Sebelum pandemi datang dan merenggut segala cita, Mia (bukan nama sebenarnya) selalu merayakan kehidupan lajangnya dengan bebas berkencan. Bertemu dan berhubungan intim dengan partner lama atau orang baru adalah sesuatu yang kerap ia selipkan di tengah kesibukannya sebagai pekerja swasta di Jakarta. Tentu saja, kehadiran Covid-19 mengubah segalanya.
Ketakutan untuk kembali berkencan (fear of dating again/FODA) banyak dialami oleh mereka yang lajang di tengah pandemi. Bagi Mia, ketakutan tersebut bukan sekadar masalah kemampuan bersosialisasi. Jika dulu kondom saja dirasa cukup sebagai pengaman, kini Mia mensyaratkan sejumlah hal untuk teman kencannya: tes usap, isolasi mandiri, dan juga vaksin.
Mia menerapkan protokol kencan yang ketat sebab ia berada di cakupan umur 40-50 tahun dan lebih rentan tertular Covid-19. Namun, rutinitas tes usap dan vaksin membuat spontanitas dalam hubungan seks tak lagi nyata. Mia mengaku, ia tak lagi bisa merasa sepenuhnya rileks dalam kondisi yang intim.
“Sekarang ini, sudah nggak bisa ketemu di bar dan kemudian have sex,” katanya. “Those days are gone, and I’m glad I was there.”
Ini cerita Mia.
Tolong ceritakan kebiasaan kencanmu sebelum pandemi.
Dalam berkencan, saya orang yang emosional dan juga seksual. Kami biasa ngobrol, berbagi cerita tentang kegiatan sehari-hari, dan berbagi waktu secara seksual. I like intimacy. Intimacy itu bukan cuma hubungan fisik, tapi juga termasuk hal-hal lain yang bisa kita anggap intim. Misalnya, dengan partner saya yang tinggalnya satu kota, kami sering merencanakan weekend bareng.
Dengan partner saya yang tinggal di negara lain, kami biasanya ketemu tiga sampai empat kali dalam setahun. Lokasinya berbeda-beda, tapi selalu yang waktu tempuhnya imbang buat kami berdua.
Saat ini, ada berapa orang yang dekat dengan kamu?
Ada tiga, empat orang yang secara rutin ngobrol dan ketemu. Saya tidak punya hubungan yang monogami. We are not committed to being exclusive, but we always call each other. Video calls, three to four times a week. Sometimes, it’s a short 30-minute, sometimes just sexting, or video call sex.
Dengan partner saya yang tinggal satu kota, biasanya saya berkunjung ke tempatnya, atau dia yang ke tempat saya. Hubungan kami nggak eksklusif dan kami boleh berkencan dengan orang lain.
Apa kekhawatiran terbesar kamu dalam berkencan?
My only concern was sexual health. Saya selalu pastikan kami menggunakan kondom. Pernah, saya berhubungan seks dengan seseorang yang tidak saya kenal. Beberapa penyakit, seperti flu, saya tidak terlalu khawatir, karena saya selalu rutin flu shot.
Now, for the first time in my life, it is more than just about sexual health. Kekhawatiran soal kesehatan jadi besar banget, dan sangat mengganggu saya. Bahkan cuma untuk sekedar bertemu, saya ragu sekali. Beberapa bulan pertama, saya nggak ketemu orang lain sama sekali. I guess we were still learning about how dangerous this virus is. Peraturan soal masker kan juga terus berubah. Jadi saya memutuskan untuk bertahan di rumah saja. Setelah beberapa bulan, saya mulai berani ketemu orang, tapi cuma untuk olahraga, tidak makan, tidak ngobrol depan-depanan. Saya baru berani ngopi bareng setelah lebih dari enam bulan sejak PSBB. Saya yang pilih tempatnya. Dan selama tidak makan minum, saya selalu pakai masker. It wasn’t fun, but necessary.
Ketika menjelang akhir 2020, kasus mulai menurun dan kita sepertinya mulai mengerti bagaimana cara transmisi virus bekerja. Mulai paham juga, orang-orang seperti apa yang harus saya hindari. Saya selalu bilang ke teman kencan saya, kita cuma bisa ketemu kalau sedang sama-sama fit. Kalau merasa tidak enak badan sedikit, lebih baik di rumah saja. Bahkan, pegangan tangan sedikit saja, saya langsung lepas dan pakai hand sanitizer.
Jadi harus sama-sama disiplin protokol kesehatan, ya.
Saya bilang ke teman kencan saya, kita harus saling jaga. You can hold my hand, but after that, let’s use hand sanitizer.
Saya tidak berhubungan seks selama sembilan bulan. It was the longest since I cannot remember. Celibacy sucks. Teman kencan saya beberapa kali mengajak tidur bersama, tapi saya selalu menolak. Saya baru mau berhubungan seks lagi setelah divaksin.
