Kalian pernah tidak mencari pasangan melalui aplikasi dating? Bahkan di era pandemi COVID-19 saat ini, kalian diberi peluang untuk lebih mudah menjalani pertemanan melalui dunia maya.
Namun, banyak oknum jahat yang kerap memanfaatkan kesempatan ini untuk menarik keuntungan pribadi. Sehingga, beberapa dari kalian kerap ditipu oleh oknum tersebut usai menjalin hubungan virtual.
Hati-hati! Tindakan tersebut disebut fenomena Love Scam. Fenomena ini merupakan aksi penipuan berkedok asmara. Seringkali, pelaku memanfaatkan trik kepercayaan yang melibatkan perasaan korban hingga niat baik untuk melakukan penipuan.
Kasus Dhea Regista Ananda
Kasus tersebut pernah terjadi di Indonesia. Sosok Dhea Registra Ananda yang beberapa bulan sempat viral di jagat media sosial.
Nama Dhea masuk dalam trending topic Twitter Indonesia. Pasalnya, salah satu pengguna akun Twitter @buahceriii mengungkap kalau Dhea telah menipu dan memanfaatkan banyak laki-laki demi keuntungan pribadi.
Akun @buahceriii tersebut merupakan adik dari salah satu pacar Dhea. Akun itu menjelaskan kakaknya telah berpacaran dengan Dhea selama empat tahun.
Bahkan, selama berpacaran kakaknya mengirim uang untuk Dhea upaya memenuhi kebutuhannya. Selain itu, kakaknya juga membayar uang kuliah Dhea hingga uang membeli rumah.
Mirisnya, kakak dari akun @buahceriii bukan satu-satunya pacar Dhea. Masih banyak laki-laki yang telah dimanfaatkan oleh Dhea melalui dunia maya.
Faktanya, Dhea kerap menyembunyikan identitas aslinya selama berpacaran. Ia mengaku tidak memiliki akun media sosial apapun bahkan Instagram. Akun @buahceriii akhirnya penasaran dan mencari siapa sosok Dhea sebenarnya.
Usai mencari, @buahceriii terkejut lantaran Dhea yang memiliki Instagram dengan pengikut lebih dari 5000 orang kerap memamerkan gaya hidup hedonnya. Padahal, Dhea selama ini mengaku ke pacarnya memiliki hidup pas-pasan.
Meningkat di Masa Pandemi
Berangkat dari kasus itu, Pusat Laporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap love scam meningkat di masa pandemi karena penggunaan internet juga sedang meningkat.
Melansir Tempo.co, Humas PPATK Natsir Kongah melaporkan pengaduan love scam ke PPATK mencapai 20 kasus dari 2020 hingga 2021. Namun, Natsir mengungkap 20 kasus tersebut yang telah ditangani oleh PPATK, sementara lainnya tidak mau melapor karena dianggap aib dan malu.
Ketua Pusat Kajian Law, Gender, and Society UGM Sri Wiyanti Edyyono juga senada mengatakan love scam bukan merupakan fenomena baru. Menurutnya, fenomena love scam memang jarang diketahui lantaran yang melapor masih terbilang sedikit.
Wiyanti mengungkap alasan kasus love scam jarang diangkat atau dilaporkan karena korban merasa malu. Bahkan, mereka takut dijadikan bahan omongan atau candaan di media sosial.
Penegakan dan Pencegahan Masih Lemah
Wiyanti menyayangkan pencegahan terhadap kasus ini masih terbilang lemah di Indonesia. Bahkan, penegakan hukum juga belum konsisten, seperti pengawasan yang tidak dilanjutkan dan permasalahan data yang belum lengkap.
Sehingga, kondisi ini membuat kasus love scam tidak dapat terselesaikan dengan maksimal. Dosen FISIP UIN Walisongo Semarang sekaligus pemerhati gender, Nur Hasyim menilai love scam mengandung tindakan kekerasan seperti pemaksaan kehendak, manipulasi, hingga eksploitasi.
Bahkan, korban fenomena ini kerap dieksploitasi secara seksual hingga berujung mengalami gangguan kecemasan, stres, dan depresi.
Dampak Kerugian Ekonomi
Melansir New York Times, di Amerika Serikat, Direktur Asosiasi Biro Perlindungan Konsumen Komisi Perdagangan Federal (FTC) mengungkap telah menerima 8.500 pengaduan kasus love scam pada 2015.
Bahkan, pada 2020 telah mengalami peningkatan hingga 25.000 kasus. Lebih parahnya, pada 2015 korban melaporkan kehilangan US$33 juta (sekitar Rp474,5 miliar) akibat love scam. Sementara, pada 2020 kerugian melonjak hingga US$201 juta (sekitar Rp28,9 triliun).
Pencegahan Aksi Love Scam
Upaya menghindari fenomena atau kasus ini, kalian perlu memahami bentuk aksi love scam melalui dunia maya. Tidak hanya pada aplikasi dating, namun juga Facebook, Instagram, Twitter, hingga YouTube.
Kalian perlu berhati-hati mengunggah informasi pribadi di media sosial. Penipu dapat menggunakan detail yang dibagikan melalui akun pribadi dan situs kencan kalian. Tujuannya, mereka ingin lebih memahami dan mengenal kalian agar tidak dicurigai.
Lebih lanjut, kalian perlu teliti terhadap foto dan profil orang tersebut dengan mencari di situs pencarian untuk melihat apakah gambar, nama, atau detail informasi tersebut telah digunakan di tempat lain.
Kalian coba untuk mengajukan banyak pertanyaan untuk mengetahui info-info yang belum diketahui. Lebih lanjut, perlu waspada jika pelaku terlihat terlalu sempurna bahkan cepat meminta kalian untuk meninggalkan layanan kencan atau situs media sosial. Tujuannya, pelaku ingin berkomunikasi secara langsung melalui aplikasi chat yang lebih personal.
Kalian juga perlu waspada apabila pelaku mencoba untuk menjauhkan kalian dari teman atau keluarga, meminta foto, dan informasi keuangan yang tidak seharusnya. Terutama, berhati-hatilah jika pelaku mulai membuat janji untuk bertemu langsung, namun selalu dibatalkan dengan alasan yang tidak masuk akal.
Momen tersebut kerap kali terjadi. Sehingga, kalian perlu curiga jika pelaku selalu melakukan hal yang sama hingga berbulan-bulan. Terakhir, kalian perlu waspada mengirim uang kepada siapapun melalui komunikasi secara online atau telepon. (zal)
Baca Juga: