Isu Terkini

Maju-Mundur Inggris Raya Sejak Brexit

Hafizh Mulia — Asumsi.co

featured image

Lebih dari dua tahun yang lalu, tepatnya di tanggal 23 Juni 2016, masyarakat Inggris Raya mengadakan referendum terbuka mengenai keputusan untuk keluar atau tidak dari Uni Eropa. Ternyata, masyarakat Inggris Raya memutuskan untuk tidak lagi berada dalam institusi Uni Eropa dengan persentase 51,9 persen. Keputusan masyarakat Inggris Raya untuk keluar dari Uni Eropa ini pun dikenal dengan istilah Brexit.

Baca juga: Dua Tahun Brexit: Cukupkah Soft Brexit Ala Theresa May?

Setelah dua tahun berjalan, negosiasi antara Inggris Raya dan Uni Eropa ternyata masih begitu alot. Hingga hari ini (16/11), dinamika Brexit terus berlanjut dan diikuti dengan penyesuaian kondisi sana-sini. Berikut perkembangan terkini dari Inggris Raya sejak Brexit.

Chequers Plan Ditolak

Chequers Plan merupakan sebuah proposal yang ditawarkan oleh Theresa May untuk Uni Eropa. Tentunya proposal ini tidak disetujui begitu saja. Berbagai respon terhadap Chequers Plan pun diluncurkan. Di hari Chequers Plan tersebut disetujui, kabinet Theresa May menyetujui hal tersebut. Namun beberapa jam dan hari setelahnya, gerakan penolakan dari kabinet mulai muncul satu per satu. Yang pertama adalah dari Boris Johnson dan David Davis yang mundur dari jabatannya masing-masing. Johnson mundur dari jabatannya sebagai Menteri Luar Negeri, dan David mundur dari jabatannya sebagai Menteri Brexit. Tidak hanya penolakan dari kabinet, Chequers Plan ini mendapatkan penolakan dari berbagai pihak. Tidak hanya dari orang-orang yang menolak Brexit, tetapi yang mendukung Brexit juga menolak Chequers Plan karena terlalu soft.

Terlepas dari penolakan-penolakan yang begitu masif, Theresa May terus meyakinkan banyak pihak bahwa Chequers Plan akan tetap dipertahankan. Di Bulan September 2018, Presiden Dewan Eropa Donald Tusk menolak Chequers Plan. Penolakan ini diutarakan oleh Tusk di Konferensi Tingkat Tinggi Uni Eropa di Austria bulan September 2018 yang lalu. Ketika rencana ini ditolak, Theresa May justru memaksa bahwa lebih baik tidak ada deal sama sekali daripada deal yang justru merugikan Inggris Raya. Dengan kata lain, di bawah kepemimpinan May, ia hanya menawarkan dua pilihan: untuk tetap memaksa Chequers Plan diterima Uni Eropa, atau no deal, yang artinya Inggris Raya keluar tanpa perjanjian apapun dengan Uni Eropa. Ini berarti, segala urusan ekonomi dan perjanjian perdagangan akan merujuk pada aturan-aturan World Trade Organisation (WTO).  No deal ini begitu dikritik oleh pemimpin Partai Buruh, Jeremy Corbyn, yang menganggap bahwa no deal hanya akan menciptakan bencana nasional untuk Inggris Raya.

Perbatasan Irlandia Utara-Irlandia

Selain masalah Chequers Plan, yang menjadi isu terbaru dari Brexit adalah terkait perbatasan terbuka antara Irlandia dan Irlandia Utara. Perlu diketahui, Irlandia adalah bagian dari Uni Eropa dan Irlandia Utara adalah bagian dari Inggris Raya. Isu perbatasan ini menjadi isu sentral belakangan ini karena belum ada titik temu antara Irlandia dan Irlandia Utara. Kondisinya adalah jika Inggris Raya keluar dari Uni Eropa, perbatasan antara Irlandia dan Irlandia Utara yang sebelumnya merupakan perbatasan terbuka akan terancam. Bisa terjadi perbatasan tertutup dengan berbagai pengecekan yang harus diterapkan atau juga kemungkinan lain. Permasalahannya, kedua negara Irlandia ingin perbatasan terbuka ini tetap diterapkan. Solusi lain, yaitu Irlandia Utara mendapatkan ‘aturan khusus’ yang membuat negara tersebut memiliki aturannya sendiri dengan Irlandia, juga tidak didukung oleh banyak pihak. Hingga berita ini diturunkan, belum ada solusi yang jelas terkait hal ini.

Mundurnya Dominic Raab Sebagai Menteri Brexit

Permasalahan yang terakhir, dan yang paling terbaru, adalah mundurnya Menteri Brexit Dominic Raab dari jabatannya. Raab menggantikan posisi yang ditinggalkan Davis bulan Juli 2018 lalu. Alasan mundurnya Raab adalah adanya perbedaan mengenai visi Brexit antara dirinya dengan Theresa May. Mundurnya Raab ini sontak berimplikasi pada banyak hal lain, yaitu yang paling besar adalah mulai bermunculannya nada-nada penolakan terhadap kepemimpinan Theresa May dari para anggota House of Commons. Tidak hanya dari oposisi, Jacob Rees-Mogg, salah satu anggota House of Commons dari kubu Conservatives, juga telah menyatakan secara terbuka ketidakpuasannya atas kepemimpinan Theresa May. Jika ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin Theresa May akan mendapatkan mosi tidak percaya dari anggota House of Commons dalam waktu dekat.

Share: Maju-Mundur Inggris Raya Sejak Brexit