Dua perusahaan rintisan asal Indonesia, Gojek dan Tokopedia, resmi merger. Mengusung nama GoTo, bersatunya dua perusahaan ini diyakini akan berdampak pada lanskap perusahaan internet dan layanan media. Apalagi, keduanya punya kekuatan masing-masing,
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, bergabungnya dua perusahaan ini akan saling mengisi kekurangan masing-masing. Tokopedia, misalnya, yang selama ini punya kelemahan karena tidak memiliki sistem pembayaran terintegrasi, akan dilengkapi oleh GoPay yang merupakan layanan Gojek. Selain itu, merger ini akan meningkatkan market share secara signifikan.
“Integrasi ini memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan valuasi sebelum menuju IPO (Initial Public Offering),” kata Bhima.
Dari segi layanan, tidak menutup kemungkinan jika GoTo akan lebih mengembangkan kelogistikan yang terintegrasi. Khususnya untuk pengiriman barang belanjaan di Tokopedia karena bisa memanfaatkan jaringan kelogistikan dari Gojek. Selain itu, sistem pembayaran dan pinjam meminjam (peer-to-peer lending) bisa jadi semakin kuat dan gencar ditawarkan ke pengguna.
“Jadi ke depan, sangat mungkin orang beli barang di Tokopedia bisa menggunakan skema kredit dari Gopay. Jadi, dia tidak hanya sistem pembayaran, tapi juga P2P karena sudah ada PayLater,” ucap dia.
Baca juga: GoTo Jajaki Bursa Saham, Diyakini Menarik Minat Investor Muda | Asumsi
Dengan demikian, bagi konsumen yang terbiasa menggunakan Gojek atau Tokopedia, mereka akan dipermudah dengan penggabungan kedua perusahaan. Integrasi layanan membuat konsumen makin betah di satu aplikasi yang sama karena kemudahan akses layanan yang komprehensif.
Dalam analisis yang ia sampaikan di CNN, Bhima melihat merger GoTo saat ini lebih ditujukan untuk melengkapi berbagai layanan yang bisa diberikan kedua perusahaan kepada konsumen. Namun, usai merger, bila perusahaan jadi melakukan penawaran saham ke publik, maka bisa ada dua kemungkinan.
Menurutnya, pendanaan besar dari penawaran saham ke publik bisa jadi amunisi untuk meningkatkan promo hingga diskon tarif kepada pengguna. Ini terkait pendanaan besar yang bisa dihimpun dari IPO. Namun, kemungkinan bisa juga sebaliknya.
Untuk kemungkinan promo, disandarkan pada keyakinan bahwa semakin banyak sumber dana yang bisa “dibakar”, maka semakin terbuka peluang memenangkan hati pasar. Namun jika kemungkinannya adalah membatasi promo, ini mungkin dengan pertimbangan orientasi pada keuntungan karena sahamnya sudah dipegang oleh publik.
“Apalagi nanti kalau sudah mulai dibuka ke publik, IPO, tuntutan dari investor publik akan lebih banyak mendorong untuk mencari profitabilitas. Ini yang nanti jadi pertanyaan, apakah konsumen akan loyal? Ini akan terlihat beberapa bulan atau tahun ke depan,” kata Bhima.
Namun, belajar dari perkembangan perusahaan digital di Cina yang dikuasai oleh segelintir pemain besar, hal ini bisa memicu terciptanya persaingan yang kurang sehat. Kepada CNN, Bhima menyebut, bila pasar digital sudah terlanjur dikuasai pemain besar, maka pemain kecil akan sulit berkembang. Sekalipun mereka berani masuk ke pasar dan punya inovasi yang bagus, belum tentu dilirik pasar karena sudah bergantung pada ekosistem yang lebih luas dari pemain-pemain besar.
“Ini membuat switching cost orang untuk pindah dari satu platform ke platform lain menjadi mahal, sulit,” ucap dia.
Baca juga: Tak Ada Bonus Harian, Driver Gojek Ogah Narik Bikin UMKM Kerepotan | Asumsi
Direktur Kajian dan Penelitian Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Muhammad Yahdi Salampessy, dalam keterangan resminya mengatakan, pembentukan GoTo tidak bisa disebut sebagai praktik monopoli.
Yahdi menilai, Gojek dan Tokopedia berada di pasar berbeda. Gojek bergerak di marketplace jasa, sedangkan Tokopedia berperan sebagai marketplace barang. Kondisi ini berbeda dari bersatunya Uber dengan Grab yang berada di pasar yang sama.
