Politik

Mahfud MD Bicara Wacana Pembentukan Lembaga Peradilan Pemilu

Tesalonica — Asumsi.co

featured image
ANTARA/Luqman Hakim

Menko Polhukam Mahfud MD menilai wacana pembentukan lembaga
peradilan khusus pemilu perlu segera dirumuskan model kelembagaannya menjelang
Pemilu 2024.

“Perlulah kita segera merumuskan kelembagaanya,”
kata Mahfud, dikutip dari Antara.

Mahfud menyampaikan hal itu usai menguji disertasi mahasiswa
doktoral Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta yang menyoroti urgensi
pembentukan lembaga peradilan pemilu di Indonesia di Kampus Terpadu UII,
Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (7/1/2022).

Kriteria Kelembagaan: Menurut Menkopolhukam, jelang Pemilu
2024 diperlukan lembaga peradilan pemilu yang jelas, transparan, dan akuntabel.

“Itu sudah ketemu di disertasi itu, tetapi
kelembagaanya seperti apa kita masih punya waktulah satu tahun lagi menjelang
Pemilu 2024,” ujar Mahfud.

Penempatan: Ia mengatakan dalam membentuk lembaga tersebut
masih perlu didiskusikan apakah nantinya dapat berdiri sendiri, berada di bawah
Mahkamah Konstutusi (MK), atau di bawah Mahkamah Agung (MA).

“Apa masuk ke sini, atau ke sana, atau berdiri sendiri,
dan sebagainya masih perlu didiskusikan lagi dengan ‘stakeholder’, DPR ingin
apa, pemerintah ingin apa, nanti melalui Kemendagri rakyat ingin apa,”
ujar dia.

Dasar Lembaga: Mahfud menilai Amendemen Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945 dapat menjadi salah satu alternatif untuk membentuk lembaga
peradilan pemilu tersebut.

“Kita lihat salah satu alternatif, tapi kalau amendemen
lama kiranya ya karena amendemen itu kan tidak semudah membuat
undang-undang,” lanjutnya.

Institusionalisasi Belum Stabil: Di sisi lain, Staf Khusus
Bidang Politik dan Hukum Menko Polhukam Rayendra menyimpulkan politik hukum
penyelesaian sengketa pemilu di Indonesia hingga saat ini belum
terinstitusionalisasi dengan kuat dan stabil pada satu institusi.

Diketahui, adapun dua institusi kekuasaan kehakiman, yaitu
Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi dengan karakter dan mandat
konstitusional yang berbeda. Menurutnya, hal itu silih berganti menjadi tempat
penyelesaian sengketa pemilu.

“Ke depan dibutuhkan institusi peradilan pemilu dengan
mandat khusus mengadili sengketa pemilu yang dibentuk berdasarkan perintah UU
Pemilu agar terdapat konsistensi hukum, kepastian hukum, dan keadilan
penyelesaian sengketa pemilu,” kata Rayendra.

Perlu Ubah UU: Menanggapi hal tersebut, pegiat pemilu Titi
Anggraini menyarankan perlu perubahan atas Pasal 157 ayat (1) dan (2)
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada) terkait dengan pembentukan badan
peradilan khusus yang menangani perselisihan hasil pemilihan kepala daerah.

Pasal 157 UU Pilkada menyebutkan perkara perselisihan hasil
pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus (ayat 1). Badan
peradilan khusus ini dibentuk sebelum pelaksanaan pemilihan serentak nasional
(ayat 2).

“Sejak ada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.
55/PUU-XVII/2019 yang tidak lagi mengenal pemisahan antara pemilu dan pilkada.
Sehingga, badan peradilan khusus ini sudah tidak relevan lagi dan sudah
sewajarnya perselisihan hasil pilkada tetap ditangani oleh MK,” kata Titi.

Perlu Persiapan Matang: Menurutnya, pembentukan
lembaga peradilan ini tidak memungkinkan dari sisi waktu. Apalagi, sampai akhir
tahun belum ada tanda-tanda persiapan pembentukan badan peradilan khusus ini.
Padahal, pilkada serentak nasional 2024 sudah amat dekat.

Sehingga, tidak bisa disiapkan secara mendadak dan
tergesa-gesa.Titi mengatakan pemerintah mulai melangkah ke perangkat regulasi
teknis, sumber daya manusia (SDM), sampai pada sarana dan prasarana yang harus
disiapkan secara dini.

Baca Juga

Share: Mahfud MD Bicara Wacana Pembentukan Lembaga Peradilan Pemilu