Vaksin Covid-19

DPR Minta Kemenkes Selektif Soal Pengadaan Vaksin COVID-19

Joko Panji Sasongko — Asumsi.co

featured image
ANTARA/Dewanto Samodro

Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, meminta
Kementerian Kesehatan selektif dalam pengadaan vaksin untuk program vaksinasi
COVID-19.

“Kemenkes mau tidak mau harus selektif. Selain untuk menghindari
kadaluarsa, kemenkes juga harus memilih dan membeli vaksin halal. Pengadaan
vaksin halal ini adalah amanat dari putusan judicial review di MA,”
katanya seperti dilansir Antara, Sabtu (304/2022).

Dia mengingatkan terkait vaksin halal merupakan amanah dalam
putusan MA, sehingga harus cepat dalam pengadaan. Dia juga meminta Kemenkes
tidak menerima hibah vaksin non-halal.

Ketua Fraksi PAN DPR itu meminta Kemenkes untuk
memperhatikan masa kadaluarsa vaksin. Menurut dia, dalam rapat terakhir dengan
kemenkes, biofarma, dan BPOM dilaporkan adanya vaksin yang sudah kadaluarsa.

“Jumlahnya mencapai 19,3 juta dosis vaksin. Tidak hanya
itu, diperkirakan bahwa pada bulan April dan awal Mei, vaksin kadaluarsa bisa
mencapai 50 juta dosis, bahkan lebih,” ungkapnya.

Anehnya, kata Saleh vaksin kadaluarsa itu diperiksa kembali
oleh BPOM. Lalu, diperpanjang masa waktu berlakunya. Yang semestinya sudah
kadaluarsa, ada yang diperpanjang dan diperbolehkan untuk disuntikkan lagi.

“Teman-teman komisi IX banyak yang mempertanyakan.
Kalau memang bisa diperpanjang, mengapa ada masa kadaluarsa. Dengan
perpanjangan itu, definisi kadaluarsa (expired date) menjadi kabur dan tidak
jelas,” katanya.

Kata Saleh, kementerian kesehatan diminta untuk tegas
menghindari penggunaan vaksin yang sudah kadaluarsa. Harus dipastikan bahwa
vaksin yang diberikan ke masyarakat adalah vaksin terbaik dan sesuai ketentuan.
Dalam logika awam, bagaimana pun vaksin kadaluarsa pastilah memiliki risiko
tertentu.

Sejalan dengan itu, lanjut Saleh, kementerian kesehatan
diminta agar selektif dalam menerima hibah dan membeli vaksin. Penerimaan hibah
dan pembelian vaksin pasti menggunakan APBN. Anggaran yang digunakan tidak
sedikit. Sampai sejauh ini, biaya pembelian vaksin sudah mencapai lebih dari
Rp32 Triliun. Angka ini belum termasuk biaya handling dan distribusi vaksin
hibah. Kalau ada yang kadaluarsa dan tidak terpakai, tentu akan ada kerugian
negara yang cukup besar.

“Sederhananya, kalau mau menerima hibah, Kemenkes harus
memastikan dulu bahwa masa kadaluarsanya masih lama dan vaksinnya halal. Kalau
mau beli, dipastikan halal dan dipilih yang masa kadaluarsanya lama. Dengan
begitu, kebutuhan pada vaksin halal terpenuhi dan waktu untuk menyuntikkannya
cukup. Tentu semua itu harus didasarkan pada ketentuan pelaksanaan vaksinasi
sebagaimana diarahkan oleh para ahli epidemolog dan ITAGI,” pungkasnya.

Sebelumnya Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Ni’am Sholeh
menyebutkan saat ini sudah ada empat fatwa MUI yang berkaitan dengan vaksin
COVID-19 dan sudah ditetapkan kehalalannya. Adapun Vaksin COVID-19 yang sudah
mendapatkan fatwa halal MUI yakni Sinovac, Zifivax, Merah Putih, dan Sinopharm.

Baca Juga

Share: DPR Minta Kemenkes Selektif Soal Pengadaan Vaksin COVID-19