Isu Terkini

Polisi Kembali Periksa Petinggi ACT dalam Perkara Dugaan Penggelapan Dana

Yopi Makdori — Asumsi.co

featured image
ANTARA/Laily Rahmawaty/aa

Bareskrim Polri melakukan penyelidikan terhadap dugaan
penggelapan dana ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 oleh
Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus
(Dittipideksus) Bareskrim Polri kembali meminta keterangan petinggi Aksi Cepat
Tanggap (ACT) terkait penyelidikan dugaan penyimpangan dana yang dilakukan
lembaga tersebut, Senin (11/7/2022). Kedua ialah pendiri ACT Ahyudin, dan
Presiden ACT Ibnu Khajar.

“Ahyudin dan Ibnu, keduanya lanjut diperiksa
Senin,” kata Kasubdit IV Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Andri
Sudarmaji, Senin (11/7/2022), mengutip Antara.

Pemanggilan kedua: Ahyudin dan Ibnu Khajar sebelumnya telah
memenuhi panggilan penyidik Polri untuk dimintai keterangan pada Jumat
(8/7/2022). Pemeriksaan terhadap Ahyudin berlangsung dari pukul 11.00 WIB
sampai dengan 22.30 WIB, sedangkan Ibnu Khajar mulai dimintai klarifikasi pukul
15.00 sampai dengan 22.00 WIB.

Dugaan kasus: Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat
(Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyebutkan Polri
menyelidiki dugaan penyimpangan dana sosial ahli waris korban kecelakaan
pesawat Lion Air JT-610 yang terjadi pada 2018 lalu.

Kedua Pengurus ACT tersebut diduga menyalahgunakan sebagian
dana sosial itu untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji
dan fasilitas pribadi.

“Bahwa Pengurus Yayasan ACT dalam hal ini saudara
Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua, pengurus dan pembina serta saudara Ibnu
Khajar selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana sosial
dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing,” kata
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol
Ahmad Ramadhan kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (9/7/2022).

Menurut Ramadhan, kedua Pengurus ACT tersebut tidak pernah
mengikutsertakan pihak ahli waris dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan
penggunaan dana sosial, tidak pernah memberitahu kepada pihak ahli waris
terhadap besaran dana sosial yang didapatkan dari pihak Boeing serta penggunaan
dana sosial tersebut yang merupakan tanggung jawabnya.

Nominal dana: Dari hasil pemeriksaan sementara diperoleh
fakta, ACT menerima dana dari Boeing untuk disalurkan kepada korban sebagai
dana sosial sebesar Rp 138 miliar.

Pihak Boeing memberikan dua jenis dana kompensasi, yaitu
dana santunan tunai kepada ahli waris korban masing-masing sebesar Rp 2,06
miliar serta bantuan non-tunai dalam bentuk dana sosial sebesar Rp 2,06 miliar.

Namun, dana tersebut tidak dapat dikelola langsung oleh para
ahli waris korban, melainkan harus menggunakan lembaga atau yayasan yang sesuai
dengan persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak Boeing, salah satunya
adalah lembaga harus bertaraf internasional.

Tunjuk ACT: Kemudian, kata Ramadhan, pihak Boeing menunjuk
ACT atas rekomendasi ahli waris korban untuk mengelola dana sosial tersebut
yang diperuntukkan membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi
dari ahli waris para korban.

Tak transparan: Akan tetapi, kata dia lagi, pihak ACT tidak
memberitahukan realisasi jumlah dana sosial yang diterima dari pihak Boeing
kepada ahli waris korban, termasuk nilai serta progres pekerjaan yang dikelola
oleh ACT.

“Diduga ACT tidak merealisasikan seluruh dana sosial
tersebut, melainkan sebagian dana sosial tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran
gaji ketua, pengurus, pembina, serta staf dan juga digunakan untuk mendukung
fasilitas serta kegiatan kepentingan pribadi Ahyudin dan wakil ketua pengurus,”
kata Ramadhan.

Diduga langgar UU: Ramadhan menyebutkan, kasus ini masih
dalam penyelidikan. Penyidik mengusut dugaan pelanggaran Pasal 372 juncto 372
KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat
(1) dan ayat (2) juncto Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Baca Juga

Share: Polisi Kembali Periksa Petinggi ACT dalam Perkara Dugaan Penggelapan Dana