Mantan Komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Peter F.
Gontha angkat suara soal utang dan potensi pailit Garuda. Dia mengatakan
sejumlah maskapai negara lain juga beberapa kali mengalami hal
serupa dan belum tentu berarti tutup permanen.
Negara Lain: Peter menyatakan
bahwa Japan Airlines pernah dua kali dibangkrutkan. Malaysia Airlines bahkan
pernah tiga kali bernasib serupa. Maskapai negara lain seperti Swiss Air,
Alitalia, Thai Airlines, dan Air France juga pernah dipailitkan.
“Sebetulnya tidak perlu hal itu menjadi pedih bagi
kita,” kata Peter di akun Instagram pribadinya @petergontha.
Alasan: Peter mengatakan
maskapai sering dipailitkan sebagai siasat perusahaan untuk melepaskan diri
dari jeratan bunga besar pihak lessor.
Jika Garuda Indonesia nanti dipailitkan, Peter mengatakan bisa didirikan ulang
dengan nama dan logo yang sama.
“Meski PT nya berbeda karena nama dan logo adalah milik
kita bangsa Indonesia. Jadi kita jangan emosi dulu, pun nama apapun boleh saja
dipakai sebagai PT tapi brand tetap Garuda Indonesia,” sambungnya.
Persoalan sewa pesawat: Peter juga
mengatakan Garuda membayar sewa sejumlah pesawat Boeing model 777 dengan
tarif hampir dua kali lipat lebih mahal dari
harga pasar sejak pertama kali. Dia berkata sewa pesawat itu biasanya US$750
ribu, tapi justru US$1,4 juta.
Kejanggalan pimpinan: Menurutnya,
perjanjian pihak lessor yang
merugikan Garuda itu dibuat oleh pihak-pihak yang dekat dengan posisi tinggi
dan memiliki kepentingan tersendiri.
Termasuk pula peran
konsultan asing yang ditunjuk oleh pihak tersebut.
Utang: Garuda memiliki utang mencapai Rp70 triliun. Total
utang itu akibat beberapa hal, mulai dari biaya sewa, rute tidak menguntungkan,
dan jumlah pesawat yang terlalu banyak. Garuda berniat untuk merestrukturisasi
utang itu menjadi hanya belasan triliun agar bisa bertahan.
Tudingan lain: Peter juga blak-blakan
berbagai persoalan di Garuda. Misalnya, membeli 17 pesawat Bombardier CRJ1000
yang pada akhirnya tidak digunakan dan menyebabkan kerugian.
Peter juga sempat menyinggung pihak eksternal yang menyandera
Garuda. Kemudian, dia juga mengaku sempat diminta untuk menandatangani dana Penyertaan
Modal Negara (PMN) sebesar Rp1 triliun bagi Garuda.
Selain itu, dia juga menyebut pengusaha Chairul Tandjung merugi triliunan
rupiah hingga pihak Garuda yang tidak berkomunikasi dengan pemegang saham.
Baca juga: