Internasional

Dua Tahun Pandemi, Denmark Mulai Ragu Efektivitas Tes Covid-19

Yopi Makdori — Asumsi.co

featured image
ANTARA/HO-PSSI/aa.

Para ahli mempertanyakan efektivitas tes Covid-19 yang selama dua tahun pandemi ini seakan menjadi hal lumrah di tengah masyarakat. Denmark menjadi salah satu negara yang mempertanyakan hal itu. 

Telaah efektivitas: Baru-baru ini, pembuat kebijakan di negara berpenduduk 5,8 juta itu meminta ahli meneliti lebih jauh mengenai efektivitas tes Covid-19 yang selama ini diterapkan negaranya.

Profesor Penyakit Menular di Rigshospitalet, Universitas Copenhagen sekaligus anggota Kelompok Penasihat COVID Pemerintah, Jens Lundgren menilai negaranya telah berlebihan melakukan tes Covid-19. 

“Kami telah menguji jauh lebih banyak daripada negara lain sehingga kami mungkin berlebihan,” katanya, dikutip lewat Medical Daily, Senin (23/5/2022). 

Lakukan banyak tes: Denmark menjadi negara paling agresif dalam melakukan tes Covid-19 terhadap penduduknya. Dalam dua tahun terakhir, populasi Denmark yang hanya berjumlah 5,8 juta, namun tercatat lebih dari 127 juta tes cepat dan PCR telah dilakukan. Semuanya disediakan gratis. 

Secara total, Denmark menghabiskan lebih dari 16 miliar crown atau setara 2,36 miliar USD atau setara dengan Rp 34,5 triliun untuk pengujian Covid-19.

Namun, Denmark akhirnya mencatat jumlah kasus dan tingkat kematian yang sama dengan negara lain dengan pengujian yang tidak sebesar mereka. Hal ini telah mendorong mayoritas partai di parlemen untuk menyerukan penyelidikan terhadap strategi tersebut. 

Mahal: Profesor Kesehatan Global di University of Southern Denmark, Stabell Benn mengatakan strategi Denmark itu mahal dan hasilnya “tidak didokumentasikan”. Dia melihat, pengujian massa Covid-19 justru membuat pencarian kasus Covid-19 jadi tidak fokus. 

“Pendekatan pengujian massal menghilangkan fokus dari pengujian di tempat yang benar-benar penting: di antara yang rentan,” ujar Stabell Benn. 

Tekan biaya ekonomi: Sementara pakar lain dan pemerintah Denmark mengatakan, pengujian massal mengurangi tingkat penularan dan membantu orang masuk kembali ke masyarakat, meningkatkan ekonomi dan kesehatan mental mereka sendiri. Pasalnya biaya tes Covid-19 yang telah dirogoh pemerintah Denmark dianggap jauh lebih ringan memukul ekonomi ketimbang pukulan lain yang disebabkan pandemi terhadap negara-negara lain yang tak mengikuti cara Denmark. 

“Tidak ada keraguan bahwa biaya manusia dan ekonomi, misalnya, karantina wilayah yang luas, seperti yang telah kita lihat di banyak negara lain, akan lebih besar,” kata Menteri Kehakiman Nick Haekkerup kepada Reuters.

Temuan riset: Satu studi di Denmark yang diterbitkan tahun lalu menyimpulkan, program pengujian dan isolasi dari kasus yang dikonfirmasi membantu mengurangi penularan hingga 25 persen. Tetapi, pakar kesehatan mempertanyakan perkiraan tersebut. 

Sebuah tinjauan yang diterbitkan dalam Medical Virology pada akhir Maret lalu tentang penggunaan tes cepat untuk orang tanpa gejala dalam inisiatif skrining massal justru menemukan ketidakpastian atas dampaknya. 

“Klaimnya (pengujian massal) akan menghentikan pandemi, dan itu akan memotong penularan hingga 90 persen. Dan ternyata tidak,” kata Angela Raffle, dosen senior di Bristol University Medical School.

Soal tes covid-19: Ada beberapa kemungkinan penjelasan mengapa pengujian tidak menghasilkan manfaat yang lebih besar antara lain fakta tes tidak sempurna dan banyak orang yang tidak mau atau tidak dapat mengisolasi diri setelah dites positif. 

Sebuah tinjauan di British Medical Journal kala pra-Omicron menemukan, hanya 42,5 persen dari pasien yang tinggal di rumah selama seluruh periode isolasi.

Baca Juga:

Epidemiolog Dukung Pemerintah Akhiri PPKM 

Arab Saudi Masih Larang Warganya Melancong ke Indonesia 

Tembus Dua Juta Kasus, Korut Yakin Mampu Atasi Covid-19

Share: Dua Tahun Pandemi, Denmark Mulai Ragu Efektivitas Tes Covid-19