Isu Terkini

Juliari Batubara Hadapi Sidang Vonis Kasus Korupsi Bansos Covid-19

Irfan — Asumsi.co

featured image
kemensos.go.id

Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara akan menghadapi vonis dalam kasus korupsi Bansos Covid-19 yang menjeratnya. Vonis akan dibacakan oleh Majelis Hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (23/8). Sementara Juliari akan hadir secara virtual dari tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Tuntutan
Ditangkap pada Desember 2020 dini hari, politisi PDI Perjuangan itu dituntut oleh Jaksa Penuntut KPK dengan hukuman 11 Tahun Penjara. Dibacakan pada 28 Juli 2021 lalu, Juliari juga diminta membayar denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.

Tuntutan ini ditambah dengan ganti uang Rp14,5 miliar yang jika tidak dibayar setelah satu bulan putusan memperoleh kekuatan hukum tetap atau inkrah maka harta benda Juliari akan disita dan dilelang jaksa untuk membayar uang pengganti itu.

Tambahan hukuman dua tahun buat Juliari juga menanti jika ternyata harta yang dimilikinya belum cukup untuk melunasi uang pengganti.

Tak hanya dituntut hukuman penjara, denda, dan uang pengganti, karir politik Juliari juga diperkirakan akan terjegal. Soalnya, perilaku korupsinya membuat jaksa meminta majelis hakim mencabut hak dipilih dalam jabatan publik selama empat tahun terhitung setelah Juliari selesai menjalani pidana pokok.

Jaksa Ikhsan Fernandi menyebut beratnya hukuman untuk Juliari karena ia tidak mengakui secara terus terang perbuatan korupsi yang dilakukannya. Pernyataan Juliari dalam sidang juga kerap berbelit-belit.

Baca Juga: Kasihan Anak Istri, Juliari Minta Vonis Bebas kepada Hakim | Asumsi

Aliran dana korupsi

Dalam perkara ini, Juliari selaku Menteri Sosial periode 2019-2024 dinyatakan terbukti menerima uang sebesar Rp1,28 miliar dari Harry Van Sidabukke, sebesar Rp1,95 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja, serta uang sebesar Rp 29,252 miliar dari beberapa penyedia barang lain.

Tujuan pemberian suap itu adalah karena Juliari menunjuk PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude yang diwakili Harry Van Sidabukke, PT Tigapilar Agro Utama yang diwakili Ardian Iskandar, serta beberapa penyedia barang lainnya menjadi penyedia dalam pengadaan bansos sembako.

Jaksa menyebut, uang ini diterima dari Matheus Joko Santoso yang saat itu menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako periode April-Oktober 2020 dan Adi Wahyono selaku Kabiro Umum Kemensos sekaligus PPK pengadaan bansos sembako Covid-19 periode Oktober-Desember 2020.

Jaksa juga mengatakan uang sebesar Rp14,7 miliar sudah diterima oleh Juliari dari Matheus Joko dan Adi Wahyono melalui perantaraan orang-orang dekat Juliari, yakni tim teknis Mensos Kukuh Ary Wibowo, ajudan Juliari bernama Eko Budi Santoso, dan sekretaris pribadinya Selvy Nurbaity.

Matheus Joko dan Adi Wahyono kemudian juga menggunakan uang tersebut untuk kegiatan operasional Juliari selaku mensos dan kegiatan operasional lain di Kemensos seperti pembelian ponsel, biaya tes usap, hingga pembayaran makan dan minum.

Uang ini juga digunakan untuk pembelian sepeda Brompton, pembayaran honor artis Cita Citata, pembayaran hewan kurban hingga penyewaan pesawat pribadi.

Tak pernah akui korupsi

Mengacu pada pemberitaan di sejumlah media selama masa sidang, Juliari memang tidak pernah mengakui korupsi Bansos yang didakwakan padanya. Bahkan dalam sebuah persidangan 19 Juli 2021, Juliari berdalih tidak tahu menahu soal penunjukan perusahaan yang menjadi rekanan penyedia pengadaan bansos Covid-19 di Kementerian Sosial.

