Bank Indonesia secara tegas melarang seluruh lembaga
keuangan yang bermitra dengan Bank Indonesia untuk memfasilitasi atau
menggunakan uang kripto sebagai alat pembayaran atau servis jasa keuangan.
“Pertama, uang kripto betul bukan alat pembayaran yang
sah sesuai UU. Kami larang lembaga keuangan enggak boleh menggunakan kripto
sebagai alat bayar untuk jasa keuangan,” ujar Gubernur Bank Indonesia,
Perry Warjio dilansir CNBC.
Baca juga: Daftar Negara yang Menolak dan Menerima Transaksi Kripto | Asumsi
Kripto Adalah Aset
Menurut Perry, Kripto bukanlah alat pembayaran ataupun mata
uang, melainkan sebagai aset atau komoditi.
“Kripto bukan alat pembayaran sah sesuai dengan
Undang-Undang Dasar (UUD), Undang-Undang (UU) mata uang, dan UU BI. Kripto aset,
bukan alat pembayaran sah,” jelasnya.
Untuk itu, ia akan menugaskan tim untuk mengawasi
lembaga-lembaga keuangan mitranya. Ini untuk memastikan tidak ada yang
menggunakan kripto dalam transaksinya.
“Kami juga akan menerjunkan pengawas-pengawas untuk
memastikan lembaga keuangan itu mematuhi ketentuan-ketentuan yang digariskan UU
mata uang,” kata dia.
Sekali lagi dia menghimbau, agar lembaga keuangan yang
bermitra dengan BI untuk tidak menggunakan bitcoin cs sebagai alat
transaksinya.
“Kami pastikan kembali, kripto-kripto, bitcoin dll,
bukan alat pembayaran yang sah dan kami larang lembaga keuangan untuk
menggunakannya sebagai media payment,” tegasnya.
Menanggapi hal itu, Robby dari Asosiasi Pedagang Aset Kripto
Indonesia menyambut baik apa yang dikatakan Bank Indonesia untuk melarang mata
uang kripto sebagai alat transaksi.
“Itu adalah Langkah yang tepat dilakukan oleh BI, Indonesia
meregulasi aset kripto sebagai komoditi, wujudnya sudah jelas yaitu komoditi.
Tidak boleh dijadikan sebagai alat pembayaran,” katanya saat dihubungi Asumsi.co,
Kamis (16/6/2021).
Menurut Robby, itu sesuai Pasal 23 B UUD 1945 jo.
Pasal 1 angka 1 dan angka 2, Pasal 2 ayat (1) serta Pasal 21 ayat (1) UU Mata
Uang.
“Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan setiap transaksi yang mempunyai
tujuan pembayaran yang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah,”
katanya.
Dengan adanya penegasan ini, kata Robby, regulator (Bappeti)
semakin mudah dalam menentukan aturan yang berlaku di aset kripto.
“Dengan dikerucutkan wujud dari aset kripto sebagai
komoditi, maka regulator semakin mudah dalam hal menentukan aturan aturan yang
dapat diberlakukan dalam aset kripto ini,” katanya.
Apalagi, mendengar kabar Menteri Keuangan Sri Mulyani akan
membawa isu mata uang kripto ini ke forum G20—yang rencananya di Bali—menjadi kabar
menggembirakan.
“Ini adalah kabar yang mengembirakan, membuktikan Indonesia
saat ini benar-benar sadar perkembangan industri kripto tidak lagi dipandang
sebelah mata. Semua terfokus bagaimana meregulasi ini dengan baik sehingga
dapat memberikan perlindungan kepada pengguna dan kepentingan negara,” katanya.
Baca juga: Tak Melulu dari Luar Negeri, Ini Uang Kripto Asal Indonesia | Asumsi
Bukan Pertama Kali Melarang
Bank Indonesia pada tahun 2014, melalui Gubernur Bank
Indonesia Agus DW Martowardojo juga sempat melarang dengan tegas penggunaan
bitcoin sebagai alat pembayaran.
“Sebetulnya, statement kita, bitcoin itu bukanlah
alat pembayaran yang sah di Indonesia,” kata Agus dilansir HukumOnline.
Atas dasar itu, lanjut Agus, BI meminta masyarakat untuk
berhati-hati dengan maraknya transaksi bitcoin di Indonesia.
Di tahun 2018, Bank Indonesia kembali melarang
semua industri yang terkait dengan sistem pembayaran menggunankan cryptocurrency. Hal
ini menyusul adanya dugaan praktik pembayaran menggunakan bitcoin di
Bali.
“Sebagai sistem pembayaran kami larang, institusi yang
melakukannya juga kami larang,” katanya dilansir Gatra.