Vaksin Covid-19

Sepenting Apa KTP dan Surat Domisili Sebagai Syarat Vaksinasi?

Irfan — Asumsi.co

featured image
Unsplash

Program vaksinasi Covid-19 kini menjadi salah satu asa pemerintah dalam menangani pandemi. Berkejaran dengan kasus penularan yang makin tinggi, vaksinasi dikebut dan mulai menyasar masyarakat umum yang berusia 18 tahun ke atas.

Sebelumnya, di tahap awal, vaksinasi diberikan bertahap untuk mereka yang dianggap prioritas. Mulai dari tenaga kesehatan, pekerja sektor publik, dan masyarakat lanjut usia. Adapun Kementerian Kesehatan mensyaratkan sejumlah kelengkapan yang harus dimiliki calon penerima vaksin sebelum divaksinasi.

Syarat itu adalah Kartu Tanda Penduduk dan surat domisili. Bagi yang menerima vaksin di DKI Jakarta, tapi bukan penduduk DKI melainkan perantau, dipersilakan membawa surat keterangan kerja. Namun syarat ini dipertanyakan oleh sebagian pihak. Pasalnya, urusan administrasi seperti ini justru membuat akses pada vaksin menjadi terbatas. Padahal pemerintah sedang mengebut vaksinasi untuk mencegah dampak pandemi yang makin parah.

Baca Juga : Perbedaan Sinovac, Astrazeneca, dan Sinopharm, Serta Efektivitasnya Pada Varian Virus Baru

Dalam salah satu cuitan di Twitter misalnya, ada yang berkeluh kesah soal sulitnya mendapat vaksin. Sekalinya ada, kelengkapan administrasi harus membawa KTP, Surat Domisili, bahkan beberapa surat keterangan dari RT RW. Peminat vaksin yang tinggi juga membuat kuota vaksin yang tersedia cepat habis.

Pengguna Twitter lain mengakui kalau pembuatan surat domisili ternyata ribet. Mesti ke sana ke mari dan memakan waktu. Ada juga yang membandingkan pemberian vaksin di Indonesia dengan di Amerika Serikat. Si pencuit mengaku koleganya orang Indonesia yang tinggal di di AS bisa mendapat akses vaksin hanya dengan mendaftar daring dan bawa paspor.

Hanya Butuh NIK, Tak Perlu Fotokopi KTP

Menanggapi hal ini, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi menyebut jika data yang dibutuhkan dalam proses vaksinasi sebetulnya hanyalah Nomor Induk Kependudukan (NIK) saja. Dengan begitu, akan terlacak vaksin ini telah diberikan kepada penduduk yang mana saja.

“Ini yang buat penggunaan KTP penting. Karena dasar penerimaan vaksin adalah NIK,” kata Nadia kepada Asumsi.co.

Surat domisili berbeda dengan syarat KTP. Ini dibutuhkan buat mereka yang hendak divaksin di satu daerah tertentu tapi memiliki KTP di tempat lain. Pentingnya surat domisili terkait akuntabilitas pengeluaran vaksin untuk sasaran di luar wilayah provinsi tersebut.

“Jadi kalau beda dengan KTP (alamatnya), maka gunakan surat keterangan domisili,” ujar dia.

Surat domisili ini bisa didapat di RT setempat. Surat keterangan kerja juga punya tujuan yang sama tapi bisa dibuat di kantor masing-masing. Setelah ini didapat, warga bisa mendatangai sentra vaksinasi seperti puskesmas atau RSUD sesuai dengan domisili masing-masing.

Terkait keamanan data, Nadia melanjutkan, pihaknya juga memastikan semestinya sentra vaksinasi tak meminta lagi fotokopi KTP sebagai syarat administrasi. Soalnya sejak awal yang diperlukan hanya NIK.

“Apalagi kalau sudah registrasi online, (fotokopi KTP) harusnya enggak perlu. Kecuali masih manual,” ucap dia.

Vaksinasi Bagi WNA

Bagaimana dengan WNA? Siti memastikan kalau WNA juga bisa mengikuti program vaksinasi. Syaratnya sama, yaitu menyertakan surat domisili ini.

Kendati demikian, untuk WNA, masih terbatas bagi yang berusia di atas 60 tahun, guru, dosen, atau tenaga kependikan, serta WNA yang tinggal di RT zona merah atau oranye.

