Bisnis

Tidak Wajar, Laptop dan Ponsel dari Kantor Dikenakan Pajak

Tesalonica — Asumsi.co

featured image
Pixabay

Kementerian Keuangan berencana untuk mulai memungut pajak terhadap fasilitas kantor yang diterima karyawan seperti mobil, rumah, laptop, hingga ponsel.

Kebijakan tersebut seiring dengan perubahan aturan tentang penghasilan natura dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang sebelumnya tidak dikenakan pajak.

Adil atau Tidak?

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, menjelaskan kebijakan tersebut untuk menciptakan keadilan bagi karyawan menengah bawah karena penghasilannya menjadi objek pajak.

Ia beralasan selama ini yang menikmati penghasilan natura adalah karyawan menengah atas dan tidak kenakan pajak.

“Natura (imbalan karyawan dalam bentuk non uang) dinikmati oleh mereka yang penghasilannya di atas Rp500 juta setahun, porsinya sangat besar. Demi memenuhi rasa keadilan, justru ini menjadi objek PPh. Bagi yang menengah bawah dan kondisi tertentu diberi pengecualian, jadi tidak perlu khawatir ya teman-teman,” penjelasan Yustinus di akun Twitternya.

Tidak Wajar

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah, memiliki sudut pandang berbeda. Ia berpendapat yang dikenakan pajak sebaiknya penghasilan yang diterima dalam bentuk natura saja, bukan alat produksi karyawan seperti laptop, ponsel, dan sejenisnya.

Menurut Piter, fasilitas yang masuk kategori penghasilan natura, seperti rumah dan mobil dinas, wajar dipajaki pemerintah. “Tapi kalau laptop, tidak bisa dikenakan pajak. Itu bukan penghasilan natura,” kata Piter kepada Asumsi.

“Kalau merupakan penghasilan, maka sewajarnya dikenakan pajak. Kalau bukan penghasilan, tidak boleh kena pajak. Misal mobil box untuk angkut barang yang digunakan karyawan, itu bukan fasilitas, itu alat kerja, tidak boleh kena pajak. Tapi seorang direktur dikasih fasilitas mobil dinas, wajar saja dikenakan pajak,” ucap dia.

UU HPP

Sebagaimana diketahui, salah satu objek pajak baru yang akan ditetapkan adalah natura atau kenikmatan yang diterima karyawan. Hal itu disebutkan dalam UU HPP pasal 4.

Disebutkan yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan WP yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Termasuk di dalamnya penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

Baca Juga

Share: Tidak Wajar, Laptop dan Ponsel dari Kantor Dikenakan Pajak