Bisnis

Mengenal Gaya Trading Saham, Ini Kata Praktisi

Ilham — Asumsi.co

featured image
Pixabay/Firmbee

Setiap orang mempunyai gaya trading berbeda, baik di perdagangan saham maupun di perdagangan uang kripto. Kira-kira, gaya trading apa yang sering kalian lakukan untuk cari cuan?

Selain gaya, sebetulnya diperlukan stategi mumpuni untuk mengadu nasib di depan layar yang penuh grafik. Tanpa strategi yang mumpuni, tentu sulit untuk mendapat untung dalam jual-beli aset saham.

Aktivitas trading saham sendiri merujuk pada aktivitas jual-beli jangka pendek. Strategi yang digunakan oleh trader sangat berbeda dengan strategi investor jangka panjang.

Di dalam trading saham, trader biasanya mengenal empat jenis gaya. Tiap gaya punya risiko serta potensi cuan yang berbeda. Untuk itu, yuk simak beberapa gaya trading umum dari para trader:

1. Trader Harian (Day Trader)

Gaya seorang trader harian paling sering dijumpai. Setiap hari ia akan meluangkan waktunya untuk melihat turun-naiknya saham. Bangun saat pasar buka untuk melihat harga saham yang nilainya rendah dan membelinya. Kemudian akan membelinya saat harga naik. Mereka yang melakukan trading secara harian, sangat disiplin untuk melakukan cut loss (menjual saham untuk menimalisir kerugian). Bahkan, ketika melihat saham stagnan atau tidak ada kenaikan, mereka akan menjualnya hari itu juga daripada ditahan sampai besok.

Baca juga: Memilih Reksadana, Ini yang Perlu Diketahui | Asumsi

Seperti dilansir seputarforex , bahwa tujuan seorang trader harian pada umumnya adalah masuk dan keluar pasar dalam satu hari perdagangan saja.

Di pasar saham Indonesia, trader harian biasanya dilakukan oleh profesional, karena harus paham bagaimana menganalisis pergerakan harga suatu saham. Ia juga harus tiap saat memantau agar tidak kehilangan momentum. Ia juga harus menyiapkan mental baja jika harus cut loss jelang penutupan.

Salah satu trader harian, Roro, ibu rumah tangga (33), mengatakan bahwa ia selalu membeli saat dibukanya pasar. “Lalu menjualnya saat harga naik. Hari ini, gue sudah untung 150 ribu,” katanya saat dihubungi Asumsi.co, Senin (7/6/2021).

Roro mengatakan, sudah menjalani dunia trading selama tiga tahun. Menurutnya, untuk menjalani sebagai trader harian, telah mempunyai modal dingin (dana tak terpakai) yang cukup.

“Modal awal gue lima juta rupiah, kan kita enggak tahu bakal cut loss. Kalaupun rugi, anggap aja pengalaman,” katanya.

Sementara Resty, perempuan yang bekerja sebagai penulis skenario, mengaku menyerah menjadi trader harian. Ia mengaku pernah menjadi trader harian selama enam bulan.

“Aku pernah enam bulan. Nggak sanggup mantenginnya. Pas awal trading, rugi terus,” katanya.

Ia mengaku saat ini menjadi investor daripada trader. “Aku pindah haluan jadi invest saja. Trading enggak sanggup,” katanya.

2. Position Trader

Ada yang pernah mengatakan posisi itu menentukan. Begitu juga dalam trading saham. Berbeda dengan trading harian, position trader menunggu cuan dengan naik turunnya grafik dalam jangka waktu menengah hingga relatif panjang. Ketika dinilai akan cuan besar, maka position trader akan menjual sahamnya.

Dilansir Kumparan, senjata utama position trader adalah kombinasi dari analisa teknikal dan analisa fundamental. Grafik yang digunakan adalah daily chartweekly chart, dan monthly chart.

Kelebihan menjadi position trader adalah dalam beraktiftas cenderung santai. Kekurangannya, terkadang kehilangan momen saat menjual.

Baca juga: 3 Juni Ditetapkan Sebagai Hari Pasar Modal Indonesia, Ini Sejarahnya | Asumsi

3. Swing Trader

Swing trader biasanya menahan kepemilikan dalam jangka waktu lebih pendek ketimbang position trader. Seorang swing trader biasanya mempunyai software tertentu untuk menganalisis saham.

