Pegiat media sosial Edy Mulyadi menjalani pemeriksaan sebagai saksi terlapor dalam kasus dugaan ujaran kebencian di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (31/1/2022). Edy Mulyadi diperiksa atas dugaan kasus ujaran kebencian berkaitan dengan pernyataannya yang menyebut lokasi Ibu Kota Negara (IKN) baru sebagai “tempat jin buang anak”.
Penuhi panggilan: Kedatangannya di Bareskrim Polri didampingi tim kuasa hukumnya. Mengantisipasi waktu pemeriksaan yang panjang, ia mengaku membawa pakaian ganti dan alat mandi.
Masalah pembiayaan: Dalam pernyataannya sebelum menjalani pemeriksaan, Edy mengatakan dirinya baru saja membaca berita yang mengabarkan kalau Bank Dunia menegur Bank Indonesia (BI) tidak boleh lagi membeli surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah.
Teguran Bank Dunia kepada BI ini, kata dia tentu akan berkaitan dengan pembiayaan pembangunan Nusantara sebagai IKN baru ke depannya yang berpotensi bermasalah.
“Itu artinya nanti pembiayaan IKN nanti akan kembali bermasalah, dan potensi mangkrak nya luar biasa,” kata Edy seperti dikutip dari Antara.
Merusak lingkungan: Menurutnya, pembangunan IKN baru juga akan memperparah ekologi yang ada di Kalimantan. Terlebih, kata dia kondisi lingkungan di sana saat ini sudah rusak dan akan bertambah rusak karena pembangunan IKN baru.
“Selama puluhan tahun Kalimantan itu dieksploitasi habis-habisan, sudah berapa miliar ton batu bara diangkut, sudah berapa juta hektare hutan ditebas, diangkut, sudah berapa ribu atau juta lahan-lahan milik adat dirampas, gasnya belum macam-macam nya,” ungkapnya.
Ada oligarki: Edy Mulyadi juga menyinggung konsesi-konsesi yang ditudingnya dimiliki para oligarki akan mendapatkan kompensasi dari lahan-lahan yang mereka miliki di sana.
Selain itu, lanjut dia para oligarki ini menurutnya bisa saja dibebaskan dari kewajiban untuk merehabilitasi lahan-lahan yang dipakai untuk tambang.
“Seharusnya dengan sumber daya alam yang luar biasa dimiliki oleh Kalimantan lalu dieksploitasi besar-besaran harusnya lebih mensejahterakan masyarakat Kalimantan,” ucapnya.
Lawan ketidak adilan: Edy menambahkan, saat ini kehidupan masyarakat Kalimantan masih jauh dari kehidupan yang seharusnya didapatkan dari sumber daya alam yang dimiliki selama ini. Semestinya, kata dia penduduk Kalimantan jauh lebih sejahtera daripada warga Jakarta dan yang tinggal di daerah lainnya di Pulau Jawa.
Ia mengaku sudah menyampaikan permintaan maaf kepada para sultan yang ada di Kalimantan, termasuk suku-suku nya lantaran memang tidak pernah bermaksud menyerang Kalimantan.
“Musuh saya adalah ketidakadilan, dan siapapun pelakunya yang hari-hari ini dilakonkan oleh para oligarki melalui tangan-tangan pejabat publik,” ujarnya.
Klaim jadi target: Menurutnya, sikap kritisnya inilah yang membuat pihak-pihak tertentu merasa gerah. Akibatnya dirinya menjadi target pelaporan, bukan karena ucapan “jin buang anak” yang dilontarkannya.
Edy mengklaim selama ini banyak mengkritisi kebijakan pemerintah, seperti Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law, RUU Minerba, dan revisi KPK.
“Itu saya kritisi semua dan itu jadi bahan inceran karena podcast-podcast saya sebagai orang FNN itu dianggap mengganggu kepentingan para oligarki,” katanya.
Kembali minta maaf: Edy sempat kembali menyampaikan permintaan maafnya kepada publik atas ucapannya yang memicu kontroversi melalui awak media yang ada di Bareskrim Polri.
“Saya kembali minta maaf, saya tidak mau bilang itu ungkapan atau bukan, saya kembali minta maaf sedalam-dalamnya sebesar-besarnya,” tandasnya. (zal)
Baca Juga:
Kasus Edy Mulyadi ‘Jin Buang Anak’, Polisi Sebut Sudah Periksa 43 Saksi