General

Royalti Lagu Ditarik LMKN, Bagaimana dengan Musik Bebas Hak Cipta?

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Foto: Humas DJKI Kemenkum HAM

Pengoleksian dan pengelolaan royalti hak cipta atas karya cipta lagu dan musik di Indonesia sempat ramai menjadi sorotan publik pada April 2021 lalu. Hal ini menyusul diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 terkait Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

Kesadaran Pengusaha Bayar Royalti Lagu Masih Rendah

Selaku pihak yang mengelola pembayaran royalti ini, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menyampaikan langkah yang telah mereka lakukan sejauh ini dalam pengoleksian royalti lagu dan musik musisi Tanah Air sejak aturan tersebut disahkan pemerintah.

Komisioner Bidang Hukum dan Litigasi LMKN, Marulam J Hutahuruk mengungkapkan, sebelum adanya lembaga ini sebetulnya pengoleksian royalti atas pemanfaatan karya cipta lagu dan musik di Indonesia telah berlangsung sejak tahun 1989.

Baca juga: Ini Daftar Tarif Pungutan Royalti Lagu untuk Komersial, UMKM Dapat Keringanan | Asumsi

“Saat itu dimotori oleh para musisi senior di Indonesia yang peduli dengan kesejahteraan para pencipta, pemegang hak cipta dan pemilik hak terkait,” jelasnya saat pertemuan antara LMKN dan media di Jakarta, Kamis (17/6/21).

Ia menuturkan, pengoleksian royalti  sebagai bagian dari upaya menjaga ekosistem industri lagu dan musik nasional yang tengah dikakukan saat ini memang bukan perkara mudah.

“Berbagai persoalan di lapangan masih terus terjadi, sehingga perlu visi baru dalam meningkatkan pendapatan royalti lagu dan musik,” terangnya.

Marulam mencontohkan, kesadaran pelaku usaha untuk membayar lagu atau musik yang disetel di tempat usahanya masih rendah.

“Tugas LMKN ini, ketika ada tempat usaha, misalnya restoran menyetel lagu, seharusnya pemilik usahanya itu sadar bayar royalti. Bukan malah bilang, seharusnya musisi yang bayar karena lagunya sudah dipromosikan di restoran kami. Kan, enggak begitu. Restoran atau tempat usaha, kalau ada musik kan, menambah value, bikin orang mau datang dan enggak jadi garing. Mereka sadar pastinya akan hal ini. Mereka setel lagu buat kepentingan bisnis mereka kok,” jelasnya.

Ia memastikan perbaikan tata kelola royalti lagu dan musik Indonesia akan terus dilakukan, dengan merefleksikan kepentingan pencipta, pemegang hak cipta dan pemilik hak terkait.

Seperti Apa Struktur Kepengurusan LMKN?

Komisioner Bidang Kolektif Royalti dan Lisensi, Adi Adrian menjelaskan struktur organisasi dari LMKN. Lembaga ini, kata dia, diketuai oleh Brigjen Yurod Saleh.

“Kemudian ada saya dan Pak Yessy Kurniawan sebagai Komisioner Bidang Kolektif Royalti dan Lisensi, lalu Pak Ebiet G. Ade dan Irfan Aulia sebagai Komisioner Bidang Teknologi Informasi dan Database Musik, Pak Marulam dan Bu Rien Uthami Dewi sebagai Komisioner Bidang Hukum dan Litigasi, Pak James Freddy Sundah dan Pak Rapin Kawiradji sebagai Komisioner Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Hubungan Masyarakat,” jelas dia.

Adi mengungkapkan potensi royalti lagu dan musik karya musisi Indonesia sebetulnya sangatlah besar. Hal inilah yang tengah dikejar LMKN.

“Lembaga serupa di Malaysia sudah berhasil mengumpulkan royalti sampai Rp300 milyar. Sementara Jepang bisa meraih Rp2 triliun dari pengoleksian karya lagu dan musik musisi negaranya,” ujarnya.

Berkaca dari hal ini, lanjutnya LMKN bakal bekerja keras agar potensi perolehan royalti lagu dan musik karya anak bangsa bisa mendekati, bahkan menyamai negara-negara tersebut.

“Memang masih jauh kita bisa mengejar ketertinggalan ini. Namun kami optimistis terus mengejar perolehan royalti lagu dan musik secara optimal,” imbuhnya.

Kalau Lagu Bebas Hak Cipta Perlu Bayar Royalti Enggak? 

Adi Adrian menjawab sejumlah pertanyaan yang diajukan Asumsi.co terkait hal-hal yang ingin diketahui publik, seperti LMKN yang menarik royalti untuk dua hak sekaligus, yakni untuk (1) pencipta lagu dan musik serta (2) hak terkait. Masing-masingnya sebesar Rp60.000 per kursinya pertahun (kursi di kafe, restoran dan lain-lain tempat komersial yang memutar lagu). Maka, total royalti yang ditarik bisa sebesar Rp120.000 per kursi setiap tahunnya. Lantas bagaimana bila lagu atau musik yang disetel bebas hak cipta alias secara hukum royaltinya digratiskan?

Baca juga: Siarkan Laga Bola Tanpa Izin, Pemilik Kafe dan Bar Terancam Hukuman Pidana | Asumsi

Pria yang juga personil kelompok musik KLa Project ini mengatakan, sebetulnya musisi yang punya hak royalti boleh-boleh saja menggratiskan lagunya. Soal itu, kata dia, dikembalikan kepada musisinya.

“Kayak, misalnya, saya, lagu-lagu saya misalkan saja digratiskan. Cuma ini kan, di balik terciptanya lagu, ada kerja keras orang, ada orang yang begadang. Ya, dihargai lah. Kalau misalnya bebas copyright itu urusan penciptanya, tapi buat kami, saat lagu itu kami tahu harus bayar royalti dan terdengar di speaker tempat-tempat komersial ya, harus bayar,” terangnya.

Kemudian bila supermarket menyetel jingle buatan mereka masuk dalam aturan bayar royalti atau tidak, ia mengatakan, hal tersebut tergantung dari pencipta dan hak terkaitnya.

“Hal teknis seperti itu sebetulnya bukan urusan kami. Intinya, kami mengurus pengoleksian lagu atau musik saat terdengar di tempat komersial dan mesti dibayarkan royaltinya, akan kami minta bayar,” tandasnya.

Sementara itu, dengan adanya aturan pembayaran royalti dan eksistensi LMKN sebagai pihak pengelolanya, fitur Instagram Music juga bisa menjadi pertanyaan tersendiri. Sebagaimana diketahui, Instagram Music adalah fitur yang memungkinkan pengguna memasang lagu sebagai latar ketika posting di fitur Stories. Fitur ini memang belum ada di Indonesia. Dilansir dari CNN, Client Partner Facebook & Instagram Indonesia Aldo Rambi menyebutkan bila persoalan regulasi hak cipta masih menjadi pertimbangan sehingga fitur tersebut ditangguhkan kehadirannya di Indonesia.  

Mengenai fitur seperti Instagram Music ini, Adi menyatakan bila pihak platform, bagaimanapun juga, harus membayarkan royalti lagu-lagu yang mereka sediakan kepada LMKN. Terlepas dari persoalan ditangguhkannya fitur seperti Instagram Music karena persoalan regulasi hak cipta. 

“Kalau itu tergantung dari pihak platform mau menghadirkan atau tidak. Tapi yang pasti, pihak platform harus membayarkan royalti lagu-lagu yang mereka sediakan ke LMKN,” tandasnya.

Share: Royalti Lagu Ditarik LMKN, Bagaimana dengan Musik Bebas Hak Cipta?