Dilansir Kumparanswing trader membuka dan menutup transaksi dalam jangka waktu harian, mingguan, hingga bulanan. Mereka mengidentifikasi tren di pasar, statistik saham dari sisi harga maupun volume yang diperdagangkan. Kemudian dalam waktu singkat melakukan jual atau beli saham. Risiko swing trader adalah ketika salah menganalisis saham dan membelinya secara borongan ternyata rugi.

4. Scalping Trader

Scalping trader biasanya mempunyai modal yang besar. Waktu yang dibutuhkan dalam scalping sangat singkat dibandingkan trader harian. Dilansir Kumparan, scalper adalah tipe trader yang melakukan  transaksi hanya dalam beberapa jam, beberapa menit, bahkan beberapa detik saja.

Namun, ia lebih mengandalkan momentum, karena telah menganalisis pergerakan saham yang ia tuju. Kecakapan analisis sangat menentukan sukses atau tidaknya seorang scalper. Analisis teknikal sebagai senjata utama dengan mengabaikan analisis fundamental.

Tak Disarankan Ikut Arus

Analisis Pasar Modal, Parto Kawito mengatakan, istilah-istilah yang disebutkan di atas baru-baru ini ada. Ia mencontohkan swing trader. Menurutnya, kalau di pasar modal, trader ini mengikuti pergerakan harga.

“Sedangkan scalping, zaman dulu (istilahnya) jigo kabur. Jigo istilahnya dapat dua puluh lima langsung dijual. Intinya, untung sedikit langsung dijual. Kalau trader day, transaksinya kan harian, beli pagi jual sore atau siang. Intinya, sebetulnya istilah ini karena banyak milenial nggak sabaran bermain saham,” katanya saat dihubungi Asumsi.co, Senin (7/6/2021).

Menurutnya, istilah-istilah tersebut muncul karena sekarang banyak trader yang melakukan transaksi saham singkat dengan modal yang kecil. 

Baca juga: Korsel Bakal Pajaki Transaksi Uang Kripto 20 Persen, Indonesia Masih Mengkaji | Asumsi

“Kalau di bursa pasar modal, beli pagi, jual sore. Sebetulnya terima selisihnya saja. Misal beli Rp 900 ribu, jual Rp 1 juta, kan, dapat untungnya seratus ribu rupiah. Begitu sebaliknya, rugi. Intinya kan, dengan modal kecil, sepuluh juta rupiah, transaksinya bisa banyak. Namun, kalau rugi, habisnya cepat,” kata pria yang menjabat Direktur PT Infovesta Utama ini.

Melakukan gaya trading di atas, kata Parto, tidak disarankan karena sangat berisiko.

“Sebetulnya, jual-beli satu hari itu kan, kalau kita rugi tidak perlu bayar pokoknya, tapi selisihnya. Kalau kita untung dapat profitnya. Tapi susah, beli-jual satu hari itu belum tentu untung. Bisa jadi rugi terus dan modalnya habis. Berisiko sekali. Sebetulnya saya tidak menganjurkan sekali,” katanya.

Begitu juga dengan apa yang dilakukan swingposition maupun scalping trader. Menurutnya, trader seperti ini mengikuti arus saham. 

“Kalau lagi naik, cepat-cepat beli. Istilahnya nyopet. Kalau bandar (sekumpulan pelaku pasar yang bisa memainkan serta memanipulasi harga saham) lagi naikin harga, kita beli. Baru untung sebentar, kita jual. Tapi kita kan tidak tahu puncaknya kapan? Kalau dapat buntutnya (merugi) kan repot. Ini sama saja kita pasrahkan uang kita kepada bandar. Kalau bandar menurunkan, uang kita amblas,” katanya.

Parto memberi nasihat bagi para trader agar jangan mengikuti arus, baik itu dengan melakukan trading jangka pendek atau jangka panjang.

“Jangan terlalu short term. Memang orang kan pengen kaya dalam waktu singkat. Tapi, susah sekali. Saya belum ada kasus, kawan saya yang dari trading short term bisa sukses. Biasanya sih trading itu kaya sebentar, lalu kalah dan rugi. Jadi enggak long term. Sebaliknya, selalu long term kurang bijak. Terlalu long term itu berapa tahun, menurut saya, di atas lima tahun kurang bagus. Terakhir kan, saham tujuh tahun ini kurang bagus. Anda tahu enggak? Setahun investasi saham, itu untungnya tujuh persen setahun. Jadi sebetulnya bermain saham itu, kalau dapat profit lebih dari tujuh persen itu untung,” katanya.

​​

Share: Mengenal Gaya Trading Saham, Ini Kata Praktisi