Ledakan yang diduga bom terjadi di dekat kediaman orang tua advokat hak asasi manusia (HAM), Veronica Koman. Kejadian ini dinilai sebagai bentuk teror dan intimidasi yang menjadi perhatian khusus organisasi yang bergerak di bidang HAM.
Sikap Kritis Pembela HAM
Kepala Divisi Hukum Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Andi Muhammad Rezaldy menyayangkan kembali terjadinya serangan teror terhadap pembela hak asasi manusia, seperti yang terjadi di kediaman Veronica.
Menurutnya, penyebab terjadinya serangan-serangan tersebut karena sikap kritis para pembela HAM dalam menyuarakan kebijakan pemerintah yang dinilai tidak sejalan dengan prinsip-prinsip HAM atau lingkungan hidup.
“Serangan-serangan terhadap para pembela HAM ini bertambah karena belum ada keseriusan pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap mereka,” ucap Andi kepada Asumsi.co melalui sambungan telepon, Senin (8/11/2021).
Menurutnya banyak kasus yang dialami pembela HAM, namun tidak diungkap dan dituntaskan dalam proses penyelidikan maupun penyidikannya.
“Misalnya kasus yang terjadi pada Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), NTB) Murdani yang rumahnya dibakar orang tidak dikenal,” ucapnya.
Pada kasus ini, lanjut dia sebetulnya aparat kepolisian telah melakukan penyelidikan dan pendalaman. Namun kasusnya hingga saat ini belum diungkap dan dituntaskan secara maksimal.
“Kasus serangan pembela HAM di negeri ini seringkali mengalami stagnasi atau mandek. Kemudian secara mekanisme, tidak ada regulasi khusus perlindungan terhadap pembela HAM,” imbuhnya.
Bentuk Kekerasan dan Pelaku
Berdasarkan data KontraS, Andi menerangkan dalam kurun waktu Desember 2019 hingga November 2020 ada 28 peristiwa kekerasan terhadap pembela HAM, khususnya yang menyoroti isu sektor sumber daya alam.
“Kami yang juga tergabung di dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Pembela HAM juga punya data. Pada Januari sampai Oktober 2020 setidaknya terjadi 116 kasus serangan terhadap pembela HAM. Data ini menunjukkan adanya urgensi perlindungan terhadap pembela HAM,” pungkasnya.
Peneliti Imparsial, Hussein Ahmad memaparkan data jumlah kasus pelanggaran HAM antara tahun 2020 sampai November tahun ini. Tahun ini, katanya jumlah kasusnya lebih rendah dan mengalami penurunan tren. Namun jumlah kekerasan terhadap para aktivis dan pembela HAM tahun menjadi yang paling banyak terjadi.
“Tahun 2020 ada 41 kasus pelanggaran HAM terhadap para aktivis dan pembela HAM, sedangkan tahun ini ada 12 kasus. Kasus kekerasan terhadap para aktivis dan pembela HAM hingga tahun ini paling banyak berupa penganiayaan yang jumlahnya mencapai 124 kasus. Terbanyak kedua berupa kriminalisasi sebanyak 121 kasus,” ucapnya saat dihubungi terpisah.
Bentuk kekerasan lain yang dialami para pembela HAM, lanjut dia adalah intimidasi sebanyak 95 kasus dan penyiksaan sebanyak 34 kasus. Adapun pelaku kekerasan paling banyak adalah dari kalangan kepolisian.
“Pelaku kekerasan terbanyak dari kepolisian sebanyak 175 orang dengan jenis aktivis yang paling banyak jadi korban adalah mereka yang bergerak di bidang lingkungan hidup dan agraria, jumlahnya 88 korban,” ungkapnya.
Belum Ada Proteksi
Hussein Ahmad menegaskan, sampai sekarang belum ada mekanisme proteksi dari pemerintah berupa Undang-undang maupun peraturan yang lain terkait perlindungan kerja-kerja para pembela HAM.
Oleh sebab itu, dirinya mengaku prihatin sampai sekarang banyak sekali pembela HAM yang dikriminalisasi. Kasus yang dialami Veronica, menambah daftar panjangnya.
“Minimnya proteksi dari pemerintah inilah membuat Veronica sampai menyelamatkan diri ke luar negeri karena dapat ancaman segala macam,” katanya.
Oleh sebab itu, Imparsial mendorong adanya regulasi perlindungan para pembela HAM bisa melalui revisi Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi atau berdiri sendiri sebagai Undang-undang baru.
“Harapan kami pemerintah segera membuat regulasi dan Presiden Jokowi bisa memerintahkan kepolisian untuk proaktif, serta segera melakukan penyelidikan dan tidak boleh kasus kekerasan terhadap pembela HAM dibiarkan lama supaya pihak yang memiliki niatan menyakiti pembela HAM jadi takut,” pungkasnya.
Baca Juga:
Ledakan di Rumah Veronica Koman Dinilai Teror Atas Kerjanya Selama Ini
Warga Papua Kabur ke PNG, Efek Kikuk Pemerintah Tangani Konflik
Andika Perkasa Disebut Akan Gunakan Pendekatan Lunak di Papua