Seorang kepala dusun di Ngawi, Jawa Timur berinisial SM nekat menikahi gadis berusia 16 tahun. Kini polisi telah menahan SM dan menetapkan dia sebagai tersangka.
Polisi mengatakan, tersangka terbukti melakukan tindakan persetubuhan dengan anak di bawah umur hingga berujung pernikahan siri.
Tersangka: Kapolres Ngawi AKBP I Wayan Winaya menerangkan, tersangka dijerat Pasal 81 (2) atau 82 (1) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan PERPU Nomor 1/2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU RI 23/2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang. Tersangka diancam mendekam di penjara maksimal 15 tahun.
Respons KPAI: Kasus ini menuai respons dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang meminta supaya pelaku ditindak secara tegas dan mendesak supaya pernikahan siri pelaku dan korban dibatalkan.
Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati mengatakan, perkawinan anak baik laki-laki maupun perempuan, dalam hal ini adalah perempuan di bawah usia 19 tahun harus dengan dispensasi kawin yang dimohonkan ke pengadilan.
“Kita berharap bahwa perkawinan ini dibatalkan, harus ditindak, dilihat lebih dalam apakah ini ada unsur paksaan dan seperti apa. Karena sejatinya anak ini masih punya hak untuk sekolah dan seterusnya, ini harus diselesaikan secara baik-baik memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak dengan melakukan pendalaman secara menyeluruh,” katanya kepada wartawan Senin (13/4/2022).
Rita mengatakan kasus itu sebagai preseden buruk bagi seorang tokoh masyarakat. KPAI mengaku akan berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) setempat.
“Saya kira ini menjadi bagian yang harus ditindak, KPAI akan melakukan pengawasan terkait adanya kasus ini dan segera berkoordinasi dengan pihak terkait khususnya dengan Dinas PPPA kabupaten Ngawi terkait kondisi dari gadis ini,” pungkasnya.
Respons MUI: Sementara itu, Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammad Cholil Nafis menekankan bahwa pernikahan di bawah umur pada dasarnya dibolehkan secara agama asalkan tidak ada yang dirugikan.
“Namun secara maslahat memang kurang baik, maka pendekatannya bukan dihukum, tetapi disadarkan diberi pencerahan diberi penerangan,” ujar Cholil Nafis ketika dihubungi Asumsi.co, Selasa (14/6/2022).
Dia mengizinkan penggunaan hukuman jika didapati pelanggaran dalam kasus itu, seperti LGBT dan juga perzinaan. Sebab sumber hukum Indonesia salah satunya mengambil dari hukum Islam.
“Dalam Islam tidak termasuk yang haram, sah pernikahannya. Tapi memang kita menganjurkan pada usia yang sudah cukup sehingga dapat maslahat dalam keluarga. Jadi bukan hukuman, tetapi pembinaan,” tandasnya.
Baca Juga:
China Larang Anak di Bawah Umur Bikin Tato