Isu Terkini

Masyarakat Madura Demo Menolak Swab dan Penyekatan, Ini Kata Epidemiolog

Dita — Asumsi.co

featured image
Unsplash.com

Ratusan warga Madura menggelar demo, Senin (21/6/2021) kemarin di Balai Kota Surabaya. Unjuk rasa yang digelar oleh kelompok warga yang menamai dirinya Koalisi Masyarakat Madura ini dilakukan sebagai bentuk protes atas penyekatan dan penerapan tes swab antigen yang diberlakukan di Jembatan Suramadu.

Dalam unjuk rasa tersebut, ada tiga tuntutan yang disuarakan oleh masyarakat Madura. Pertama, menuntut penyekatan yang diskriminatif di Jembatan Suramadu dihentikan. Kedua, meminta tidak dilakukan swab antigen di Jembatan Suramadu.Mmenurut mereka, swab antigen dilakukan saja di tempat hiburan dan tempat kerumunan lainnya di Surabaya. Ketiga, mereka menuntut Wali Kota Surabaya meminta maaf kepada warga Madura.

Melansir Detik, perwakilan pendemo, Musfiqul Khoir memaparkan, jika swab antigen dilakukan terlalu sering, mereka khawatir akan menyebabkan luka di bagian rongga hidung. Di sisi lain, mereka juga menolak penyekatan karena lokasi isolasi mandiri bagi warga yang dinyatakan positif dianggap tidak layak. Ada kecurigaan anggaran untuk lokasi isolasi mandiri digunakan untuk keperluan lain.

Penyekatan di Jembatan Suramadu juga dianggap diskriminatif. Penyekatan tersebut diberlakukan karena adanya lonjakan kasus Covid-19 di Bangkalan. Namun, penyekatan dilakukan kepada seluruh warga Madura. Daripada melakukan tes swab, Pemkot Surabaya diminta melakukan pendekatan lain, yakni dengan melakukan pembatasan di masing-masing kecamatan zona merah.

Kondisi unjuk rasa tersebut terabadikan dalam sebuah video yang viral di media sosial Twitter. Pada video yang diunggah oleh akun @RD_4WR1212 terlihat segerombolan orang berdiri di atas truk dengan ratusan sepeda motor mengikuti truk tersebut.

“Wali Kota Surabaya sudah mencederai nama Madura, sudah memberikan kebijakan yang tidak baik terhadap rakyat Madura!” ujar perwakilan pendemo dengan berapi-api dalam orasinya.

Mereka pun menuntut agar penyekatan dan penerapan tes swab antigen di  Jembatan Suramadu dibubarkan.

“Supaya orang Madura yang melintas ke Surabaya tidak lagi perlu menggunakan swab antigen! Markas-markas di pintu masuk dan keluar harus dibubarkan!” katanya.

Baca juga: Kasus COVID-19 Indonesia Capai 2 Juta, Lockdown Bisa Jadi Solusi Darurat | Asumsi

Penyekatan Dinilai Diskriminatif dan Tidak Adil

Terkait situasi ini, Pandu Riono selaku Epidemiolog, mengakui kebijakan yang diberlakukan oleh Wali Kota Surabaya tidak adil dan merupakan kebijakan panik. “Kebijakan itu tidak adil, karena mereka menganggap orang Madura sumber penularan, padahal Madura tertular juga bisa jadi dari orang luar yang masuk ke Madura,” ujarnya saat dihubungi Asumsi.co, Selasa (22/6/2021).

Ia pun mengatakan seharusnya jika ingin melakukan penerapan swab antigen, dilakukan bagi seluruh kendaraan yang keluar masuk Surabaya. Pemkot Surabaya juga dapat memilih opsi penyekatan atau penutupan Jembatan Suramadu selama satu minggu.

“Sekat aja selama satu minggu Jembatan Suramadu, tidak boleh dilintasi baik yang masuk maupun keluar, lebih baik kayak gitu, tapi harus diedukasi masyarakat kenapa enggak boleh,” ujarnya.

Menurut Pandu, edukasi kepada masyarakat perlu penekanan lebih lanjut. Ia mengatakan tanpa edukasi yang baik, masyarakat dapat bereaksi seperti warga Madura yang melakukan demo.

”Selama ini, masyarakat hanya dijadikan objek, dilarang ini-itu tanpa alasan kuat, makanya masyarakat menghindar, tidak mau dites, bahkan merusak tempat testing, ini pentingnya edukasi,” jelasnya.

Baca juga: Kasus COVID-19 Pecah Rekor, Indonesia Terancam Resesi Lagi? | Asumsi

Pemerintah Tidak Boleh Semena-mena

Hal senada diutarakan oleh Tri Yunis Miko, Epidemiolog UI, Tri Yunis Miko, yang menekankan bahwa pemerintah tidak seharusnya bertindak semena-mena dalam memberlakukan suatu aturan. Ia memahami bahwa pemerintah berupaya melakukan penekanan dari angka Covid-19, namun, tanpa landasan hukum, suatu peraturan tidak boleh diterapkan secara paksa.

“Tindakan itu harus dinaungi undang-undang, tidak bisa memaksakan penyekatan tanpa undang-undang, harus disertai undang-undang, artinya orang-orang Bangkalan yang ke luar harus dicegat,” jelas Tri.

Sebagai catatan, penyekatan di Jembatan Suramadu dilandasi akibat lonjakan kasus yang terjadi di Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Penerapan tes swab di Jembatan Suramadu ini dianggap menyalahi aturan karena tidak didasari oleh Undang-undang atau Peraturan Daerah atau Peraturan Wali Kota.

“Penyekatan atau pemberlakuan swab seharusnya didasari oleh Undang-Undang atau Perwal atau Perda. Jika tidak ada maka hal itu menyalahi aturan,” kata Tri.

Ia pun menambahkan, jika pemerintah memang ingin melakukan pencegahan penularan Covid-19, maka seharusnya semua warga yang hendak masuk ke wilayah Surabaya harus dites swab antigen, tidak hanya warga Madura saja. Namun, jika tidak ada landasan hukumnya, maka siapa pun boleh masuk ke Surabaya tanpa cegatan.

Para pendemo dari Madura tersebut kemarin ditemui oleh Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi. Mereka bersepakat untuk mengganti kebijakan tes swab di Jembatan Suramadu menjadi Surat Izin Keluar Masuk (SIKM). Sementara terkait dengan kondisi di gedung isolasi mandiri merupakan kewenangan Pemprov. Terakhir, terkait penyekatan, Eri mengatakan keputusan ada di tangan Pangdam/V Brawijaya.

Share: Masyarakat Madura Demo Menolak Swab dan Penyekatan, Ini Kata Epidemiolog