Kementerian Kesehatan mengimbau masyarakat Indonesia untuk
mewaspadai hepatitis akut, setelah tiga pasien anak yang dirawat di RSUPN Dr.
Ciptomangunkusumo Jakarta dengan dugaan penyakit tersebut meninggal.
Tiga anak dengan dugaan Hepatitis Akut belum diketahui
penyebabnya. Mereka meninggal dalam kurun waktu yang berbeda dengan rentang dua
minggu terakhir hingga 31 April 2022.
Ketiga pasien ini merupakan rujukan dari rumah sakit yang
berada di Jakarta Timur dan Jakarta Barat. Gejala yang ditemukan pada pasien-pasien
ini adalah mual, muntah, diare berat, demam, kuning, kejang dan penurunan
kesadaran.
Saat ini, Kementerian Kesehatan RI sedang berupaya untuk
melakukan investigasi penyebab kejadian hepatitis akut ini melalui pemeriksaan
panel virus secara lengkap. Dinas kesehatan Provinsi DKI Jakarta sedang
melakukan penyelidikan epidemiologi lebih lanjut.
“Selama masa investigasi, kami menghimbau masyarakat untuk
berhati-hati dan tetap tenang. Lakukan tindakan pencegahan seperti mencuci
tangan, memastikan makanan dalam keadaan matang dan bersih, tidak bergantian
alat makan, menghindari kontak dengan orang sakit serta tetap melaksanakan
protokol kesehatan,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi,
seperti dilansir Antara.
Jika anak-anak memiliki gejala kuning, sakit perut,
muntah-muntah dan diare mendadak, buang air kecil berwarna teh tua, buang air
besar berwarna pucat, kejang, penurunan kesadaran agar segera memeriksakan anak
ke fasilitas layanan kesehatan terdekat, ujar Nadia.
Sejak secara resmi dipublikasikan sebagai KLB oleh WHO,
jumlah laporan terus bertambah, tercatat lebih dari 170 kasus dilaporkan oleh
lebih dari 12 negara.
WHO pertama kali menerima laporan pada 5 April 2022 dari
Inggris Raya mengenai 10 kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya
(Acute Hepatitis of Unknown aetiology ) pada anak-anak usia 11 bulan-5 tahun
pada periode Januari hingga Maret 2022 di Skotlandia Tengah.
Kisaran kasus terjadi pada anak usia 1 bulan sampai dengan
16 tahun. Tujuh belas anak di antaranya (10 persen) memerlukan transplantasi
hati, dan 1 kasus dilaporkan meninggal. Gejala klinis pada kasus yang
teridentifikasi adalah hepatitis akut dengan peningkatan enzim hati, sindrom
jaundice (Penyakit Kuning) akut, dan gejala gastrointestinal (nyeri abdomen,
diare dan muntah-muntah). Sebagian besar kasus tidak ditemukan adanya gejala
demam.
Penyebab dari penyakit tersebut masih belum diketahui.
Pemeriksaan laboratorium di luar negeri telah dilakukan dan virus hepatitis
tipe A, B, C, D dan E tidak ditemukan sebagai penyebab dari penyakit tersebut.
Adenovirus terdeteksi pada 74 kasus dil luar negeri yang setelah dilakukan tes
molekuler, teridentifikasi sebagai F type 41. SARS-CoV-2 ditemukan pada 20
kasus, sedangkan 19 kasus terdeteksi adanya ko-infeksi SARS-CoV-2 dan
adenovirus.
Kementerian Kesehatan melalui Dirjen Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit mengeluarkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/C/2515/2022
Tentang Kewaspadaan terhadap Penemuan Kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui
Etiologinya (Acute Hepatitis Of Unknown Aetiology) tertanggal 27 April 2022.
Surat Edaran tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan
dukungan Pemerintah Daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, Kantor Kesehatan
Pelabuhan, sumber daya manusia (SDM) kesehatan, dan para pemangku kepentingan
terkait kewaspadaan dini penemuan kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui
Etiologinya.
Kemenkes meminta Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kabupaten/Kota, Kantor Kesehatan Pelabuhan, Laboratorium Kesehatan Masyarakat
dan Rumah Sakit untuk antara lain memantau dan melaporkan kasus sindrom
Penyakit Kuning akut di Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR), dengan
gejala yang ditandai dengan kulit dan sklera berwarna ikterik atau kuning dan
urin berwarna gelap yang timbul secara mendadak dan memberikan Komunikasi,
Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat serta upaya pencegahannya
melalui penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Kemenkes juga meminta pihak terkait untuk menginformasikan
kepada masyarakat untuk segera mengunjungi Fasilitas Layanan Kesehatan
(Fasyankes) terdekat apabila mengalami sindrom Penyakit Kuning, dan membangun
dan memperkuat jejaring kerja surveilans dengan lintas program dan lintas
sektor.
“Tentunya kami lakukan penguatan surveilans melalui lintas
program dan lintas sektor, agar dapat segera dilakukan tindakan apabila
ditemukan kasus sindrom jaundice akut maupun yang memiliki ciri-ciri seperti
gejala hepatitis” ucap dr. Nadia.
Baca Juga