Di tengah pemberitaan pandemi Covid-19 yang masih menjadi sorotan dunia saat ini, terjadi drama politik di sejumlah negara yang juga mencuri perhatian. Mulai dari penangkapan dan ancaman terhadap jurnalis sampai Perdana Menteri perempuan pertama Samoa yang harus dilantik di tenda gara-gara ruang parlemen yang sengaja dikunci. Ini peristiwa politik luar negeri sepekan terakhir yang harus kamu tahu.
1. Penangkapan Jurnalis AS di Myanmar
Danny Fenster, editor pelaksana asal Amerika Serikat dari sebuah situs berita di Myanmar, ditahan atas perintah junta militer pada Senin (24/5/21) kemarin.
Reuters melaporkan, ia ditahan saat akan melakukan penerbangan ke luar negeri. Frontier, media tempatnya bekerja, menyebut Fenster menjadi jurnalis asing keempat yang ditahan pihak militer Myanmar, sejak terjadinya kudeta pada Februari lalu.
“Fenster, editor pelaksana kami, ditahan di gerbang internasional utama di Yangon saat bersiap terbang ke Malaysia,” tulis Frontier lewat keterangannya di media sosial mereka.
Saat ini, jurnalis berusia 37 tahun itu ditahan di Penjara Insein Yangon. Hingga kini, Frontier tidak tahu alasan Fenster ditahan dan belum dapat menghubunginya untuk mengetahui kabarnya saat ini.
Frontier mengecam sekaligus menyampaikan keprihatinannya atas penahanan terhadap Fenster. Ia menuntut pihak militer setempat segera membebaskannya dan menjamin keamanan serta memenuhi segala kebutuhannya selama ditahan.
Pihak dewan militer yang berkuasa di Myanmar pun tak memberikan pernyataan apa pun kepada media terkait kabar penangkapan terhadap jurnalis ini. Sementara, Juru bicara Kedutaan Besar AS di Yangon mengatakan, belum bisa memberikan laporan lengkap soal kabar ini karena alasan privasi.
Baca juga: Bajak Pesawat Hingga Tangkap Jurnalis, Belarus Dikecam Satu Eropa | Asumsi
2. Diduga Operasi Intelijen, Jurnalis Belarusia Diciduk
Penangkapan jurnalis juga dilaporkan terjadi di Belarusia. Media daring setempat, Nexta, melaporkan salah satu mantan editor mereka Roman Protasevich yang juga aktivis oposisi diciduk di bandara Minsk, Belarusia, Minggu (23/5/21) lalu.
Protasevich ditahan saat melakukan penerbangan dengan pesawat Ryanair menuju Lituania. Pesawatnya dipaksa melakukan pendaratan darurat karena disebut ada ancaman teror bom.
“Pesawat sudah diperiksa. Tidak ada bom yang ditemukan dan semua penumpang diperiksa lagi. Di antara mereka adalah jurnalis Nexta, Roman Protasevich. Dia ditahan,” jelas pernyataan resmi Nexta.
Mengutip AFP, seperti dilansir Kompas.com, Nexta mengungkapkan Protasevich mengaku sempat diikuti sebelum naik pesawat. Nexta Live dan Nexta merupakan media terkemuka dari oposisi Belarus yang dikenal membantu memobilisasi pengunjuk rasa di negara setempat untuk menentang hasil pemilu tahun lalu yang kembali dimenangkan Alexander Lukashenko.
Protasevich, yang berusia (26) tahun, dan pendiri Nexta, Stepan Putilo (22), kabarnya dimasukkan ke daftar individu yang terlibat aktivitas teroris oleh Belarusia. Keduanya tinggal di Polandia, dan dituduh menyebabkan kerusuhan massal. Pelanggaran itu dapat menyebabkan hukuman penjara hingga 15 tahun.
Mereka juga dituduh melakukan aksi ujaran kebencian terhadap pemerintah dan pejabat penegak hukum, serta dimasukkan ke daftar buron internasional di Belarusia dan Rusia, sekutu Lukashenko.
Pemimpin oposisi, Svetlana Tikhanovskaya, menduga peristiwa yang terjadi di pesawat merupakan operasi dinas rahasia demi menahan Protasevich. Ia mengatakan, Protasevich bisa menghadapi hukuman mati di Belarusia.
