Isu Terkini

Sri Mulyani Minta Bantuan Keuangan Internasional Supaya Indonesia Lebih Cepat Tinggalkan Batu Bara

Admin — Asumsi.co

featured image
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati menyebut Indonesia dapat menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara secara bertahap hingga 2040, asalkan mendapat bantuan keuangan yang cukup dari masyarakat internasional.

Terbesar ke-8: Indonesia merupakan penghasil gas rumah kaca terbesar ke-8, dengan batu bara membentuk sekitar 65 persen dari bauran energinya. Indonesia juga menjadi pengekspor batu bara terbesar di dunia.

“Kalau kami mau majukan sampai 2040, kami perlu dana untuk menghentikan penggunaan batu bara lebih awal dan untuk membangun kapasitas baru energi terbarukan,” kata Sri Mulyani kepada Reuters, dikutip dari ANTARA.

Bantuan ADB: Menkeu mengklaim Asian Development Bank (ADB) dan lembaga keuangan lainnya sangat “bersemangat” dengan rencana atau ide tersebut. Bantuan diperlukan mengingat kebutuhan dana yang besar yang tidak mungkin dibayar pembayar pajak RI.

23 Miliar: Sri Mulyani mengutip perhitungan sementara kebutuhan dana sebesar 10 hingga 23 miliar dolar AS dalam “subsidi implisit” untuk proyek pembangkit listrik terbarukan hingga 2030.

“Presiden (Jokowi) selalu mengatakan, ‘Saya akan ambisius jika (masyarakat) internasional juga sejalan dengan ambisi ini’,” tambahnya.

Tidak Memadai: Manajer Program Ekonomi Hijau Institute for Essential Services Reform (IESR), Lisa Wijayani menggarisbawahi bahwa aksi iklim Indonesia tidak memadai dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Penggunaan energi fosil mencapai 82 persen pada tahun 2020 membuat sektor energi sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar di indonesia (45,7 persen selain emisi dari hutan dan penggunaan lahan).

“Untuk mengurangi emisi dari sektor transportasi, Indonesia harus meningkatkan penggunaan energi terbarukan hingga 40-60 persen pada tahun 2040 atau 70-90 persen pada tahun 2050,” kata Lisa dalam keterangan tertulisnya.

Pemerintah Kota: Sekretaris Jenderal United Cities and Local Governments Asia Pacific (UCLG ASPAC), Bernardia Tjandradewi mengatakan tanggung jawab pemerintah kota dalam mewujudkan pembangunan rendah karbon menjadi vital. Secara statistik, 60-80 persen emisi gas rumah kaca di dunia ini dihasilkan di daerah perkotaan.

Baca Juga:

Share: Sri Mulyani Minta Bantuan Keuangan Internasional Supaya Indonesia Lebih Cepat Tinggalkan Batu Bara