Isu Terkini

Rasa Berkuasa Pendidik Berujung Marak Pelecehan Seksual

Tesalonica — Asumsi.co

featured image
Pixabay

Kasus kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan institusi pendidikan mencuat dalam beberapa pekan terakhir. Menjadi sorotan publik karena muncul dalam waktu berdekatan.

Misalnya pencabulan guru pesantren di Bandung terhadap belasan santriwatinya. Setidaknya sudah ada sembilan bayi yang dilahirkan korban.

Kemudian ada kasus sekolah penerbangan di Batam yang menghukum siswanya seperti dipenjara. Bahkan siswa yang melanggar peraturan pun diborgol dalam jangka waktu tertentu.

Terbaru, dua dosen Universitas Sriwijaya menjadi tersangka kasus pelecehan seksual terhadap mahasiswinya.

Kuasa Atas Peserta Didik

Founder Pendidikan Karakter Education Consulting, Doni Koesoema menyoroti beberapa hal terkait eksploitasi oleh tenaga pendidik kepada peserta didik yang terjadi di Indonesia.

Pertama, para tenaga pendidik kerap menyalahgunakan kekuasaan dan haknya sebagai guru atau dosen. Mereka menganggap pelajar tidak berdaya dan patut menuruti segala permintaan mereka.

Tenaga pendidik jadi seolah memiliki kuasa yang lebih tinggi dibanding warga sekolah atau sivitas akademika di level kampus.

Mereka kerap kali mengancam pelajar, seperti mendapatkan nilai jelek, mempermalukan, bahkan berbuat kasar apabila kemauannya tidak dituruti.

“Para pelajar merasa tidak berdaya dan takut untuk melapor, karena terjadi budaya kekuasan dari tenaga pendidik,” ujarnya.

Perketat Rekrutmen Pengajar

Salah satu cara untuk mencegah itu terjadi, kata Donny, adalah dengan memperketat rekrutmen tenaga pengajar. Sisi psikologis harus benar-benar diperhatikan, mengingat pengajar memiliki kuasa dalam menjalankan tugasnya.

“Lembaga Pendidikan apapun, baik agama, sekolah swasta dan negeri, serta universitas harus memastikan tenaga pendidiknya harus sehat dalam mental maupun psikologis,” kata Doni saat dihubungi, Jumat (10/12).

Hal lain yang disoroti Doni yaitu soal penindakan hukum atau sanksi terhadap pengajar yang menyalahgunakan wewenangnya.

Di satu sisi, tenaga pendidik memang ingin dihargai dan dihormati demi kekondusifan suasana belajar. Namun di sisi yang lain, jumlah kasus yang diproses terhadap pengajar yang melebihi wewenangnya tergolong minim.

Dia yakin kasus beberapa pekan terakhir tidak mewakili kondisi sesungguhnya. Menurut Doni, masih banyak kasus yang belum terungkap mengingat wilayah Indonesia begitu luas.

“Nadiem Makarim harus tegas soal hal ini. Kita harus jujur mengakui, kalau tidak kasus-kasus seperti ini tidak akan selesai sampai kapanpun,” tegas Doni. <br><br>

Nadiem Angkat Suara 

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudrisetk) Nadiem Anwar Makarim menyebut pandemi Covid-19 turut mempengaruhi jumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi. 

Sepanjang Januari hingga Juli 2021, kasus kekerasan terhadap perempuan ada sebanyak 2.500. Jumlah itu melampaui jumlah kasus pada 2020 lalu yakni 2.400 kasus.

“Peningkatan dipengaruhi oleh krisis pandemi. Ini belum apa-apanya. Ini juga baru fenomena gunung es, belum lagi jumlah yang tidak dilaporkan, berlipat ganda juga,” kata Nadiem mengutip Antara.

Nadiem mengatakan Kemendikbudristek sudah mengesahkan aturan tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.

Demi keoptimalan peraturan tersebut, Nadiem meminta kampus membentuk Satgas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS).

“Permendikbudristek PPKS mendorong warga kampus untuk berkolaborasi dalam memberikan edukasi tentang kekerasan seksual, menangani kekerasan seksual, menangani kasus kekerasan seksual yang difasilitasi satgas kampus dan pimpinan perguruan tinggi,” ujarnya. (Alg)

Baca juga:

Share: Rasa Berkuasa Pendidik Berujung Marak Pelecehan Seksual