Sementara Kepala Eksekutif Ryanair, Michael O’Leary, menduga adanya operasi intelijen dalam penangkapan terhadap Protasevich. Pasalnya, ia menyebut pesawat Ryanair itu dicegat oleh jet tempur Belarusia dan dialihkan ke ibu kota Minsk.
“Tampaknya otoritas bermaksud menangkap seorang jurnalis dan teman seperjalanannya,” ujar O’Leary dalam wawancara dengan radio di Irlandia.
O’Leary menduga ada agen KGB yang diterjunkan di bandara juga untuk menjalankan operasi penangkapan.
3. Militer Tangkap Presiden, PM dan Menhan Mali
Bukan cuma kepada wartawan, aksi penangkapan yang dilakukan oleh militer terjadi di Mali, Afrika Barat. Perwira militer di Mali menahan Presiden Bah Ndaw, Perdana Menteri Moctar Ouane dan menteri pertahanan sementara Souleymane Doucoure, Senin (24/5/21).
Baca juga: Lebih dari 30 Warga Palestina Tewas dalam Serangan Roket Israel, AS Diminta Tegas | Asumsi
Reuters melaporkan, penangkapan terhadap mereka dilakukan untuk mendalami terjadinya aksi kekacauan politik hanya beberapa bulan setelah kudeta militer menggulingkan pemimpin sebelumnya, Presiden Ibrahim Boubacar Keita.
“Ketiganya dibawa ke pangkalan militer di Kati, di luar ibu kota Bamako, beberapa jam setelah dua anggota militer kehilangan posisi mereka dalam perombakan pemerintah,” kata salah satu sumber diplomatik dan pemerintah.
Peristiwa ini dianggap bakal memperburuk ketidakstabilan politik di negara-negara Afrika Barat. Melansir laporan yang sama, kelompok-kelompok garis keras, seperti al Qaeda dan ISIS, diketahui selama ini mengendalikan daerah-daerah besar di gurun utara.
Ketidakstabilan politik dan pertikaian militer telah mempersulit upaya kekuatan Barat dan negara-negara tetangga untuk mendukung negara-negara miskin. Hal ini berkontribusi pada kerawanan regional.
“Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Mali menyerukan pembebasan segera dan tanpa syarat terhadap kelompok itu dan mengatakan mereka yang memegang para pemimpin harus mempertanggungjawabkan tindakan mereka,” tulis Reuters.
4. Lama Tak Ada Kabar, Potret Putri Latifa Muncul di Medsos
Usai lama tak terdengar kabarnya, foto yang memperlihatkan sosok Putri Latifa dari Dubai ramai beredar di Instagram. Foto tersebut memperlihatkan Putri Latifa di pusat perbelanjaan Dubai, Mall of the Emirates (MoE), duduk bersama dua wanita lainnya. Teman Latifa mengatakan kepada BBC bahwa mereka mengenali kedua perempuan lain itu dan bahwa Latifa kenal dengan mereka.
BBC seperti dilansir Detik.com melaporkan selama ini sang putri menjadi tahanan rumah di kediamannya usai berupaya melarikan diri dari kerajaan pada 24 Februari 2018. Kala itu, ia yang berusia 16 tahun, mengontak pengusaha Prancis, Herve Jaubert, pada 2011, dengan menyusun rencana pelarian.
Ia dibantu oleh Jauhiainen, yang sebelumnya dikenal sebagai instruktur capoeira, seni bela diri Brasil. Latifa dan Jauhiainen, dengan kapal karet dan jet ski, berupaya menuju ke perairan internasional, tempat Jaubert menunggu dengan kapal pesiar berbendera Amerika Serikat. Namun delapan hari kemudian, di lepas pantai India, kapal itu diserbu tentara.
Jauhiainen mengatakan, mereka menggunakan granat asap agar dia dan Latifa keluar dari tempat persembunyian di kamar mandi, di dek bawah. Mereka mengaku ditodong dengan senjata.
Baca juga: Fakta di Balik Warga China Masuk Indonesia di Tengah Larangan Mudik | Asumsi
Latifa dibawa ke Dubai dan tak terdengar lagi nasibnya sejak itu sampai sekarang. Jauhiainen dan awak kapal dibebaskan setelah dua minggu ditahan di Dubai. Pemerintah India tak pernah berkomentar apa peran mereka dalam insiden itu.