Saat ini, teman kencan saya yang tinggal sekota sudah fully vaccinated. Saya sendiri baru satu kali disuntik.
Apakah segala kekhawatiran kamu terhadap pandemi ini berdampak langsung ke sensasi berhubungan seks?
Iya. Karena saya masih takut. Bahkan ketika kami berhubungan seks, rasanya nggak fun karena saya tidak bisa rileks. Karena saya tahu, teman kencan saya masih suka ketemuan dengan teman-temannya, jalan ke mal, jalan keluar kota. Sementara saya masih terus tinggal di rumah. Karena kami tidak pacaran eksklusif, saya nggak menanyakan dengan detil dia ketemu dengan siapa saja. Saya cuma bilang, kekhawatiran terbesar saya adalah soal kesehatan, jadi kita harus saling jaga.
Jadi, sebelum berhubungan seks, harus tunjukkan bukti vaksin dulu ya?
Hasil tes PCR juga. Dan saya wanti-wanti ke teman kencan supaya setelah tes PCR, harus isolasi mandiri sampai hasil tesnya keluar.
Berkencan jadi rumit dan butuh modal yang cukup besar.
Iya banget! Tapi saya tidak pernah paksa teman kencan saya. Saya cuma bilang, itu semua syarat dari saya. Kalau dia menolak tes PCR, ya tidak apa-apa. Tapi kita nggak jadi kencan.
Bagaimana dengan partnermu yang tinggal di luar negeri, ya?
Kami sepakat baru akan serius merencanakan perjalanan untuk ketemu kalau kami berdua sudah divaksin. Sayangnya, vaksinasi di Indonesia lambat sekali. Ketika sudah mulai pun, saya tidak masuk ke kelompok prioritas.
Sekarang saya sudah divaksin, tapi kondisi pandemi di sini sudah terlanjur cukup mengenaskan sehingga kedatangan dari Indonesia dilarang di banyak negara, termasuk negara tempat kami biasa bertemu. Ada satu, dua negara yang masih menerima penerbangan dari Indonesia, dan jarak tempuhnya sesuai kriteria kami, tapi saya perhatikan, masyarakatnya tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan. Saya lihat di media massa, media sosial, banyak yang tidak memakai masker di jalanan. Sehingga saya memutuskan untuk tidak berkunjung ke sana.
Jadi, selama pandemi ini, saya cuma berhubungan seks dengan partner saya yang tinggal satu kota.
Apakah kamu juga memutuskan untuk sama sekali tidak berkencan dengan orang yang baru kamu kenal?
Mungkin sih mungkin saja, tapi saya harus kenalan dulu. Ngobrol dulu. Saya beritahu semua persyaratan saya. Tes PCR sebelum kencan dan berhubungan seks. Selebihnya, ya, terserah mereka.
I am scared because I have seen how people get sick. Apalagi sekarang. Dulu kan kita pikir, virus ini cuma menyerang lansia dan orang dengan penyakit bawaan. Nyatanya, sekarang banyak pasien usia produktif dan bahkan anak-anak.
I am not in my late twenties anymore, so health is my number one concern. These days, you cannot be spontaneous. Mungkin orang lain bisa, tapi saya nggak bisa. Even though it’s just as simple as going to the bar to meet new people. Nggak bisa.
Menurut kamu, apakah kamu akan bisa kembali berkencan dengan spontan seperti dulu?
Nggak tahu deh. Saya mungkin saja pergi kencan dengan orang yang sudah saya kenal, sepanjang saya tahu betul seperti apa dia menjalankan protokol kesehatan. Kalau dia sudah divaksin, saya bisa saja memutuskan berhubungan seks dengan dia, tapi tentunya tidak spontan.
Sekarang ini, sudah nggak bisa kencan tipe ketemu di bar dan kemudian have sex. Those days are gone, and I am glad I was there.
Apa yang kamu rindukan dari kebiasaan kencanmu yang dulu?
I miss the excitement. Karena saat ini, kita kan harus hati-hati sekali. Tapi, menurut saya, ini semua tergantung prioritas. Karena bagi sebagian besar orang, things are still normal. I just decided not to. I might decide different things if I was younger, but because of my age bracket, this is my decision.
Yang jelas sih, saya nggak akan minta orang lain untuk melakukan apa yang saya minta. It really has to be consensual.
Jadi, apa caramu tetap menjaga agar kencan bisa tetap seru?
Harus belajar sexting dan video call sex. Saya juga belajar hal tersebut dari teman-teman kencan saya. Biasanya saya (sexting atau video call sex) tidak pakai bahasa Indonesia, sih, so maybe that’s one tip.
Sexting dan video call sex mungkin bikin beberapa orang rikuh, tapi sepengalaman saya, chemistry harus udah ada dulu. That makes it easier. Kalau nggak ada chemistry, emang jadi seperti mesin hubungannya. Very mechanical, you are just doing it for the sake of doing it. Like I said, I am both an emotional and sexual person.