Isu Terkini

Pelaku Konten Asusila Bakal Tak Lagi Dijerat UU ITE, Ini Gantinya

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Foto: Unsplash

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memastikan saat ini penyusunan revisi terbatas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mulai dilakukan pemerintah. Dalam revisi terbatas ini, pelaku konten asusila tak lagi bisa dikenakan Undang-undang ITE. Setuju enggak nih? 

Dikembalikan ke Undang-undang Pornografi

Mengutip Detik.com, revisi terbatas akan dilakukan pada Pasal 27 Ayat 1 tentang penyebaran konten asusila yang menghapus pelaku asusila tak bisa lagi dijerat dengan beleid ini.   

“Pihak yang memiliki niat menyebarluaskan konten kesusilaan kepada masyarakat dijerat Undang-undang ITE. Jadi bukan orang yang melakukan kesusilaan,” kata Mahfud.

Sanksi hukum UU ITE dipastikannya hanya akan dikenakan ke pihak yang memiliki niat menyebarluaskan konten kesusilaan kepada masyarakat, bukan pelaku yang menjadi pembuat kontennya.

“Sekarang ditegaskan pelaku yang dapat dijerat oleh Pasal 27 ayat 1 UU ITE terkait dengan penyebaran konten kesusilaan adalah pihak yang memiliki niat menyebarluaskan untuk diketahui oleh umum suatu konten kesusilaan, jadi bukan orang yang melakukan kesusilaan,” jelas Menko Polhukam.

Pembuat konten asusila yang meresahkan ini nantinya akan diarahkan untuk disanksi dengan jeratan Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Selain itu, ia menegaskan pihak yang berbicara dan mengirim gambar bernuansa mesum di media elektronik lewat jalur pribadi, bukan untuk konsumsi publik juga tidak akan dijerat UU ITE. 

Baca Juga : Revisi UU ITE, Pemerintah Diminta Tak Hanya Fokus pada 4 Pasal

“Kalau orang cuma bicara mesum, orang saling kirim membuat gambar melalui elektronik tetapi dia bukan penyebarnya itu tidak apa-apa, apa tidak dihukum? Dihukum tapi bukan UU ITE. Itu ada tersendiri, undang-undang pornografi misalnya,” terangnya.

Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Akhyar Salmi mengaku setuju dengan rencana revisi terbatas yang bakal mengembalikan pelaku pembuat konten pornografi yang saling kirim dengan pihak lain atau orang yang bicara mesum ke sanksi hukum yang semestinya.

Pasalnya, menurut dia semangat awal kehadiran Undang-undang ITE adalah menindak pelaku kejahatan saat aktivitas transaksi elektronik. Bukan menyasar pelaku asusila atau menindak pihak yang diduga melakukan pencemaran nama baik, seperti yang terjadi saat ini.

“Menurut saya, selama ini soal pornografi di Undang-undang ITE  bicara tumpang tindih sebenarnya. Nah, kalau Undang-undang ITE ini lebih kepada menindak kasus yang terjadi saat ada penipuan dalam transaksi elektronik jual-beli. Itu lebih pas diarahkan ke Undang-undang ITE. Kalau yang lain kayak tindak pidana fitnah, pornografi dan segala macam itu kan sudah ada di KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana). Saya sih, setuju dengan revisi ini,” jelas dia kepada Asumsi.co melalui sambungan telepon, Sabtu (12/6/21).

Pemerintah Dinilai Selama Ini Gagal Paham UU ITE

Meski demikian, Akhyar tetap mengkritisi keputusan pemerintah untuk mengembalikan kasus asusila yang sebelumnya bisa dijerat Undang-undang ITE kepada sanksi hukum di Undang-undang Pornografi.

Ia menerangkan, perlu diperhatikan saat ini sudah ada atau belum pasal yang di dalamnya mengatur sanksi hukum bagi pelaku asusila di ranah digital. “Harus kita kaji ini sudah ter-cover atau belum. Kalau belum, oke dikenakan Undang-undang Pornografi kemudian karena perbuatannya dilakukan di dunia maya, bisa dikenakan sanksi yang memberatkan. Diperberat sanski hukumnya seperti menambah sepertiga dari ancaman pidana yang dikenakan ke pelakunya,” tandansya

Akhyar mengharapkan pemerintah benar-benar serius merevisi Undang-undang ini dengan meneliti pasal-pasal lainnya seperti yang berkaitan dengan perbuatan asusila yang sebetulnya cukup dijerat Undang-undang Pornografi.

Baca Juga : Keputusan Soal UU ITE, Bukti Pemerintah Belum Serius!

“Pasal yang tumpang tindih itu akan jadi masalah serius dalam penegakan hukum kita. Soalnya penegak hukum bisa pilih nih mau Undang-undang Pornografi atau Undang-undang ITE. Hal yang terjadi sekarang kan,  seperti ini. Kemudian ancaman pidananya juga berbeda-beda. Ini sangat dikhawatirkan terjadi ‘jual-beli’ pasal. Atau sebenarnya memang sudah terjadi nih, selama ini di dunia hukum kita?” ungkapnya.

Pria yang juga akademisi hukum ini menyebut penyusunan Undang-undang ITE bentuk pemerintah gagal paham dengan kata “informasi” yang ada pada judul undang-undang yang dibuat mereka sendiri. Kata tersebut sesungguhnya sama sekali tidak mengacu pada segala bentuk informasi yang beredar di internet.

“Undang-undang ITE ini kan memang ada kata ‘informasi’, tapi ini sebetulnya lebih cenderung kepada informasi yang berkaitan dengan transaksi elektronik. Lebih kepada orang berdagang di internet. Bukan berkaitan dengan semua informasi data elektronik. Ini yang harus diingat. Sebetulnya revisi ini telat ya, cuma kan di negara kita ini kebiasaannya harus ada korban dulu, barulah diperbaiki ‘jalanannya’,” tuturnya.​

Share: Pelaku Konten Asusila Bakal Tak Lagi Dijerat UU ITE, Ini Gantinya