Pihak keluarga kerajaan Dubai hanya menegaskan selama ini Putri Latifa “dijaga di rumah” setelah Kantor Hak Asasi Manusia PBB meminta Uni Emirat Arab untuk memberikan bukti bahwa putri penguasa Dubai itu masih hidup.
Dalam rekaman video rahasia yang diproleh BBC, Putri Latifa menuduh sang ayah telah menyekapnya di Dubai sejak ia mencoba melarikan diri dan ditangkap kembali pada 2018. Dalam video tersebut, Putri Latifa mengatakan ia ketakutan.
“Bila Anda menonton video ini, bukan kabar baik. Mungkin saya meninggal atau saya berada dalam kondisi yang sangat, sangat, sangat buruk,” katanya.
Video inilah yang memicu keprihatinan banyak pihak, yang dengan kemunculan grup kampanye Free lATIFA, kemudian menyerukan agar ia dibebaskan. Menyikapi video ini, pihak kerajaan memastikan sang putri dalam keadaan baik dan akan kembali ke depan umum pada waktu yang tepat.
Namun tidak ada bukti video atau foto yang dikeluarkan bersamaan dengan pernyataan keluarga sebagai bukti ia masih hidup. Salah seorang temannya, membenarkan Latifa merupakan salah satu wanita yang ada di dalam potret yang beredar di media sosial. Kemunculan foto tersebut, menurut informasi yang didapatkan BBC, terkait dengan perkembangan lain yang dirahasiakan.
Dalam sebuah pernyataan, David Haigh, salah satu pendiri grup kampanye Free Latifa, mengonfirmasi bahwa ada beberapa perkembangan yang berpotensi signifikan dan positif dalam kampanye yang telah dilakukan selama ini. “Kami tidak bermaksud berkomentar lebih lanjut pada tahap ini, pernyataan lebih lanjut akan dikeluarkan pada waktu yang tepat,” katanya.
PBB menolak mengomentari foto itu, tetapi mengatakan kepada BBC bahwa mereka menunggu bukti Latifa masih hidup saat ini. Pemerintah UEA pun menyanggupinya. kira-kira sang putri masih hidup enggak ya?
5. Parlemen Dikunci, PM Perempuan Pertama Samoa Dilantik di Tenda
Perdana menteri (PM) perempuan pertama Samoa, Fiame Naomi Mata’afa, dilantik di sebuah tenda setelah dia dikunci dari parlemen oleh pesaingnya yang menolak untuk mundur.
Baca juga: Pentagon Sampaikan Laporan UFO ke Kongres AS, Khawatir Jadi Ancaman Global | Asumsi
Melansir BBC, Liputan 6 melaporkan Mata’afa (64) menyampaikan sumpah jabatannya di tenda yang terletak di taman parlemen. Namun hal ini menyebabkan ketidakpastian akan sosok yang bakal memimpin negara kepulauan Pasifik itu.
Tuilaepa Sailele Malielegaoi, yang telah menjabat sebagai Merdana Menteri Samoa telama 22 tahun, telah mengabaikan perintah pengadilan untuk mundur setelah Mata’afa diumumkan memenangkan pemilu.
Mata’afa tiba di gedung parlemen dengan harapan bakal segera dilantik pada Senin (24/5/21). Tetapi mantan wakil perdana menteri itu, yang tiba bersama ketua pengadilan, mendapati dirinya dilarang masuk ke gedung parlemen, yang telah dikunci oleh sekutu Malielegaoi sebelum kedatangannya.
Mata’afa dan anggota partai Faatuatua i le Atua Samoa ua Tasi (Partai Fast) berkumpul di tenda yang berada di taman parlemen, di Ibu Kota Apia, dengan para pendukungnya untuk dilantik.
“Demokrasi harus menang, selalu. Tidak ada pengecualian dari prinsip fundamental ini. Mereka yang mengklaim sebaliknya bermain dengan api,” kata Partai Fast dalam pernyataan persnya.
Di sisi lain, pihak Malielegaoi menolak hasil pelantikan itu dan menganggap pelantikan tersebut tidak resmi, juga menyebutnya “ilegal dan melanggar hukum”. Isu ini muncul sebulan setelah pemilihan umum yang berlangsung paling dekat dalam sejarah Samoa, yang diikuti oleh perselisihan dan tantangan hukum.