Kesehatan

Kenapa Banyak Virus Baru Terdeteksi di China?

Manda Firmansyah — Asumsi.co

featured image
Newsweek

China melaporkan kasus virus Langya (LayV) yang pertama kali
terdeteksi di provinsi timur laut Shandong dan Henan pada akhir 2018, kini
menginfeksi 35 orang. Sebelumnya, China juga melaporkan berbagai virus baru.
Ini termasuk melaporkan kasus pertama Covid-19 di Provinsi Hubei, China, pada
November 2021 lalu. Imbasnya, virus baru terkesan bersumber dari China.

Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky
Budiman mengungkapkan, penyebab virus baru banyak terdeteksi di China daripada
di Indonesia. Padahal, selain China, Indochina, Afrika, dan Amerika Latin,
Indonesia juga termasuk daerah berpotensi besar untuk menemukan penyakit baru
yang bisa mewabah.

China dan Indochina merupakan daerah paling ‘merah’, karena
memiliki banyak hutan subtropis dengan keanekaragaman hayati.  “Karena apa, lebih dari 1 juta jenis virus
yang masih belum kita ketahui di dunia ini, itu sebagian besar ada di alam
liar,” ujar Dicky kepada Asumsi.co, Kamis (11/8/2022).

Di sisi lain, perilaku manusia di China masih sangat
konservatif, dalam artian abai, jorok, dan berbahaya. Misalnya, mengkonsumsi
hewan liar dengan cara yang tidak lazim atau yang jauh dari prinsip memasak
makanan yang sehat. Dampaknya, memberikan peluang bagi virus yang ada di hewan
tadi untuk berpindah (spillover) ke manusia.

Perpindahan virus dari hewan ke manusia karena kontak dengan
alam liar. Jadi, perilaku manusianya, hewan liar, lingkungan, hingga reservoir
mendukung perpindahan virus dari hewan ke manusia.

Jika tidak terdeteksi, virus dari hewan ke manusia itu akan
bermutasi. Imbasnya, virus memiliki kemampuan untuk menular dari manusia ke
manusia. “Yang disebut dengan pandemi itu sebenarnya bukan yang benar-benar
baru. Enggak, sebenarnya dia letupan-letupan dulu, terus bermutasi, makin
pinter virusnya, inilah kenapa penting deteksi dini,” tutur Dicky.

Menurut Dicky, China telah membangun sistem deteksi,
laboratorium, pelaporan, sumber daya manusia (SDM) sejak pandemi SARS
2002.  “Seandainya China tidak memiliki
kemampuan itu, pandemi bisa makin sering,” ucapnya.

Ia menilai, respon China terhadap temuan virus baru saat ini
lebih cepat dan transparan. Bahkan, bisa melaporkan temuan virus baru dalam
kurun waktu lebih dari 2 bulan saja. Ia khawatir negara-negara di Afrika, Asia,
dan Amerika Latin yang tidak memiliki kemampuan memadai seperti itu. “Karena
masalahnya ada, kemampuannya belum ada. Itu yang berbahaya sekali,” ujar Dicky.

Globalisasi sebabkan peningkatan mobilitas dan interaksi
manusia antar wilayah dan negara. Ini termasuk aktivitas perdagangan hewan,
tumbuhan, dan makanan di seluruh dunia. Imbasnya, wabah penyakit menular yang
dimulai di bagian paling terpencil di dunia, sekarang dapat menyebar dengan
cepat ke pusat-pusat perkotaan dan lintas wilayah. Ini menempatkan sebagian
besar populasi manusia pada risiko infeksi.

Di sisi lain, perubahan iklim dan penggunaan lahan berkontribusi
pada peningkatan risiko kontak antara hewan dan manusia. Ini juga meningkatkan
penyebaran vektor penyakit ke daerah di mana mereka sebelumnya tidak endemik.
“Semua faktor ini berkontribusi pada epidemi besar dalam 2 dekade terakhir,
termasuk di era pandemi Covid saat ini,” ucapnya.

Baca Juga

Share: Kenapa Banyak Virus Baru Terdeteksi di China?