Dalih Juliari dalam sidang itu terkait pertanyaan jaksa yang menyinggung soal perusahaan PT Anomali Lumbung Artha (ALA). “Saya tidak tanya lebih spesifik lagi, tapi basic-nya selama perusahaan itu mau dan sanggup, bisa sesuai aturan yang berlaku, ya, silakan saja,” kata Juliari.

Selain alasan Juliari yang tak mengaku, jaksa juga menuntut Juliari dengan hukuman berat karena tindak pidana korupsi yang dilakukan Juliari terjadi pada kondisi darurat bencana pandemi Covid-19. Bahkan barang yang ia korupsi pun untuk kebutuhan penanganan Covid-19.

“Terdakwa selaku Menteri Sosial tersebut tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintah yang bersih dari kolusi, korupsi, dan nepotisme,” kata jaksa.

Minta dibebaskan
Hampir dua pekan setelah tuntutan itu, Juliari membacakan nota pembelaan. Pleidoi inilah yang kemudian membuat Juliari jadi gunjingan publik. Soalnya, pada pleidoinya, Juliari meminta hakim memutusnya bebas dari segala dakwaan.

Menurut Juliari, kasus yang menjeratnya telah berdampak bukan hanya buat dirinya, tapi juga keluarganya. Bahkan, anak-anaknya juga dipermalukan dan dihujat. Padahal, kata dia, anak-anaknya masih di bawah umur dan belum mengerti apa yang terjadi.

Juliari juga enggan dihukum karena usia anaknya yang masih di bawah umur dan masih butuh perannya sebagai ayah.

Juliari lantas membacakan latar belakang keluarganya yang ia sebut adalah keluarga pendidik. Ia menambahkan, dirinya bahkan pernah menjabat sebagai ketua yayasan selama lima tahun. “Dan sebagian besar siswa yang bersekolah di sekolah tersebut berasal dari status ekonomi menengah ke bawah.

Latar belakang ini yang membuat saya dengan penuh kesadaran menyerahkan diri ke KPK untuk menunjukkan sikap kooperatif saya terhadap perkara ini,” ucap Juliari.

Tanggapan KPK-Pengacara

Sementara itu, dalam pernyataan tertulis, Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri berharap kalau majelis hakim menyatakan Juliari terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam kasus tersebut.

“Kami yakin dan optimis seluruh amar tuntutan tim jaksa KPK juga akan dikabulkan majelis hakim,” kata Fikri.

Kuasa Hukum Juliari, Maqdir Ismail belum berkomentar. Namun dalam wawancara dengan Asumsi sebelumnya, Maqdir optimistis, hakim akan memutus perkara ini sesuai fakta persidangan.

“Berdasarkan atas hukum untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Mengenai langkah yang akan dilakukan (selanjutnya) tentu akan dilihat terlebih dahulu isi putusan,” imbuh Madqir.

Baca Juga: Pledoi Juliari, Egois dan Tak Tahu Malu | Asumsi

Usulan paling berat muncul dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, mengatakan, hukuman 11 tahun yang dituntut oleh JPU KPK dianggap sudah terlalu ringan bagi Juliari, apalagi meminta bebas.

“Untuk itu, ICW mendesak agar majelis hakim mengabaikan pleidoi yang disampaikan oleh Juliari,” ucap Kurnia, kepada Asumsi.co.

Menurut Kurnia, karena kesalahannya menyelewengkan duit bansos di masa pandemi ini, hukuman paling pantas untuk Juliari dan komplotannya adalah vonis seumur hidup penjara. Tuntutan JPU yang masih ringan pun, hendaknya diabaikan oleh majelis hakim. Mengingat, begitu merusak dan merugikannya tindakan korupsi yang dilakukan Juliari dan komplotannya.

“Vonis seumur hidup ini menjadi penting, selain karena praktik kejahatannya, juga berkaitan dengan pemberian efek jera agar ke depan tidak ada lagi pejabat yang memanfaatkan situasi pandemi untuk meraup keuntungan,” kata Kurnia.

Share: Juliari Batubara Hadapi Sidang Vonis Kasus Korupsi Bansos Covid-19