Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, kembali menanggapi wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden 2024.
Khoirunnisa mengatakan secara teori memang penundaan dan perpanjangan masa jabatan presiden bisa dilakukan. Namun, ada hal-hal yang harus dijawab untuk bisa menjalankan kedua wacana tersebut.
“Tapi pertanyaannya kenapa mau ditunda? kenapa mau diperpanjang masa jabatannya? kok kayaknya jadi kita punya jalan keluar untuk memenuhi keingian. Kalau ditanya jalan keluarnya ada? ya ada, tapi enggak di situ masalahnya,” ujar Khoirunnisa dalam diskusi Progres!.
Amanat UUD 1945: Menurut Khoirunnisa, menggelar pemilu memang membutuhkan biaya yang besar. Ia menilai alasan pandemi dan pemulihan ekonomi tetap dianggap tak cukup untuk menunda pemilu 2024.
“Anggaran jangan dijadikan alasan ah pemilunya mahal, enggak usah. UUD bilang pemilu itu diselenggarakan Luberjurdil enggak berhenti di situ, setiap lima tahun sekali. Konstitusi loh yang bilang lima tahun sekali, masa anggarannya enggak ada. Kita udah tahu dari 2019 kalau 2024 itu ada pemilu,” ujar Khoirunnisa.
Politisi bersuara: Ketum PAN Zulkifli Hasan menyebut sebaiknya Pemilu 2024 ditunda. Menurut Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Farazandi Firdiansyah, usulan sang ketum itu hanya sebatas usulan. Ia mengaku menghormati usulan tersebut sebagai bagian dari kebebasan berpendapat. Tapi ia meyakini penundaan pemilu 2024 akan sangat sulit terjadi.
“Itulah realita kita di negara berdemokrasi ini siapapun bisa berpendapat, hanya sekadar usulan, siapa tahu ada yang merasa sejalan, itu yang menjadi dinamka politik di negara kita. Ketua umum kami bicara tanpa big data, kami enggak punya data itu. Itu hanya sebatas praktik demokrasi saja,” ujar Farazandi.
Demokrat: Sementara politisi Demokrat Bramantyo Suwondo, penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden bisa menjadi benar dengan mengubah konstitusi.
“Tapi menurut saya di atas segala itu adalah etika, bahwa perjuangan ini adalah tonggak ari sebelumnya, bahwa kita merasa kekuasaan dari pemerintahan harus dibatasi. Dan kita harus menghormati soal itu,” ujar Bramantyo.
Menurut Bramantyo seluruh dunia mengalami pandemi covid-19. Namun, tak banyak negara yang berniat mengubah konstitusi untuk mengatasi pandemi dan dampak pandemi covid-19.
Baca Juga:
Ketok Dua RUU, DPR RI Dinilai Tak Punya Agenda Politik