Geger
kabar babi ngepet di Depok seketika runtuh oleh pernyataan Polisi yang menyebut
kalau kejadian itu hoaks belaka. Dikutip dari Kumparan, Kamis (29/4/2021),
Kapolres Metro Depok Kombes Imran Edwin Siregar menyatakan jika isu babi ngepet
adalah rekayasa seorang warga bernama Adam Ibrahim (44).
Adam, kata Imran, sengaja mengembuskan kabar
bohong itu sekaligus membuat cerita soal kehilangan uang agar warga yakin akan
keberadaan babi jadi-jadian.
Mengutip Kompas, Adam bekerja sama dengan kurang lebih delapan
orang lainnya dan menyusun skenario rapi. Babinya sendiri dipesan secara online
oleh Adam dan dibeli dengan harga Rp 900.000.
Baca juga: Babi Ngepet di Depok
Cuma Tipu-tipu, Polisi Sudah Tetapkan Tersangkanya | Asumsi
Setelah tiba, babi itu dilepas di dekat
rumahnya, sebelum kemudian mereka tangkap lagi. Orang yang membunuh dan
mengubur babi itu juga sudah termasuk dalam skenario, termasuk upaya
memviralkannya
Ketika kabar makin menyeruak, cerita bohong
lainnya makin berkembang di masyarakat. Mulai dari ditangkap dengan kondisi
penangkap harus bugil, adanya tasbih dan ikatan kepala di babi tersebut, hingga
tuduhan babi ngepet itu adalah praktik yang dilakukan oleh seorang warga yang
mendamba kekayaan.
Namun, berdasarkan penelusuran Asumsi.co, tak
ada satu pun kabar-kabar tersebut yang bisa dibuktikan. Bahkan, seorang
perempuan yang mengaku mengetahui siapa warga yang menjelma menjadi babi ngepet
itu terakhir malah meminta maaf atas perkataan sesumbarnya.
Adam saat ini sudah ditangkap. Polisi
menjeratnya dengan Pasal 10 ayat 1 atau 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946
tentang Peraturan Hukum Pidana. AI terancam kurungan 10 tahun penjara. Sementara
itu, delapan rekan Adam saat ini masih diproses polisi.
Berulang
Di Depok sendiri, klaim masyarakat atas
penemuan seekor babi yang dinyatakan sebagai babi jadi-jadian bukan cuma
sekali. Dalam catatan Asumsi.co, selama lima tahun terakhir saja ada dua
kejadian serupa, yakni pada 2008 dan 2020 lalu. Padahal, klaim-klaim itu tak bisa dibuktikan.
Baca: Mitos Babi Ngepet, Ini yang
Membuatnya Identik dengan Ilmu Hitam | Asumsi
Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam,
Kementerian Agama (Kemenag) Kamaruddin Amin dalam keterangannya, Kamis
(29/4/2021) menyebut bahwa fenomena babi ngepet hanyalah sebuah mitos.
Menanggapi hal ini, masyarakat pun diimbau untuk berpikir realistis dan
rasional.
“Sebaiknya masyarakat tidak mudah percaya
terhadap hal-hal mistis, asumsi terkait babi ngepet tidak bisa dibuktikan
secara ilmiah, bahkan mitos yang sebaiknya dihindari agar tidak meresahkan dan
membuat kegaduhan di masyarakat,” kata Kamaruddin.
Kamaruddin menilai fenomena babi ngepet kerap
kali muncul di masyarakat di bulan Ramadan. Sebab, intensitas ritual keagamaan
umat di bulan ini sangat tinggi.
“Spiritualitas sangat terasa sehingga hal
mistis atau mitos dalam hal tersebut,” kata dia.
Senada, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) juga menegaskan kalau tidak ada yang namanya babi ngepet. Peneliti Pusat
Penelitian Biologi LIPI, Profesor Gono Semiadi, mengutip detik saat
mengomentari penemuan babi aneh di Sumatera Selatan tahun lalu berujar, secara
keilmuan babi ngepet tidak ada.
“Babi ngepet memang nilai budaya yang
banyak dipercaya di banyak wilayah Indonesia. Tetapi secara keilmuan ya tidak
ada apalagi dikaitkan dengan hilangnya uang,” kata Prof. Gono.
Peneliti bidang zoologi dari Pusat Penelitian
Biologi LIPI, Taufiq Purna Nugraha, meyakini babi yang ditangkap warga adalah
babi hutan. Namun ia tak mengetahui apakah babi tersebut kabur dari lingkungan
sekitar.
“Secara wujud sih babi, babi kecil, babi
pradewasa. Babi hutan, itu bukan jenis yang diternakkan,” kata Taufiq.
Lalu Kenapa Terus Dipercaya?
Dalam arsip Liputan6, pakar kebudayaan dan mitologi Jawa asal
Universitas Indonesia (UI), Prapto Yuwono menyebut fenomena dunia lain atau
gaib seperti babi ngepet, santet, dan lainnya bakal selalu muncul jika kondisi
ekonomi, sosial kemasyarakatan, termasuk politik, mengalami kemunduran.
Terutama, bagi masyarakat yang berubah menjadi irasional lantaran tak bisa
mencari penyelesaian masalah kehidupannya.
Dikutip dari BBC, para psikolog menilai bahwa beberapa manusia
memang tidak dapat melepaskan diri dari takhayul dan cerita rakyat lama. Saat
manusia memercayai hal semacam itu, timbul perasaan yang menguntungkan dan
seseorang memiliki cukup alasan untuk memahami suatu kejadian.
Ini selaras dengan kebutuhan otak manusia yang
selalu berusaha mencari jawaban dan makna di balik peristiwa. Kepercayaan pada
paranormal ini diyakini menjadi semacam perisai untuk mencari jawaban, misalnya
saja saat terjadi kematian, kehilangan pekerjaan, bencana alam, dan sebagainya