General

Megawati Sandang Profesor Kehormatan, Apa Bedanya dengan Gelar Profesor?

Citra — Asumsi.co

featured image
Tangkap layar YouTube Universitas Pertahanan Official

Presiden kelima Republik Indonesia sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, telah dikukuhkan sebagai Profesor Kehormatan oleh Universitas Pertahanan (Unhan). Pengukuhan Megawati sebagai Profesor Kehormatan dilaksanakan dalam Sidang Senat Terbuka di Aula Merah Putih, Unhan, Jumat (11/6/2021). Momentum tersebut turut disiarkan langsung secara virtual, baik melalui Zoom maupun YouTube Universitas Pertahanan Official.

Dalam meraih Profesor Kehormatan, Megawati menulis makalah berjudul “Kepemimpinan Presiden Megawati pada Era Krisis Multidimensi, 2001-2004”. Makalah itu terbit di Jurnal Pertahanan & Bela Negara, Volume 11 Nomor 1, Edisi April 2021. Siaran Sidang Senat Terbuka melaporkan, sebelum dikukuhkan sebagai Guru Besar Tidak Tetap, Megawati telah mendapatkan sembilan gelar Doktor Honoris Causa dari dalam negeri maupun luar negeri.

Dari luar negeri, Megawati meraih gelar Doktor Honoris Causa Bidang Politik di Waseda University of Tokyo, Bidang Politik di Moscow State Institute of International Relations, Bidang Politik di National Korea Maritime & Ocean University, Bidang Demokrasi Ekonomi di Mokpo National University, Bidang Diplomasi Ekonomi di Fujian Normal University, dan Bidang Kemanusiaan di Soka Japan University.

Dari dalam negeri, Megawati mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa Bidang Politik dan Pemerintahan di Universitas Padjajaran, Bidang Pendidikan Politik di Universitas Padang, serta Bidang Politik dan Pemerintahan di Institut Pemerintahan dalam Negeri.

Sebenarnya, sebelum Megawati, gelar serupa telah diraih dua tokoh di Indonesia, yakni presiden keenam Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Mahkamah Agung, Muhammad Syarifuddin.

Baca Juga : Menuju Gelar Profesor Kehormatan, Paper Milik Megawati tentang Kepemimpinannya Beredar

Mengutip dari situs resmi Kementerian Pertahanan, SBY menjadi Profesor pertama dalam bidang Ilmu Ketahanan Nasional pada Kamis (12/6/2014) silam. Pengukuhan SBY sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.40 Tahun 2012 tentang pengangkatan Profesor/Guru Besar tidak tetap pada Perguruan Tinggi. Kala itu, SBY menyampaikan pidato akademik berjudul “Perdamaian dan Keamanan dalam Dunia yang Berubah: Tantangan Penyusunan Grand Strategy bagi Indonesia.”

Sementara itu, mengutip dari Kompas.com​Muhammad Syarifuddin dikukuhkan sebagai Guru Besar Tidak Tetap dalam bidang Ilmu Hukum Pidana dari Universitas Diponegoro. Syarifuddin dikukuhkan pada Februari 2021 lalu dengan menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Pembaruan Sistem Pemidanaan dalam Praktik Peradilan Modern: Pendekatan Heuristika Hukum.”

Lantas, apa sih Profesor Kehormatan itu, dan apa bedanya dengan Profesor ‘aja’?

Kepada Asumsi, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti), Paristiyani Nurwardani, menjelaskan, Profesor Kehormatan bisa disebut sebagai Guru Besar Tidak Tetap (GBTT). Sedangkan, Profesor sama dengan Guru Besar (GB).

Seseorang yang dikukuhkan sebagai GBTT merupakan sosok berprestasi yang telah diakui secara internasional. Hal itu telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud).

Baca Juga : Swafoto Bareng Megawati, Isyarat Nadiem Aman dari Reshuffle?

Untuk menjadi GBTT, seseorang harus memiliki pengetahuan luar biasa. Pengetahuan istimewa itu baik tacit knowledge maupun explicit knowledge. “Jadi, siapapun yang punya pengetahuan istimewa dan dipandang penting bagi suatu perguruan tinggi dapat diajukan agar diangkat dan memiliki jabatan fungsional tidak tetap,” kata Paristiyani.

Lalu, pengetahuan istimewa seperti apa yang dimaksud?

Paristiyani menerangkan, keahlian yang diapresiasi bisa berupa karya seni dan budaya yang sifatnya monumental. Pengetahuan luar biasa yang dimiliki juga bisa berupa ilmu pengetahuan, teknologi, atau pengalaman yang telah diakui secara internasional. Kemudian, pengetahuan luar biasa yang dimiliki dapat disampaikan kepada sivitas akademika. Nantinya, itu dapat dijadikan kajian dan penelitian formal.

Sementara itu, Paristiyani mengatakan, Guru Besar bukanlah gelar, tetapi jabatan. “Kalau Guru Besar merupakan bagian dari karier dosen dan mendapat tunjangan dari negara. Kalau Guru Besar Tidak Tetap, sifatnya jabatan tidak tetap bagi non dosen, dan juga tidak mendapat tunjangan dari negara,” imbuhnya.

Jabatan tersebut, menurut Paristiyani, bisa dalam berbagai profesi. Misalnya, sebagai profesional, pelaku wirausaha, birokrat, dan lain-lain.

Share: Megawati Sandang Profesor Kehormatan, Apa Bedanya dengan Gelar Profesor?