Pasar yang berbeda tentu saingannya pun berbeda. Oleh karena itu, Yahdi menilai, pembentukan GoTo juga tidak mengubah struktur pasar Gojek maupun Tokopedia. Penyatuan keduanya pun tidak mempengaruhi konsentrasi pasar.
Menurut laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2020, Gojek bersaing dengan Grab, Anterin, Bonceng, Maxim, dan FastGo di bidang transportasi dan pesan-antar makanan. Di sisi lain, Tokopedia bersaing dengan Shopee, Bukalapak, Lazada, Blibli, dan JD.ID, sebagaimana laporan iPrice Group pada 2019. Walau begitu, hadirnya ShopeeFood belakangan ini merupakan langkah besar untuk bersaing langsung dengan Gojek dan Grab di ranah pesan antar makanan.
“Pasar yang berbeda dengan produk yang tidak saling menggantikan juga membuat penguasaan pasar dari Gojek dan Tokopedia tidak dapat digunakan dalam menghitung rasio konsentrasi pasar sebagai tolak ukur monopoli,” terang Yahdi.
Kolaborasi antara Gojek dan Tokopedia sempat dikhawatirkan menjadi integrasi vertikal yang berpotensi mendiskriminasi pelaku usaha lain di luar kedua perusahaan tersebut. Namun hal ini dinilainya tidak akan terjadi, melihat Gojek dan Tokopedia tidak memiliki banyak bisnis yang tumpang tindih.
Yahdi lantas mencontohkan layanan logistik GoSend yang disediakan oleh Gojek. Keberadaan jasa kurir tersebut hanyalah satu dari sekian banyak pilihan jasa pengantaran yang disediakan Tokopedia dan dipilih sendiri oleh konsumen. “Masih ada jasa kurir lain, seperti JNE, Tiki, Pos Indonesia, Wahana, atau Si Cepat, GrabExpress, Ninja Express, dan Anter Aja di Tokopedia. Pengguna dan merchant menentukan sendiri pilihan jasa logistik, bukan pihak Tokopedia,” ucap dia.
Baca juga: Masuk List Unicorn Asal Indonesia, J&T Melesat Dengan Valuasi Setara Rp 113 Triliun | Asumsi
Sebaliknya, kata Yahdi, penyatuan dua startup tersebut dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan perekonomian Indonesia, serta menghadirkan efisiensi dan efektivitas bagi masyarakat dalam melakukan kegiatan perniagaan. Dengan begitu pula, pembentukkan GoTo diharapkan dapat memperluas ekspansi produk Indonesia ke pasar internasional. Lingkup paling dekat adalah pasar regional Asia Tenggara.
CEO Gojek, Kevin Aluwi, menyebutkan dalam wawancara televisi dengan CNBC Indonesia, Selasa (18/5), ada dua fokus GoTo pada tahun ini, yaitu, melakukan integrasi layanan antara Tokopedia dan Gojek untuk menghadirkan pengalaman pelanggan yang lebih baik dan membuat program kesetiaan pelanggan yang terintegrasi dan menyeluruh.
Lalu Bagaimana Nasib OVO?
Mengutip CNBC, Head of Corporate Communication OVO Harumi Supit mengatakan, perseroan secara terbuka akan terus menjalankan strategi ekosistem terbuka yang mengedepankan kolaborasi untuk mendorong inklusi keuangan. Dengan begitu, tidak ada perubahan layanan OVO di platform Tokopedia maupun mitra e-commerce OVO lainnya. Sejak akhir tahun lalu OVO menjalin kerja sama juga dengan Lazada dan Zalora.
Menurutnya, merger perusahaan berstatus decacorn dan unicorn tersebut merupakan langkah positif bagi perkembangan lanskap digital Indonesia yang terus tumbuh dan berkembang, terutama di tengah akselerasi digitalisasi selama masa pandemi Covid-19.
“Ini merupakan potensi yang luar biasa bagi OVO untuk mendukung percepatan peningkatan inklusi keuangan secara merata, dengan memberikan akses untuk berbagai layanan keuangan sebagai bagian dari ekosistem OVO,” katanya.
Masih dari CNBC, VP of Corporate Communications Tokopedia Nuraini Razak mengatakan, Tokopedia tetap akan menyediakan puluhan metode pembayaran untuk mempermudah pengguna bertransaksi daring dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.