluhur.

“Diisi oleh para arwah atau dewa yang dianggap bisa membantu manusia atau sebaliknya tergantung kondisi manusianya juga,” ucapnya.

Secara psikologis, Andri menyebutkan perilaku merawat boneka layaknya anak manusia juga dinilai karena adanya pola pikir eksentrik pada pribadi orang tersebut.

“Kalau dalam bahasa psikiatrinya skizotipal, alias nyentrik baik dalam pikiran dan perilaku,” imbuhnya.

Namun dirinya enggan berspekulasi kalau orang yang menganggap boneka seperti makhluk hidup adalah bentuk dari gangguan jiwa pada seseorang. Sebab berdasarkan definisinya, belum tentu orang tersebut mengalami gangguan jiwa.

“Silakan kembali ke definisi aja. Gangguan jiwa (adalah sikap) pada perilaku dan perasaan yang menimbulkan penderitaan dan ketidakmampuan pada orang itu sehingga mengganggu kehidupan sehari-harinya,” terangnya.

Ia mengharapkan perilaku merawat boneka ini seperti manusia hanyalah bagian dari fenomena sesaat dan tidak mengganggu kualitas hidup pemiliknya. Di sisi lain, ia juga meminta publik tak perlu berlebihan menyikapinya.

Gejala Manusia Modern

Sosiolog dari Universitas Indonesia, Paulus Wirutomo mengatakan, tren nyeleneh ini belum bisa disebut sebagai bagian dari fenomena masyarakat. Sebab, ia mengatakan hanya segelintir orang dan kalangan tertentu yang melakukannya.

“Ini sebetulnya lebih kepada gejala individu. Karena yang terlihat ikut tren ini masih satu dua orang,” ucapnya saat dihubungi terpisah melalui sambungan telepon.

Meski demikian, menurutnya motif dari memiliki boneka dan merawatnya seperti manusia bisa jadi menjadi bagian dari munculnya gejala manusia modern yang ingin merasakan hasrat menyayangi anak, tanpa perlu memiliki keturunan.

Hal tersebut, seiring dengan kemunculan tren child free alias tak mau memiliki keturunan dari pasangannya setelah menikah yang sedang ramai menjadi perbincangan di kota-kota besar tanah air.

Ia menambahkan, sikap seperti ini juga dinilai aneh karena masyarakat umumnya mengenal perilaku menyangani selain kepada anak, biasanya ditunjukkan orang dengan memiliki binatang peliharaan.

“Bisa jadi, orang yang memelihara boneka ini karena memang orang tersebut memilih tidak  menikah atau seseorang dengan kondisi gender berbeda, tetapi ingin melampiaskan hasrat kasih sayangnya kepada sesuatu selain binatang peliharaan,” imbuhnya.

Motif Publikasi

Sementara itu, psikolog klinis dari Personal Growth Radityo Hatibie mengatakan perilaku mencintai berlebihan terhadap benda mati, sebetulnya biasa dilakukan oleh manusia.

Menurutnya, manusia memang biasa menunjukkan kasih sayang tak hanya kepada makhluk hidup, melainkan juga benda mati yang dianggap memiliki nilai tersendiri di dalam hidup mereka.

“Ini persis seperti memberikan nama kepada benda-benda kesayangan kayak memberikan nama buat handphone atau mobil karena ingin menyayangi benda itu. Kalau boneka kenapa juga dia ingin melakukannya. Bisa karena boneka ini memang punya nilai berharga atau dari segi orangnya yang selama ini cenderung lebih suka menunjukkan kasih sayang ke benda mati,” terangnya melalui sambungan telepon.

Selain dari aspek emosional, di sisi lain ia menyoroti pihak yang menunjukkan sikap menyayangi boneka dengan memperlakukannya seperti manusia lebih banyak dilakukan oleh kalangan artis. Hal ini, juga menguatkan dugaan kalau motif mereka karena adanya kebutuhan menjadi perhatian publik.

“Sebagai publik figur, bisa jadi dia juga ada kebutuhan publisitas sehingga melakukan ini. Enggak bisa kita bilang kalau mereka itu perilakunya disebut delusi, waham alias punya realitas sendiri. Intinya, jelas ada muatan emosional lewat boneka sebagai simbolnya,” pungkasnya. (zal)

Baca Juga:

Produsen Mainan Sulap Sampah Plastik Laut jadi Barbie, Bagaimana Pabrik di Indonesia?

Bedah Plastik di Korsel Meningkat Meski Pandemi, Terobsesi Penampilan Fisik?

Indonesia Pamer Kostum Sate di Miss Grand International, Kuliner Jadi Strategi Diplomasi Budaya Indonesia

Share: Tren Merawat Boneka, Antara Perilaku Eksentrik dan Budaya Supranatural