Isu Terkini

Pledoi Juliari, Egois dan Tak Tahu Malu

Irfan — Asumsi.co

featured image
kemensos.go.id

Pledoi Mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara, yang memohon vonis bebas atas kasus korupsi Bansos Covid-19 dinilai egois dan tak tahu malu. Apalagi, berdasarkan pernyataan Jaksa Penuntut Umum KPK, Politisi PDI Perjuangan itu kerap berbelit-belit dan tak pernah mengakui keterlibatannya dalam kasus tersebut.

Dengan permohonan seperti ini, tak heran kalau kemudian Juliari jadi bulan-bulanan publik. Namanya menjadi trending di media sosial Twitter dengan ribuan cuitan dalam sekejap.

Kebanyakan orang geram. Menurut mereka, Juliari dengan permohonan gilanya ini tak memikirkan bagaimana hancurnya perasaan rakyat yang telah ia bohongi. Apalagi, barang yang ia korupsi adalah bantuan sosial yang dikeluarkan negara di situasi darurat pandemi Covid-19. Alih-alih amanah, dana bantuan ini malah diselewengkan untuk keuntungan pribadi.​

Salah satu kritik di antaranya muncul dari Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Damar Juniarto. Menurut dia, Juliari hendaknya dihukum berat karena sudah merampas bantuan orang-orang yang lebih susah darinya.

​”Tolong dihukum seberat-beratnya,” kata Damar melalui akun media sosial Twitter-nya.​

Permohonan Juliari juga dianggap tak tahu malu. Dari sisi tuntutan saja, Juliari sebetulnya sudah mendapat tuntutan lebih ringan yakni 11 tahun penjara. Padahal, ia menjabat sebagai Mensos yang mestinya tak menyelewengkan dana bantuan sosial yang dipercayakan negara untuk dikelola olehnya.

​Mengenai hal ini, aktivis Lini Zurlia melalui Twitter-nya lantas membandingkan apa yang didapat dan dimohon Juliari dengan ancaman hukuman seumur hidup yang mengintai Penny Tri Herdiani, seorang Pendamping Sosial Program Keluarga Harapan (PKH) di Jawa Timur yang menyelewengkan dana bantuan PKH senilai Rp 450 juta.​

“Jauh lebih rendahlah ketimbang angka yang digarong sama Menteri Sosial,” cuit Lini.​

Sementara yang lain, ada juga yang menganggap wajar pledoi Juliari. Sebagai nota pembelaan, Juliari memang bebas meminta apa saja. Kini, yang jadi soal, apakah Majelis Hakim terpengaruh untuk mengikuti permohonan Juliari.

​Kepada Asumsi, Sosiolog Universitas Indonesia, Rissalwan Habdy Lubis menyebut pledoi yang dibacakan oleh Juliari adalah bentuk pengabaian terhadap publik yang sangat nyata. Dalam ilmu sosiologi, ini disebut dengan istilah social ignorance.​

Menurut Rissalwan, dalam menyatakan pembelaannya, baik itu dari sisi anak, istri, dan latar belakang keluarganya yang menurut Juliari mendidiknya dengan baik, menunjukan argumen Juliari yang hanya berkisar pada kepentingan pribadi. Ia tak lagi menimbang kepentingan rakyat yang dicederai oleh tingkah laku koruptifnya.​

“Argumen ini ia gunakan untuk mengalahkan kepentingan jutaan rakyat miskin yang dia kurangi haknya, justru untuk memberi makan keluarganya,” kata Rissalwan.​

Kelakuan Juliari juga sekali lagi mempertontonkan pada publik rendanya sense of crisis yang sudah lama diidap oleh para elit republik ini sejak awal pandemi. Tidak ada lagi kepentingan publik yang diperjuangkan dan hanya sibuk mengurusi diri masing-masing.​”

Bisa jadi hal tersebut yang mendorong mantan Mensos ini makin berani “tutup mata” pada kepentingan publik yang sedang mengalami krisis akibat pandemi ini,” ucap dia.