Secara rinci vaksin untuk WNA diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi COVID-19. 

Jika dalam Permenkes Nomor 10 Tahun 2021 diatur bahwa perwakilan negara asing dan organisasi nirlaba internasional yang sedang bertugas di Indonesia dapat mengikuti pelaksanaan Vaksinasi Program atau Vaksinasi Gotong Royong, ketetapan ini diperluas dalam Permenkes 18/2021.

Dalam pasal 10A ayat (1) Permenkes Nomor 18 Tahun 2021 diatur bahwa selain perwakilan negara asing dan organisasi nirlaba internasional, warga negara asing dapat mengikuti pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dengan kriteria sebagai berikut: 

a. untuk Vaksinasi Program meliputi warga negara asing yang berumur diatas 60 (enam puluh) tahun ke atas, tenaga pendidik dan kependidikan, dan warga negara asing tertentu; dan 

b. untuk Vaksinasi Gotong Royong meliputi karyawan/karyawati yang bekerja di badan hukum/badan usaha yang melaksanakan Vaksinasi Gotong Royong. 

Kemudian, Pasal 10A Ayat (2) Permenkes Nomor 18 Tahun 2021 menyatakan, kriteria warga negara asing tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan oleh menteri. 

Selain itu, pasal 10A Ayat (2) Permenkes ini mengatur bahwa warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki nomor register, izin tinggal, Kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP), dan nomor paspor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Terakhir, dalam pasal 10B diatur bahwa vaksin Covid-19 yang digunakan dalam pelaksanaan Vaksinasi Program untuk perwakilan negara asing dan organisasi nirlaba internasional yang sedang bertugas di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan warga negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10A Ayat (1) huruf a dapat diperoleh dari hibah, sumbangan, atau pemberian baik dari masyarakat maupun negara lain.

Harusnya Mudah dengan E-KTP

Pendiri Drone Emprit and Media Kernels Ismail Fahmi menilai penggunaan fotokopi KTP dan surat domisili dalam bentuk fisik seperti ini semestinya sudah tidak relevan di tengah penggunaan KTP Elektronik di Indonesia. Lagi pula, data Kependudukan dan Catatan Sipil sudah bisa diakses di mana pun lewat NIK.

Baca Juga : Menelaah Terapi Plasma Konvalesen Sebagai Pengobatan Pasien COVID-19

Fahmi berbagi pengalaman. Dia belum lama ini melakukan tes PCR. Dengan hanya menunjukkan KTP asli kepada petugas untuk dimasukkan NIK-nya ke data, klinik atau rumah sakit sudah tahu data lengkapnya plus sudah berapa kali ia melakukan tes. Saat vaksin, Fahmi juga tidak diminta syarat-syarat seperti itu.

“Saya vaksin di MUI. MUI di Jakarta Pusat dan saya domisili Jakarta Selatan. Itu tidak diminta surat domisili segala macam. Karena sudah ada NIK itu, tinggal tunjukan KTP saja,” kata Fahmi kepada Asumsi.

Yang perlu digarisbawahi dalam penggunaan IT pada proses administrasi publik adalah kemauan, bukan kemampuan. Karena akses untuk menuju ke sana sudah terbuka dan bisa.

“Itu mudah kok. Kemauan untuk membuat sistem yang mudah. Cukup kasih KTP-nya, masukin NIK, itu keluar semua data,” kata dia.

Lain dari itu, yang mesti jadi prinsip pertama di tengah upaya percepatan vaksin adalah memvaksin siapa saja yang bersedia lebih dahulu. Pasalnya, kenyataan di lapangan, banyak orang yang masih enggan divaksin karena terpapar berita bohong.

Beda dengan kota besar seperti Bandung dan Jakarta yang antusiasmenya pada vaksinasi terhitung tinggi, di beberapa daerah tak dimungkiri masih banyak ditemukan orang yang menghubungkan vaksinasi dengan konspirasi dan lain-lain.

“Jadi prinsipnya adalah cepat-cepatan, yang mau divaksin dimudahkan, jangan dipersulit,” ucap dia.

Share: Sepenting Apa KTP dan Surat Domisili Sebagai Syarat Vaksinasi?