Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio Republik Indonesia (RRI) dilaporkan meminta seluruh aset digital milik studio musik Lokananta. RRI beralasan permintaan itu untuk membangun Big Data yang akan dimanfaatkan untuk kepentingan internal RRI dan masyarakat umum.
Isi permohonan: Dalam surat yang beredar di publik, RRI mengajukan surat permohonan dan permintaan soft file digital berikut katalog atas seluruh koleksi yang pernah diproduksi oleh Lokananta, seperti vinyl dan pita reel.
“Dengan ini, kami informasikan bahwa saat ini Radio Republik Indonesia tengah membangun big data (audio library RRI) untuk memperkaya koleksi big data RRI yang akan dimanfaatkan oleh internal Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (RRI) maupun oleh masyarakat umum, maka bersama ini kami mengajukan permohonan dan permintaan soft file digital, berikut katalog atas seluruh koleksi vynil (piringan hitam) dan pita reel yang pernah dikoleksi Lokananta Record,” bunyi surat RRI yang beredar di media sosial.
Respon Lokananta: Staf marketing Lokananta Anggit Wicaksono membenarkan adanya permintaan seluruh arsip digital Lokananta. Meski belum ada keputusan resmi, dia menyebut RRI hanya akan membayar Rp10 ribu untuk setiap item masternya.
“Jadi meminta untuk dibeli Rp10 ribu per item master yang dimiliki Lokananta untuk keperluan tambahan perpustakaan digital yang nantinya dapat diakses semua masyarakat umum secara gratis,” kata Anggit kepada Asumsi.co melalui sambungan telepon, Kamis (30/12/2021).
Anggit menyayangkan adanya permintaan ini. Sebab menurutnya, RRI menerima jatah anggaran dari pemerintah. Semestinya proyek big data dokumentasi ini diserahkan kepada Lokananta.
“Entah berapa nominalnya, pastilah sangat besar anggaran RRI. Sedangkan Lokananta, mulai tahun 2022 ditargetkan harus menghasilkan profit Rp5 miliar dan harus menghidupi karyawannya sendiri. Semestinya biarkan saja proyeknya dikerjakan oleh Lokananta,” ujarnya.
Menolak: Anggit menegaskan Lokananta enggan begitu saja menyerahkan seluruh arsip dan aset untuk dibayar murah oleh RRI. Terlebih, harga tersebut hanya demi memenuhi target omzet Rp5 miliar yang diberikan kepada Lokananta tahun depan.
“Apa anda akan tenang mendengarkan suara Bu Waljinah, Pak Gesang, Bu Titiek Puspa, Pak Idris Sardi maupun Orkes Gumarang secara gratis via RRI? Di sisi lain, Lokananta masih berjuang menjual album fisiknya guna mengejar omzet Rp5 miliar saat album fisik sekarang mulai ditinggalkan,” jelasnya.
Lebih lanjut, menurutnya jika tercapai kesepakatan soal pembelian aset Lokananta oleh RRI, dirinya tak meyakini seluruh uangnya bakal diberikan ke Lokananta untuk kebutuhan pemeliharaan dan perawatan studio serta seluruh asetnya.
“Karena sudah ratusan pejabat yang mampir ke Lokananta, dan tak terjadi apa-apa setelahnya. Kecuali ketika geger Malaysia menggunakan lagu ‘Rasa Sayange’, perekaman ulang Indonesia Raya 3 Stanza di Studio Lokananta, dan produksi Souvenir Asian Games 2018,” terangnya.
Diakui RRI: Direktur RRI Hendrasmo mengakui adanya surat permohonan dan permintaan seluruh aset Lokananta untuk menjadi koleksi perpustakaan digital yang dikirimkan oleh pihaknya.
Menurutnya, permintaan ini disampaikan karena adanya kerja sama RRI dengan Lokananta. Selain itu kebutuhan dokumentasi suara milik Lokananta diperlukan agar masyarakat bisa mengaksesnya.
“Kami memang ada kerja sama dengan Lokananta supaya bisa diakses publik,” ucapnya saat dihubungi terpisah.
Namun ia tak mau berkomentar soal kabar yang menyebutkan setiap master lagu milik Lokananta hanya dibayar oleh RRI sebesar Rp10.000.
“Saya nggak tahu (besaran biaya pembeliannya). Nanti kita lihat lagi kerja samanya seperti apa karena yang pasti konteksnya pelayanan publik. Belum tahu soal harganya,” pungkasnya.
Baca Juga:
Kerinduan Paul dan Ringo pada Sang Beatle Pendiam
Korea Utara Hukum Mati Warga Karena Nonton K-Pop dan Drakor