Sebelumnya, Mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara memohon pembebasan atas kasus korupsi yang ia lakukan. Dikutip dari Antara, dalam nota pledoi yang dibacakan di gedung KPK Jakarta, Senin (9/8/2021), Juliari menyebut permohonan bebas ini datang dari dirinya, istri, juga anak-anaknya.​

“Kepada majelis hakim yang mulia, akhirilah penderitaan kami ini dengan membebaskan saya dari segala dakwaan,” kata Juliari.​

Baca Juga: Kasihan Anak Istri, Juliari Minta Vonis Bebas kepada Hakim

Menurut Juliari, kasus yang menjeratnya telah berdampak bukan hanya buat dirinya, tapi juga keluarganya. Bahkan, anak-anaknya juga dipermalukan dan dihujat. Padahal, kata dia, anak-anaknya masih di bawah umur dan belum mengerti apa yang terjadi. Juliari juga enggan dihukum karena usia anaknya yang masih di bawah umur dan masih butuh perannya sebagai ayah.​

Juliari menambahkan, hanya majelis hakim yang dapat mengakhiri penderitaan lahir dan batin dari keluarganya yang sudah menderita. “Badai kebencian dan hujatan akan berakhir tergantung dengan putusan dari majelis hakim,” ujar Juliari.​

Juliari juga membacakan latar belakang keluarganya yang ia sebut adalah keluarga pendidik. Dengan tumbuh besar di lingkungan yang berintegritas, ia menjamin dirinya tak pernah terpikir untuk melakukan korupsi.​

“Keluarga saya juga sejak dulu aktif di bidang pendidikan, khususnya pendidikan menengah. Keluarga saya salah satu pendiri yayasan pendidikan menengah yang sudah berusia puluhan tahun di Jakarta dan sudah menghasilkan ribuan alumni,” kata Juliari.​

Dari Beli Brompton Sampai Honor Cita Citata​

Dalam perkara ini, Juliari selaku Menteri Sosial RI periode 2019-2024 dinyatakan terbukti menerima uang sebesar Rp 1,28 miliar dari Harry Van Sidabukke, sebesar Rp 1,95 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja serta uang sebesar Rp 29,252 miliar dari beberapa penyedia barang lain.​

Tujuan pemberian suap itu adalah karena Juliari menunjuk PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude yang diwakili Harry Van Sidabukke, PT Tigapilar Agro Utama yang diwakili Ardian Iskandar serta beberapa penyedia barang lainnya menjadi penyedia dalam pengadaan bansos sembako.

 ​Jaksa menyebut, uang ini diterima dari Matheus Joko Santoso yang saat itu menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako periode April-Oktober 2020 dan Adi Wahyono selaku Kabiro Umum Kemensos sekaligus PPK pengadaan bansos sembako Covid-19 periode Oktober-Desember 2020.​

Jaksa juga mengatakan uang sebesar Rp 14,7 miliar sudah diterima oleh Juliari dari Matheus Joko dan Adi Wahyono melalui perantaraan orang-orang dekat Juliari. Yakni tim teknis Mensos Kukuh Ary Wibowo, ajudan Juliari bernama Eko Budi Santoso dan sekretaris pribadi Juliari Selvy Nurbaity.​

Matheus Joko dan Adi Wahyono kemudian juga menggunakan uang tersebut untuk kegiatan operasional Juliari selaku mensos dan kegiatan operasional lain di Kemensos seperti pembelian ponsel, biaya tes usap, hingga pembayaran makan dan minum.​

Uang ini juga digunakan untuk pembelian sepeda Brompton, pembayaran honor artis Cita Citata, pembayaran hewan kurban hingga penyewaan pesawat pribadi.

Share: Pledoi Juliari, Egois dan Tak Tahu Malu