Isu Terkini

Benarkah Interaksi Obat Sebabkan Pasien Covid-19 Meninggal?

Ilham — Asumsi.co

featured image
Unsplash

Seorang dokter bernama Lois Owien menyatakan bahwa virus corona COVID-19 tidak menyebabkan kematian. Dia menilai pasien yang menjalani perawatan medis usai dinyatakan terinfeksi virus itu meninggal akibat interaksi obat.

“Interaksi antar obat. Kalau buka data di rumah sakit, itu pemberian obatnya lebih dari enam macam,” kata Lois saat menjadi narasumber dalam acara Hotman Paris Show.

Pernyataan Lois pun menimbulkan berbagai kontroversi. Bahkan, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK) akan meminta klarifikasi dari Lois. Ketua Ikatan Dokter Indonesia Daeng M Faqih untuk meminta klarifikasi terkait apa yang dikatakannya saat wawancara dengan Hotman Paris

“Kami masih menunggu respons dokter Lois,” kata Ketua Ikatan Dokter Indonesia Daeng M Faqih kepada Asumsi.co.

Kemas Abdurrahim dari IDI Jakarta membantah interaksi obat jadi penyebab pasien COVID-19 meninggal dunia. Dalam dunia medis, interaksi obat disebuat sebagai hal yang sangat mungkin saja dijumpai. Misalnya, seorang pasien bisa menerima lebih dari satu jenis obat karena indikasi penyakitnya.

“Jadi obat yang diberikan dokter sesuai indikasi penyakitnya. Apakah perlu hanya satu obat saja atau lebih,” katanya saat dihubungi Asumsi.co, Senin (12/7/2021).

Baca Juga: Vaksin Berbayar Timbulkan Kontroversi | Asumsi

Kemas mencontohkan pada pasien yang mengalami demam. Meski merupakan satu penyakit, tapi terkadang perlu lebih satu obat. Pasalnya, dalam beberapa kasus demam bisa disertai batuk dan flu.

Pada pasien dengan hipertensi, kata Kemas juga demikian. Meski merupakan satu jenis penyakit, namun terkadang membutuhkan lebih dari satu obat. Hal itu dimungkinkan jika satu obat tidak dapat memberi efek kontrol pada penyakit tersebut.

Kemas menambahkan memang dalam interaksi obat mungkin saja dapat menimbulkan efek samping pada tubuh. Tapi, dia meyakini dokter telah melakukan pengamatan terhadap indikasi dari sebuah obat sebelum memberikan kepada pasien.

Komorbid

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengatakan kematian akibat interaksi antarobat memang ada. Namun, jumlah kasusnya sangat sedikit dan bukan akibat obat yang dikonsumsi, melainkan adanya komorbid di tubuh pasien.

Dia mencontohkan diabetes atau hipertensi yang diderita seorang pasien tanpa COVID-19 bisa terkendali bila minum obat sesuai indikasi. Sedangkan pasien yang awalnya divonis hanya terinfeksi COVID-19 berpotensi menderita hipertensi. Pasalnya, COVID-19 diketahui dapat membuat tekanan darah seseorang tinggi, padahal tidak punya hipertensi.

Terkait dengan hal itu, Dicky mengimbau masyarakat tidak langsung mempercayai dokter yang membahas covid-19,. Dia mengingatkan tidak sembarang dokter yang memahami mengenai penyakit tersebut.

“Cari dari institusi yang jelas, bisa dari pusat riset di rumah sakit, pusat pendidikan, apalagi pusat riset dunia,” kata Dicky dilansir dari Medco.

Baca Juga: BPOM: Ivermectin Bukan Obat Covid-19, Melainkan Obat Cacing | Asumsi

Senada dengan Dicky, Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Zullies Ikawati angkat bicara mengenai interaksi obat yang disinggung Lois.  Menurutnya interaksi obat terjadi karena adanya pengaruh suatu obat terhadap efek obat lain ketika digunakan bersama-sama pada pasien.

Secara umum, interaksi itu dapat menyebabkan meningkatnya efek farmakologi obat lain (bersifat sinergis atau aditif), mengurangi efek obat lain (antagonis), atau meningkatkan efek yang tidak diinginkan dari obat yang digunakan.

“Karena itu, sebenarnya interaksi ini tidak semuanya berkonotasi berbahaya. Ada yang menguntungkan, ada yang merugikan. Jadi, tidak bisa digeneralisir, dan harus dikaji secara individual,” kata Zullies dalam keterangan tertulis yang diterima Asumsi.co

Baca Juga: Perbedaan Sinovac, Astrazeneca, dan Sinopharm, Serta Efektivitasnya Pada Varian Virus Baru | Asumsi

Zullies menekankan bahwa banyak kondisi penyakit yang membutuhkan lebih dari satu macam obat untuk terapi. Apalagi jika pasien memiliki penyakit lebih dari satu (komorbid).

“Bahkan satu penyakit pun bisa membutuhkan lebih dari satu obat. Contohnya, hipertensi. Pada kondisi hipertensi yang tidak terkontrol dengan obat tunggal, dapat ditambahkan obat antihipertensi yang lain, bisa kombinasi 2 atau 3 obat antihipertensi,” katanya.

Dampak Interaksi Obat

Berdasarkan laman Alodokter, interaksi obat menimbulkan berbagai macam dampak.

Interaksi obat dengan obat misalnya, dapat menyebabkan salah satu obat tidak bekerja dengan baik atau bahkan meningkatkan kerja obat secara signifikan dari yang seharusnya.

Interaksi obat dengan penyakit dapat menimbulkan kondisi yang membahayakan. Misalnya jika seseorang memiliki tekanan darah yang cenderung tinggi atau asma dapat mengalami kemungkinan reaksi yang tidak diinginkan ketika harus mengambil obat golongan dekongestan.

Sedangkan interaksi obat dengan makanan dapat mempengaruhi efektivitas obat. Dalam beberapa kasus, makanan pada saluran cerna dapat mempengaruhi penyerapan obat. Beberapa obat juga dapat mempengaruhi penyerapan nutrisi dalam sistem pencernaan.

 

Share: Benarkah Interaksi Obat Sebabkan Pasien Covid-19 Meninggal?