Kesehatan

Hari Kesehatan Mental Sedunia, Pentingnya Menghargai Esksistensi Sesama Manusia

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Pixabay

Menjaga kesehatan mental merupakan hal yang penting bagi setiap orang. Namun sayangnya, masih banyak orang yang mengenyampingkan kesehatan mental mereka apalagi di masa pandemi COVID-19 yang masih berlangsung hingga saat ini.

Makin Banyak Kesehatan Mental Terganggu

Psikolog dari Tibis Sinergi, Tika Bisono, mengungkapkan Hari Kesehatan Mental Sedunia yang diperingati setiap tanggal 10 Oktober, mesti menjadi momentum bagi setiap orang untuk meningkatkan kesadarannya dalam menjaga kesehatan mental.

Tika mengungkapkan kalau selama pandemi COVID-19, ia lebih banyak melakukan kegiatan yang berurusan dengan konsultasi kesehatan mental. Bahkan menurutnya, konseling soal kesehatan mental di tahun 2020 dan tahun ini lebih banyak dibandingkan sebelumnya.

“Kegiatan konseling dan webinar soal kesehatan mental yang saya lakukan, intensitasnya lebih tinggi di masa pandemi ini daripada tahun-tahun sebelumnya. Jelas, orang lebih banyak kena kesehatan mental karena efek dari pandemi yang masih terasa sampai sekarang. Enggak berhenti-henti,” jelasnya kepada Asumsi.co melalui sambungan telepon, Sabtu (9/10/21).

Ia menambahkan, kegiatan konseling yang dilakukannya saat ini sudah mulai dilakukan secara tatap muka. Namun ada pula pasien dari luar negeri yang mempercayakan dirinya untuk konsultasi dan meminta bantuan psikologis. Masalah yang ditanganinya, dominan soal kesehatan mental.

“Konseling sudah mulai dilakukan tatap muka kayak kemarin ini ke Yogyakarta saya ketemu pasien yang konseling. Problemnya dia sangat berkaitan dengan masalah mental dan kegelisahan kehidupan keluarga. Di luar negeri ada pasien saya di California, AS juga berhadapan dengan masalah mental,” tuturnya.

Dirinya menjelaskan masalah kesehatan mental banyak diderita orang akarnya disebabkan oleh tekanan hidup sehari-hari yang tak pernah dirasakan oleh mereka. Situasi pandemi yang lebih banyak membuat merenung akhirnya bikin masalah mental yang tertahan dirasakan secara nyata.

“Kemudian ketika berhadapan dengan situasi pandemi, gangguan kesehatan menyal kebanyakan pemicunya karena social distancing, ketemu orang harus jauh, terus lewat virtual itu enggak gampang untuk dijalani dan dinikmati pengalamannya,” ungkapnya.

Bekerja Pelarian dari Masalah

Tika mengungkapkan selama ini banyak pihak yang menganggap gangguan kesehatan mental dipicu oleh tekanan pekerjaan. Akan tetapi, berdasarkan pengalamannya sebagai psikolog justru banyak orang menjadikan pekerjaan sebagai pelarian dari masalah.

“Selama ini ternyata, banyak orang yang menghindari masalah itu dengan bekerja. Selama ini orang berangkat ke kantor dan bekerja di luar rumah itu ternyata menghindari masalah yang dianggap enggak ada oleh mereka,” ucapnya.

Ia mengaku prihatin dengan hal ini. Pasalnya, ketika situasi pandemi membuat banyak orang di rumah akhirnya membuat mereka menyadari kalau ada masalah atau tekanan hidup yang berasal dari luar urusan pekerjaan yang selama ini berusaha ditutupi.

Tika mencontohkan, akar masalahnya mulai dari keluarga, masalah relasi dengan pasangan, hingga berusaha selalu tampil bahagia dan menyenangkan orang-orang.

“Data 2020 Badan Kependudukan PBB bahkan menyatakan ada 31 juta kasus kekerasan dalam rumah tangga di dunia yang menyebabkan perceraian. Ini juga dipicu situasi pandemi dan masalah kesehatan mental yang tertahan lalu meledak menyebabkan sikap menyakiti orang lain,” jelas dia.

Tanda Gangguan Kesehatan Mental

Tika menjelaskan banyak tanda yang menunjukkan seseorang mulai tergsnggu kesehatan mentalnya. Beberapa gejalanya seperti sering merasa tidak apa-apa saat tahu sedang menghadapi masalah.

Selain itu, gejala lainnya adalah menampik bahwa diri kita sedang tidak bahagia dan berusaha untuk tampil baik-baik saja di hadapan banyak orang.

“Penting mengungkapkan perasaan kita kalau lagi sedih, putus asa, atau lagi enggak ada motivasi. Ini semua harus diungkapkan. Bisa ke orang terdekat, keluarga, atau psikolog kalau merasa sulit cerita ke orang sekitar,” tuturnya.

Selain itu, tubuh biasanya juga memberikan sinyal ketika kondisi kesehatan seseorang mulai terguncang. “Ketika kita stres, badan kita memberikan sinyal kayak pegal, mengantuk, dan pikiran sama hati juga memberikan sinyal. Misalnya jadi lebih judes ke orang,” katanya.

Hormati Eksistensi Sesama Manusia

Momentum Hari Kesehatan Mental Sedunia, lanjut Tika harus membuat setiap orang lebih peka terhadap masalah ini baik bagi diri sendiri dan orang lain. Ia menekankan jangan mudah menganggap sepele masalah kesehatan mental.

“Harus bersedia menawarkan diri menjadi teman ngobrol, siap ada untuk mendengatkan masalah orang dekat kita ketika kita lihat gejala-gejala gangguan kesehatan mental tadi terlihat di orang tedekat kita,” katanya.

Ia mengatakan sikap mendengar dan mengapresiasi hidup orang lain adalah hal penting untuk menghormati eksistensi setiap manusia.

Baca Juga

Share: Hari Kesehatan Mental Sedunia, Pentingnya Menghargai Esksistensi Sesama Manusia