Vaksin Covid-19

Dokter Lintas Batas Desak Pelonggaran Hak Paten Vaksin

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Foto: Picture Alliance

Dokter Lintas Batas (Medecins sans Frontieres/MSF) menaruh perhatian khusus pada gelombang kedua Covid-19 yang terjadi di India. Menurut mereka krisis kesehatan yang terjadi di sana mendesak perlunya vaksinasi massal secara cepat. Situasi ini, menuntut supaya hak panten vaksin dilonggarkan. Bisakah hal ini terwujud?

Covid-19 di India Sudah Jadi Kriris Kemanusiaan

Penasihat Legal MSF, Dr. Yuan Qiong Hu menyebut gelombang tsunami yang terjadi di India benar-benar menghantam negara tersebut. Setidaknya, hingga 17 Mei 2021 tercatat 25 juta pasien terinfeksi virus Corona dan total angka kematianya mencapai 274,000 jiwa. 

“Kami memprediksi angka kasus dan tingkat kematiannya akan semakin banyak. Ini menyebabkan fasilitas dan petugas kesehatan kerepotan menangani kasus di sana,” terangnya dalam konferensi pers virtual baru-baru ini.

Ia pun mengkhawatirkan gelombang tsunami Covid-19 yang terjadi di India berdampak secara global, terlebih dengan adanya varian virus strain mutan ganda, B.1.617 yang dilaporkan muncul di sana.

Baca juga: Situasi Makin Gawat, Pemerintah India Minta Twitter Sensor Kritik

Persentase vaksinasi di India ternyata juga masih rendah, sehingga menurutnya perlu adanya pelonggaran paten agar dapat menggenjot produksi vaksin. Menurutnya situasi pandemi India bukan lagi sekadar krisis kesehatan, melainkan juga krisis kemanusiaan yang perlu disikapi dengan empati tinggi.

“Krisis kemanusiaan saat ini di India menunjukkan kebutuhan mendesak untuk membuat produk vaksin Covid-19 yang efektif untuk mencegah orang mudah tertular virus ini,” terangnya.

Selain itu, ia menilai pelonggaran hak paten vaksin Covid-19 diperlukan sebagai upaya agar negara-negara berkembang bisa segera mendapatkan vaksin. 

Bahan Baku Vaksin Diduga Dimonopoli

Hu mengatakan pelonggaran vaksin justru ditentang oleh sejumlah industri farmasi dunia karena dalam membuat vaksin membutuhkan bahan-bahan yang di dalamnya ada hak paten serta dalam proses pembuatannya ada tenaga kerja yang terlibat di dalamnya.

Menyikapi hal ini, Hu menyebut diduga kuat selama ini bahan-bahan vaksin sesungguhnya dimonopoli perusahaan tertentu. Hal ini menurutnya bukan alasan pelonggaran hak patennya tak bisa dilakukan.

“Kenapa kita tidak melonggarkan paten bahan-bahannya juga? Dengan demikian para produsen vaksin juga bisa ikut membantu. Masalahnya saat ini (pelonggaran hak paten vaksin) terhambat karena adanya monopoli ini,” ungkapnya.

Soal kebutuhan tenaga kerjanya, ia mengatakan Bangladesh menyatakan siap untuk terlibat produksi. Namun, industri vaksin global dan perusahaan-perusahaan farmasi tidak ada yang melirik, serta menyambut hal ini.

“Di sisi lain mereka tidak mengizinkan opsi-opsi yang dapat mempercepat itu (masalah tenaga kerja). Tenaga kerja ada sebenarnya, cuma kebijakan lain dari mereka yang menghambat hal ini,” tandasnya.

Kekompakan Industri Farmasi Diperlukan

Dokter Spesialis Paru RS Persahabatan dr. Erlina Burhan menyatakan setuju dengan pernyataan sikap Dokter Lintas Batas. Ia menegaskan, hal yang menjadi prioritas saat ini adalah menyelamatkan masyarakat dunia dari serangan pandemi Covid-19 yang masih berlangsung saat ini. 

Baca juga: Hindari Covid-19, Warga Tajir India Kabur dengan Jet Pribadi

“Pastinya yang penting saat ini pelayanan buat masyarakat secepat-cepatnya. Hak paten mah belakangan yang penting itu menyelamatkan masyarakat dunia,” kata Erlina saat dihubungi Asumsi.co melalui sambungan telepon, Jumat (21/5/21).

Ia menambahkan, pembuat vaksin tak perlu khawatir produk buatannya diklaim buatan pihak lain karena hak patennya dilonggarkan. Produk vaksin yang digunakan pastinya bakal tetap didata sehingga tak akan dilupakan jasa para pembuat vaksin ini bila produknya berhasil.

“Kalau industri vaksin kompak, oke enggak usah ada dulu hak paten ya bisa saja terwujud. Cuma kan kekhawatirannya kepentingan-kepentingan tertentu yang menghambat hal ini. Saya sih, menekankan selamatkan dulu nyawa manusia dari Covid-19, urusan belakangan soal hak patennya,” tandasnya. 

Ketua Majelis Kehormatan Etik Kodekteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Pukovisa Prawiroharjo mengamini perlunya kekompakan industri farmasi dunia dalam hal ini. 

Bahkan, menurutnya semestinya industri farmasi dan pihak lainnya yang juga berkepentingan di dalam produksi vaksin membantu pembiayaan stok vaksin buat negara-negara berkembang. “Setuju dan seharusnya ada gotong royong seluruh stakeholder agar vaksin dibuat lebih murah,” ucapnya melalui pesan singkat.

Share: Dokter Lintas Batas Desak Pelonggaran Hak Paten Vaksin